Buat Rekor Buruk, Rupiah Keok Lawan Mata Uang di Semua Benua!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 April 2021 08:45
valas
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mencatat rekor buruk di minggu ini melawan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah sebenarnya stagnan di Rp 14.560/US$, tetapi sudah 9 pekan beruntun tidak pernah menguat secara mingguan. Catatan tersebut merupakan rekor tidak pernah menguat terpanjang sejak September 2015, saat itu rupiah membukukan pelemahan 11 pekan beruntun.

Tidak hanya melawan dolar AS, melawan mata uang dunia lainnya rupiah juga terpuruk. Mata uang Asia, Eropa, hingga Amerika semuanya menguat melawan rupiah.

Mata Uang Garuda paling terpukul melawan dolar Australia di pekan ini, melemah 1,47% dan berada di level terlemah dalam nyaris 7 tahun.

Dari Asia, kinerja rupiah paling buruk melawan yen Jepang dengan pelemahan 0,81%. Kemudian dari Eropa, poundsterling kini kembali ke atas Rp 20.000/GBP, setelah rupiah mengalami pelemahan 0,9 sepanjang pekan ini.

Namun, rupiah paling terpuruk melawan krona Swedia, dengan merosot lebih dari 1%.

Dari benua Amerika, rupiah mengalami pelemahan tipis melawan dolar Kanada, sebesar 0,21%.

Rupiah di pekan ini tertekan meski data dari dalam negeri dirilis tergolong bagus. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode Maret 2021. Hasilnya jauh lebih baik dari ekspektasi pasar.

BPS melaporkan nilai ekspor Indonesia bulan lalu adalah US$ 18,35 miliar. Naik 30,47% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sementara dibandingkan dengan Februari 2021 (month-to-month/mtm), nilai ekspor Indonesia tumbuh 20,31%.

Sementara impor pada Maret 2021 adalah US$ 16,79 miliar. Tumbuh 25,73% yoy, dan 26,55% mtm.

Dengan demikian, neraca perdagangan periode Maret 2021 mencatatkan surplus US$ 1,56 miliar.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 12,085% yoy. Sementara impor diproyeksi naik 6,925% yoy sehingga neraca perdagangan bakal surplus US$ 1,6 miliar.

Ekspor yang tumbuh positif berarti permintaan dari luar negeri mengalami peningkatan, yang tentunya menjadi kabar bagus saat dunia mencoba memulihkan perekonomian dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.

Sementara jika impor tumbuh positif, artinya perekonomian dalam negeri terus menunjukkan pemulihan. Bahkan dengan impor yang meroket, memberikan gambaran roda bisnis di dalam negeri mulai terakselerasi.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pemulihan Ekonomi Indonesia Tertinggal

Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) merilis World Economic Outlook edisi April merilis proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi.

Dalam laporan tersebut, IMF memberikan proyeksi yang optimistis terhadap perekonomian global, tetapi tidak untuk kawasan ASEAN, termasuk Indonesia. IMF merevisi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini menjadi 6%, dibandingkan dengan proyeksi yang diberikan bulan Januari lalu yang sebesar 5,5%.

Amerika Serikat memimpin pemulihan ekonomi. Pada bulan Januari lalu IMF memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,1%, tetapi kini direvisi menjadi 6,4%.

Negara-negara lainnya juga banyak yang PDBnya direvisi naik. Inggris misalnya sebesar 5,3% naik 0,8 poin persentase dibandingkan proyeksi Januari lalu. Kemudian Jepang yang naik 0,2 poin persentase menjadi 3,3%. PDB China juga diprediksi naik menjadi 8,4% sepanjang tahun ini, dari sebelumnya 8,1%.

Indonesia sebaliknya, IMF kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini menjadi 4,3%, dibandingkan proyeksi yang diberikan bulan Januari lalu sebesar 4,8%. Pada bulan Oktober tahun lalu, IMF bahkan memproyeksikan produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan melesat 6,1%.

Wakil Direktur IMF untuk Departemen Asia dan Pasifik, Jonathan Ostry, mengatakan bahwa peningkatan kasus Covid-19 dan lockdown yang kembali diberlakukan di beberapa wilayah membuat prospek pertumbuhan ekonomi beberapa negara Asia Tenggara menurun.

5 negara yang disebut ASEAN-5 secara kolektif tumbuh sebesar 4,9% pada tahun 2021, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2%. Kelima ekonomi tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

"Kami khawatir tentang prospek pariwisata, kapan sektor tersebut akan dibuka kembali," kata Ostry pada Rabu (14/4/2021), dikutip dari CNBC International.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina, kata, dia, termasuk di antara mereka yang harus memperketat beberapa pembatasan tahun ini menyusul lonjakan kasus Covid-19. Vaksinasi berjalan lebih lambat dibandingkan dengan banyak negara di dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular