Analisis Teknikal

Bursa RI Ciamik di Q2, Siap-siap IHSG Bidik Level 5.157

Tri Putra, CNBC Indonesia
02 July 2020 15:28
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Capaian lumayan ciamik dicatatkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kuartal kedua tahun 2020. Pada periode 3 bulanan ini, IHSG berhasil terapresiasi sebesar 8,07% hingga perdagangan sesi I Kamis (2/7), walaupun secara tahun berjalan atau year to date (ytd) IHSG masih terkoreksi 21,45%.

Akan tetapi kenaikan IHSG pada kuartal kedua tidak disertai oleh perbaikan kondisi perekonomian Indonesia, bahkan rilis data kondisi perekonomian Indonesia pada kuartal-II lebih buruk daripada kuartal-I.

Terbaru IHS Markit mengumumkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Juni 2020 berada di angka 39,1. Naik dibandingkan bulan Mei sebesar 28,6. Pada kuartal pertama sendiri rata-rata PMI berada pada kisaran 48,7.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50, artinya dunia usaha belum melakukan ekspansi. Masih kontraksi.

Walaupun membaik, tetapi PMI manufaktur Indonesia masih menjadi yang terburuk apabila dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya. Ini menjadi bukti bahwa laju pemulihan industri manufaktur di Tanah Air ternyata berjalan lambat.

Data ini cukup buruk sebab Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia ditopang oleh industri pengolahan alias manufaktur. Pada kuartal I-2020, sektor ini menyumbang hampir 20% dari kue perekonomian nasional.

Selanjutnya, angka inflasi tahunan Indonesia turun menjadi 1,96% pada bulan Juni 2020, dan menjadi yang terendah sejak Mei 2000.

Hal ini terjadi karena daya beli masyarakat belum juga pulih semenjak diserang pandemi Corona Maret lalu. Selain itu masyarakat juga enggan untuk keluar rumah karena takut terjangkit virus nCov-19 ini yang tentunya terus mendorong rendahnya inflasi.

Sedangkan dari sumber masalah anjloknya perekonomian global, tercatat setelah pertama kali datang secara tak diundang pada Maret silam, Corona sudah menjangkit 57.770 orang di Indonesia per 1 Juli. Bahkan sejak 2 pekan lalu virus yang menyukai kerumunan ini sudah konsisten menjangkit lebih dari 1.000 orang per hari, dan sepertinya angka ini akan terus naik.

Statistik ini tentu saja membuat investor asing takut, karena pemerintah Indonesia sepertinya belum sukses dalam menanggulangi virus nCov-19 ini. Tercatat pada semester pertama ini investor asing sudah melarikan dana sebesar Rp 32,82 triliun dari bursa lokal.

Anomali ini menyebabkan banyak analis menganggap reli harga saham pada kuartal kedua hanyalah dead cat bounce atau bear market rally saja.

Ini adalah fenomena dimana kenaikan harga yang hanya terjadi sementara saja sebelum lanjut turun kembali lebih dalam. Kenaikan ini terjadi karena sebelumnya harga saham turun terlalu banyak dalam waktu yang terlalu cepat.

Hal ini ternyata juga diamini oleh IMF dalam kajian terbarunya yang berjudul Global Financial Stability Report. IMF memperingatkan bahwa ada diskoneksi antara pasar keuangan dengan ekonomi riil.

"Diskoneksi antara pasar dan ekonomi riil meningkatkan risiko terjadinya koreksi harga aset-aset keuangan ketika selera investor terhadap risiko memudar, hal ini akan menjadi ancaman untuk pemulihan" kata IMF dalam Global Financial Stability Report.

"Mengacu pada pemodelan yang dibuat oleh staf IMF, perbedaan antara harga pasar dan valuasi fundamentalnya berada di level tertinggi dalam sejarah hampir di seluruh negara maju untuk pasar saham dan surat utangnya, meski yang terjadi justru sebaliknya untuk saham di beberapa negara berkembang" tulis laporan tersebut.

Apalagi jelang rilis laporan keuangan kuartal kedua perusahaan yang hasilnya kemungkinan besar akan lebih buruk dari kuartal pertama maka kemungkinan IHSG untuk kembali turun pada kuartal ketiga masih terbuka lebar, terlebih apabila asing terus melanjutkan aksi jual bersihnya di bursa lokal.

Analisis Teknikal

Secara teknikal, Pergerakan IHSG dengan menggunakan periode bulanan (monthly) dari indikator Boillinger Band (BB) melalui metode area batas atas (resistance) dan batas bawah (support). Saat ini, IHSG mulai mendekati area batas bawah BB dan berusaha menguji level supportnya.

Untuk melanjutkan kenaikan dari periode sebelumnya, IHSG perlu melewati level resistance selanjutnya yang berada di area 5.157. Sementara untuk merubah bisa menjadi bearish perlu melewati level support yang berada di area 4.713.

Sementara itu, indikator Moving Average Convergen Divergen (MACD) yang menggunakan pergerakan rata-rata untuk menentukan momentum, dengan garis MA yang masih bermain di wilayah negatif yaitu -299,910, maka kecenderungan pergerakan IHSG masih melemah.

Indikator Moving Average (MA) jangka pendek sudah berpotongan turun dengan MA jangka panjangnya sehingga muncul pola death cross yang mengindikasikan akan adanya koreksi.

Indikator Relative Strength Index (RSI) masih berada di angka 37, angka ini belum menunjukkan jenuh beli (overbought) ataupun jenuh jual (oversold).

RSI adalah indikator momentum yang membandingkan besaran kenaikan versus penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu. Di atas level 70-80 menunjukkan kondisi jenuh beli, sedangkan di bawah level 30-20 menunjukkan jenuh jual.

Secara keseluruhan, melalui pendekatan teknikal dengan indikator MACD dan dengan munculnya death cross, maka pergerakan IHSG selanjutnya diperkirakan untuk terjadi koreksi.

Indeks perlu melewati (break) salah satu level resistance atau support, untuk melihat arah pergerakan selanjutnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular