Rupiah Berjaya, Dolar Singapura Terus di Bawah Rp 10.000

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 June 2020 10:38
FILE PHOTO: A Singapore dollar note is seen in this illustration photo May 31, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Ilustrasi Dolar Singapura (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Singapura bergerak menguat. Kondisi Indonesia memang lebih baik ketimbang Negeri Singa sehingga investor memberi apresisasi.

Pada Selasa (6/9/2020) pukul 10:18 WIB, SG$ di setara dengan Rp 9.966,18. Rupiah menguat tipis 0,08% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Rupiah melanjutkan tren penguatan di hadapan dolar Singapura. Dalam sebulan terakhir, rupiah menguat nyaris 5%. Sejak awal kuartal II-2020, penguatan rupiah lebih sangar lagi yaitu 13% lebih!

 
Sepertinya investor lebih mengapresiasi prospek ekonomi Indonesia ketimbang Singapura. Morgan Stanley memperkirakan Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa pulih dengan cepat dari hantaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Morgan Stanley membagi fase pemulihan ekonomi berbagai negara dalam empat kelompok besar. Kelompok pertama hanya ada satu negara yaitu China. Sebagai negara yang paling awal terpukul (karena virus corona berawal dari sana), China juga menjadi negara yang paling bangkit paling duluan. Bahkan Morgan Stanley memperkirakan ekonomi China bisa kembali ke level sebelum pandemi virus corona paling cepat pada kuartal III-2020.


Kelompok kedua beranggotakan Filipina, India, dan Indonesia. Ekonomi di tiga negara ini bisa pulih dengan cepat karena minimnya eksposur terhadap rantai pasok global. Konsumsi domestik yang kuat membuat Filipina, India, dan Indonesia punya keunggulan yang tidak dimiliki negara-negara lain.

Kelompok ketiga adalah Korea Selatan dan Taiwan. Dua negara ini punya ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor, sehingga kalau permintaan dunia belum pulih maka sulit untuk bangkit.

Kelompok terakhir adalah Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Selain tergantung kepada ekspor, negara-negara ini juga menerapkan karantina wilayah (lockdown) sehingga permintaan domestik juga anjlok.

Pukulan ganda ini membuat ekonomi Singapura dan Malaysia butuh waktu lebih lama untuk pulih. Oleh karena itu, risiko resesi menjadi lebih tinggi.



TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Kurs Dolar Singapura Tembus Rp 11.500, Termahal dalam Sejarah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular