Internasional

Heboh Minyak! Qatar Sebut Arab-Rusia Salah, Trump Bilang Gila

tahir saleh, CNBC Indonesia
10 June 2020 06:14
Saudi Arabia's Crown Prince Mohammed bin Salman speaks with Russia's President Vladimir Putin during the opening of the G20 leaders summit in Buenos Aires, Argentina November 30, 2018. REUTERS/Sergio Moraes     TPX IMAGES OF THE DAY
Foto: Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin selama pembukaan KTT para pemimpin G20 di Buenos Aires, Argentina 30 November 2018. REUTERS / Sergio Moraes

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia yang terjadi pada Maret lalu ikut memantik suara dari Menteri Negara Urusan Energi Qatar, Saad al-Kaabi. Dia menilai perang harga tersebut  adalah kesalahan terbesar yang memicu harga minyak jatuh ke level terendah dalam sejarah.

"Saya pikir itu adalah kesalahan yang sangat besar," kata Saad al-Kaabi kepada Hadley Gamble, anchor CNBC International dari Doha. Al-Kaabi juga adalah CEO Qatar Petroleum

"Anda tahu, upaya membanjiri pasar [dengan stok minyak] ini yang menyebabkan harganya jatuh level yang sangat rendah. Dan kemudian pandemi corona menambah dampak parah di mana orang tidak mampu memproduksi lagi. Dan kami melihat, Anda tahu, harga WTI [West texas intermediate, harga patokan AS] sudah negatif," katanya.

Pada awal Maret, pasar terkoreksi oleh jatuhnya permintaan minyak mentah dunia karena terjadi penguncian wilayah (lockdown) secara global akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Menteri Negara Urusan Energi Qatar, Saad al-KaabiFoto: Menteri Negara Urusan Energi Qatar, Saad al-Kaabi
Menteri Negara Urusan Energi Qatar, Saad al-Kaabi

Arab sebagai pemimpin OPEC kemudian meminta Rusia ikut bergabung untuk memangkas produksi dan mendorong penguatan harga. Tapi Rusia menolak memangkas produksi, Saudi pun memangkas harga jual minyak dan menggenjot produksi dan memicu harga minyak jatuh signifikan.

Anjloknya pendapatan negara-negara produsen minyak dunia membawa OPEC yang dipimpin Arab Saudi dan sekutunya non-OPEC yang dipimpin Rusia (dikenal sebagai OPEC +) kembali ke meja perundingan.

Pada April, mereka menyetujui pengurangan produksi terbesar dalam sejarah yakni sebesar 9,7 juta barel per hari (bph). Pemotongan produksi itu diperpanjang hingga Juli, setelah harga minyak patokan internasional yakni Brent naik hampir 40% di Mei. Harga minyak mentah Brent masih turun lebih dari 46% year to date hingga akhir Mei.

"Sekarang, saya pikir tindakan yang diambil oleh organisasi [minyak ini] yang sama benar-benar adalah mereka menyetujui apa yang sudah disepakati sebelumnya [soal pangkas produksi] dan ini masuk akal untuk memenuhi pasokan dan permintaan saat ini," kata al-Kaabi.

Qatar sudah keluar dari OPEC pada Januari 2019 setelah enam dekade bergabung bersama organisasi itu.

"Jadi ada kesalahan koordinasi di awal tahun [antar dua produsen minyak itu], sekarang saya pikir [keduanya] jauh lebih baik," katanya.

"Dan mudah-mudahan permintaan [minyak] akan meningkat perlahan-lahan setelah dari karantina di seluruh dunia mulai dibuka, terutama pergerakan transportasi secara umum dibuka, transportasi massal, maskapai juga mulai lepas landas lagi dan seterusnya," katanya.

Hanya saja, dia menilai kemungkinan gelombang kedua coronavirus akan terus membebani prospek sektor energi global, termasuk harga gas alam cair. Dia mengatakan para ilmuwan dan profesional kesehatan telah memperingatkan gelombang infeksi kedua Covid-19, yang dapat memperlambat pemulihan ke tingkat pra-pandemi.

"Kita mungkin lebih siap untuk itu [gelombang kedua] dan lockdown juga tak lagi banyak dilakukan di seluruh dunia. Jika itu masalahnya, maka kita akan melihat pemulihan yang jauh lebih cepat, mungkin dalam enam bulan hingga satu tahun. Namun jika ada gelombang kedua, maka itu bisa memakan waktu sedikit lebih lama," katanya.

Al-Kaabi menambahkan, sebetulnya dia tidak begitu khawatir tentang soal harga minyak dalam jangka panjang, karena sebagian besar peristiwa saat ini mempengaruhi harga energi dalam jangka pendek.

Meski begitu, ia memperingatkan bahwa Covid-19 juga punya dampak jangka panjang dalam hal cara orang bepergian dan berbisnis.

"Saya pikir Anda akan melihat lebih sedikit orang melakukan bisnis dengan bepergian dan lebih banyak menggunakan konferensi video dan cara lain yang membuat kita terbiasa sekarang, bekerja dari rumah dan sebagainya. Jadi, saya pikir akan ada beberapa perubahan dalam sikap kita tentang apakah itu perjalanan bisnis atau bekerja dari rumah," kata al-Kaabi.

CNBC International mencatat, Juni menandai 3 tahun periode sejak Qatar pertama kali terkena blokade ekonomi dan diplomatik yang dilakukan oleh negara tetangga: Arab Saudi, Bahrain, Mesir dan Uni Emirat Arab.

Negara monarki kecil yang kaya akan gas ini juga berupaya memperluas hubungan perdagangan di tahun-tahun setelah blokade ekonomi itu efektif memotong akses Qatar ke sekitar 60% dari barang yang diimpornya.

Negara-negara yang memblokade menuduh Qatar mendukung terorisme, yang dibantah oleh Qatar. Negara-negara Teluk tersebut belum melakukan perbaikan diplomatik dengan Qatar.

Terkait dengan perang harga Arab-Rusia ini, pada Mei lalu, Presiden AS Donald Trump juga buka suara. Trump bahkan sampai menyebut Rusia dan Arab Saudi gila karena pertarungan minyak yang dilakukan keduanya.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi Fox, Trump mengaku keberatan atas perang harga minyak Rusia dan Arab Saudi. "Benar-benar melukai industri energi AS. Ini adalah pertarungan antara Arab Saudi dan Rusia, dan mereka berdua menjadi gila," tegasnya dikutip dari AFP, Selasa (31/3/2020).

Tidak lama setelah itu, Trump dikabarkan menelepon langsung Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam perbincangan itu, keduanya membahas beberapa hal, di antaranya soal harga minyak yang ketika itu langsung ambles di bawah US$ 20/barel.

Mengacu data CNBC International, harga minyak Brent pada perdagangan Selasa malam waktu Indonesia (9/6/2020) di level US$ 40,13/barel atau minus 1,64%, sementara WTI turun 1,57% di level US$ 37,59. Secara year to date harga Brent minus 26,26%.

[Gambas:Video CNBC]




(tas) Next Article Virus Corona Bikin Was-was, OPEC Bahas Harga Minyak Pekan Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular