
Kekhawatiran Hard Brexit Meningkat, Poundsterling Tersungkur

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah hingga pertengahan perdagangan hari Kamis ini (11/6/2020) di tengah kekhawatiran Brexit dan seiring meningkatnya kritik terhadap penanganan krisis virus corona oleh pemerintah Inggris.
Pada pukul 13:20 WIB, poundsterling melemah 0,53% ke US$ 1,2678, sementara melawan rupiah sterling juga melemah sebesar 0,2% ke Rp 17.706/GBP.
Meningkatnya kekhawatiran Brexit keras (Hard Brexit) membebani poundsterling. Kepala perunding Uni Eropa (UE) untuk Brexit, Michel Barnier menyampaikan peringatan keras kepada Inggris ketika berbicara di Komite Ekonomi dan Sosial Eropa (European Economic and Social Committee).
Selain sinyal diplomat Uni Eropa untuk mengambil kembali status Inggris sebagai pusat keuangan regional, dokumen yang bocor juga menyarankan bahwa Parlemen Eropa dapat memveto kesepakatan perdagangan antara Inggris dan Uni Eropa yang gagal untuk memastikan persaingan yang adil dan standar yang kuat di negara tersebut terhadap lingkungan dan hak-hak pekerja, melanisr dari FXStreet.
Jika periode transisi Inggris berakhir (batas waktu 1 Juli 2020) tanpa kesepakatan, itu akan menjadi skenario terburuk untuk GBP menguat (bullish). Inggris tidak siap hadir untuk memberikan alasan untuk perpanjangan. Oleh karena itu, apa yang disebut 'Hard Brexit' terlihat semakin mungkin.
Sementara tenggat waktu perjanjian perdagangan bebas sebelum 31 Desember 2020, dengan probabilitas 65% untuk terjadi kesepakatan, tetapi risiko tidak ada kesepakatan Brexit telah meningkat menjadi 35% dari 20% sebelumnya.
Kesepakatan tinggi ini, kesepakatan bermuatan politis sering dilakukan pada 'langkah-langkah pengadilan' menghapus retorika keras, tetapi meskipun demikian, kesepakatan ini rumit dan sulit untuk melihat bagaimana hal itu dapat dilakukan dengan cepat.
Sementara itu, PM Inggris Boris Johnson mengumumkan beberapa kelegaan lagi dalam pembatasan karantina wilayah (lockdown), namun menahan diri dari berbicara tentang persilisihan terhadap China pada hari Rabu waktu setempat. Padahal, para diplomat AS sebelumnya mengatakan untuk mendukung sekutu mereka untuk menantang Beijing jika mereka mengancam.
Selain itu, komentar terbaru dari Gubernur bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) Andrew Bailey dan anggota komite kebijakan moneter (Monetary Policy Committee/MPC) lainnya tidak membantu prospek poundsterling untuk menguat.
Anggota MPC menyatakan bahwa tingkat negatif belum dikesampingkan. Namun, sentimen itu dapat bertahan untuk sementara waktu sebelum kita cenderung melihat tindakan selanjutnya dari BoE.
Sepinya rilis data ekonom hari ini (11/6/2020), pelaku pasar mungkin terus mencermati seputar Brexit, virus corona dan berita utama AS-Cina untuk dorongan baru. Namun, Klaim Pengangguran AS dan Indeks Harga Produsen (PPI) mungkin menawarkan petunjuk tambahan menjelang data utama Inggris hari Jumat besok (12/6/2020).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har) Next Article Brexit Hampir Deal, Dolar AS Langsung Bonyok di Eropa