
'Dibantu' China, Rupiah Akhirnya Kuat Lagi Usai KO 7 Hari

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (6/7/2020) setelah mencatat pelemahan 7 hari beruntun.
"Bantuan" hawa positif datang dari China, indeks Shanghai Composite melesat lebih dari 4% yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar sedang bagus.
Perjalanan rupiah hari ini tidak bisa dikatakan mulus. Rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% dan sempat melemah 0,83% ke Rp 14.570/US$.
Setelah mencapai level terlemah intraday tersebut, rupiah perlahan mulai bangkit hingga akhirnya menutup perdagangan di level Rp 14.440/US$, menguat tipis 0,07% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS pada hari ini, bahkan beberapa dengan persentase yang cukup besar. Meski penguatan rupiah terbilang tipis, tetapi bisa menjadi awal yang baik untuk mengarungi pekan ini.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:07 WIB.
Indeks Shanghai Composite China hari ini melesat lebih dari 5% yang turut mengerek bursa saham Asia lainnya. Penguatan tajam tersebut memberikan hawa positif ke rupiah hari ini, hingga akhirnya menguat tipis.
Melansir CNBC International, Jackson Wong, direktur aset management di Amber Hill Capital, mengatakan penguatan tajam Shanghai, serta peningkatan volume trading yang signifikan memperkuat ekspektasi jika periode penguatan (bull run) akan kembali datang.
Wong mengatakan salah satu penyebab ekspektasi tersebut adalah kondisi ekonomi China masih masih menunjukkan tanda-tanda kebangkitan di tengah pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang masih meningkat secara global.
ISH Markit pada pekan lalu melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.
Dengan demikian, China masih mempertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing. Sehingga harapan akan perekonomian bisa segera bangkit kembali muncul.
Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) setelahnya, mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun.
Data tersebut tentunya memberikan harapan perekonomian global akan segera bangkit dan terhindar dari resesi, atau setidaknya tidak mengalami resesi panjang.
