Pasar Obligasi Diprediksi Melemah, Investor Harus Apa?

tahir saleh, CNBC Indonesia
08 June 2020 07:22
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor obligasi direkomendasikan untuk menunggu wait and see di pasar obligasi. Pergerakan obligasi yang melebihi dari 55 basis poin (bps) dinilai akan menjadi arah pasar selanjutnya.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan pada akhirnya, pasar obligasi lebih memilih untuk melanjutkan pelemahan.

Dia menilai tampaknya masih tersimpan rasa kecewa yang teramat sangat, meskipun di pasar saham pekan lalu (meskipun dibuka melemah) namun pada akhirnya ternyata saham lebih memilih untuk melanjutkan hidupnya alias menguat.

"Jadi apa yang akan terjadi berikutnya dengan pasar obligasi? Sejauh ini yang kita cari adalah stabilitas di pasar obligasi, untuk apa stabilitas tersebut? Untuk meyakinkan Bank Indonesia bahwa perekonomian sudah dapat berjalan lebih stabil, dan membutuhkan dorongan stimulus," katanya dalam riset, Senin (8/6/2020).


Pihaknya menilai pemangkasan tingkat suku bunga sebanyak 25 bps itulah yang akan menjadi stimulus berikutnya. Pada saat ini memang secara teknikal analisa, pasar obligasi sudah overbought (jenuh beli), sehingga membutuhkan relaksaksi sebelum pada akhirnya melanjutkan penguatan.

"Justru dititik inilah pasar obligasi akan diuji, apakah pelemahannya merupakan sebuah batu loncatan untuk mengalami kenaikan, atau justru pelemahan ini akan membuat pasar obligasi semakin terperosok lebih dalam," jelasnya, dalam riset bersama tim Pilarmas.

Menurut Pilarmas, secara tren jangka pendek, pihaknya masih meyakini bahwa pelemahan pasar obligasi merupakan batu loncatan untuk pasar obligasi untuk kembali menguat dengan catatan ekspektasi dan harapan masih mendominasi pasar.

Dengan demikian, sehingga ketika pelemahan mencapai puncaknya, maka momen yang tepat untuk membeli sudah dapat dilakukan. Namun ingat, momentum merupakan kuncinya.

"Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas. Cerita di awal pekan transisi PSBB [pembatasan sosial berskala besar] akan segera di mulai," katanya.

Dia mengatakan beberapa sentimen global yang dicermati yakni OPEC +, IPAC, dan bagaimana menjaga momentum. "Kami merekomendasikan wait and see. Pergerakan obligasi yang melebihi dari 55 bps, akan menjadi arah pasar selanjutnya."

Pilarmas menyatakan OPEC+ pada akhirnya menyetujui untuk melakukan perpanjangan selama 1 bulan terkait dengan pengurangan produksi minyaknya dan akan melakukan pendekatan yang lebih ketat terkait hal tersebut untuk memastikan para anggotanya melakukan apa yang sudah disepakati bersama.

"Kesepakatan itu mendukung harga minyak untuk pulih, sehingga diperkirakan bahwa harga minyak Brent bisa mengalami kenaikan hingga $50 per barel dari harga penutupan sebelumnya yaitu $42.30," katanya.

"Kami melihat kesepakatan yang bisa dicapai tersebut merupakan kerjasama yang baik antara Arab Saudi dan Rusia, yang dimana mereka berhasil untuk meminta Irak, Nigeria dan negara lainnya untuk memangkas produksi mereka."

Sentimen lain, sekelompok pembuat undang undang dari 8 negara demokrasi termasuk Amerika yang di mana mereka telah memutuskan untuk membuat aliansi untuk melawan apa yang selama ini mereka rasakan, yaitu ancaman terhadap pengaruh China terhadap perdagangan global, keamanan, dan hak asasi manusia.

"Mereka menyebut aliansi itu dengan sebuah nama keren yaitu, Inter-Parliamentary Alliance on China. Secara singkat IPAC merupakan sebuah kelompok lintas partai dari berbagai negara yang berusaha untuk melakukan reformasi tentang bagaimana negara demokratis untuk mendekati China."

Dari dalam negeri, pemerintah terus berupaya untuk melakukan pemulihan ekonomi nasional di mana stimulus pemulihan ekonomi terus diupayakan oleh pemerintah di saat penyebaran Covid-19.

Selain itu, Selasa besok 9 Juni, Pemerintah akan melakukan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara. Seri yang akan dilelang adalah sebagai berikut; SPN-S 10122020, PBS-002, PBS-026, PBS-023, PBS-022, dan PBS-005. Target indikatif sebesar Rp 7 triliun, mengacu data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan.


Pada Jumat pekan lalu, harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia terkoreksi setelah penguatan signifikan dalam 2 hari terakhir. Penurunan ini bahkan terjadi ketika Gubernur BI mengatakan adanya aliran modal asing ke pasar SBN.

Sebelumnya pada hari Rabu (3/5) obligasi pemerintah tenor 10 tahun menguat 6,23% dengan penurunan yield sebesar 45,00 bps. Sementara Kamis kemarin (4/5) harga obligasi juga menguat 3,15% dengan penurunan yield 22,10 bps.

Pada perdagangan Jumat, data Refinitiv menunjukkan koreksi harga surat utang negara (SUN) tercermin dari dua seri acuan (benchmark). Kedua seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun dan FR0082 bertenor 10 tahun, sementara FR0080 bertenor 15 tahun danFR0083 bertenor 20 tahun justru mengalami penguatan.

Seri acuan yang paling melemah hari ini adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 15,10 basis poin (bps) menjadi 6,654%. Sementara yang paling menguat adalah FR0080 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 0,20 bps. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.


Yield
Obligasi Negara Acuan 5 Juni'20

Seri

Jatuh tempo

Yield 4 Juni'20 (%)

Yield 5 Juni'20 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar PHEI 5 Juni'20 (%)

FR0081

5 tahun

6.503

6.654

15.10

6.6774

FR0082

10 tahun

7.005

7.074

6.90

7.0846

FR0080

15 tahun

7.539

7.537

-0.20

7.6124

FR0083

20 tahun

7.545

7.544

-0.10

7.5398

Sumber: Refinitiv

 

[Gambas:Video CNBC]

 




(tas/tas) Next Article Investor Hindari Aset Berisiko, Harga Obligasi RI Naik Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular