
Naik 88%, Minyak Jadi Jawara Komoditas Sepanjang Mei
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
05 June 2020 14:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Bulan Mei menjadi bulan berkah bagi harga-harga komoditas. Harga minyak mentah, CPO hingga batu bara kompak melesat seiring dengan melajunya ekonomi China diikuti dengan pelonggaran lockdown di berbagai negara di dunia.
Ekonomi global sedikit terpacu memasuki Mei. Hal ini tercermin dari data ekonomi di sektor manufaktur yang membaik. Angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur di negara-negara anggota G20 mengalami peningkatan walau masih mengalami kontraksi.
China saat ini memang memimpin pemulihan ekonomi. Maklum sebagai negara yang terjangkit pertama, China juga menjadi negara pertama yang mendeklarasikan diri terbebas dari belenggu wabah.
Memasuki bulan Maret jumlah kasus baru di China telah menurun drastis. Hal ini membuat China menjadi lebih leluasa untuk mencabut lockdown terutama di Provinsi Hubei, China bagian tengah yang jadi pusat wabah.
China merupakan negara importir komoditas yang terbesar di dunia, sehingga melajunya ekonomi China turut membawa berkah bagi harga-harga komoditas, terutama batu bara.
Aktivitas ekonomi China yang kembali secara perlahan membuat kebutuhan listrik untuk industri meningkat dibanding saat periode lockdown. Impor batu bara pun melesat. Di sepanjang bulan Mei harga batu bara meningkat 5,14%. Namun jika dibandingkan dengan komoditas yang lain yaitu minyak mentah dan CPO, kenaikan harga batu bara tak terlalu signifikan.
Ketegangan antara Canberra dengan Beijing soal investigasi asal muasal corona, kemungkinan China membatasi impor batu baranya yang sudah jor-joran, stok batu bara di India yang masih sangat tinggi hingga ketersediaan bahan bakar substitusi yang melimpah dan murah jadi ancaman bagi permintaan batu bara lintas laut (seaborne) di kawasan Asia Pasifik.
Minyak mentah menjadi komoditas yang mengalami kenaikan harga yang paling fantastis di bulan Mei. Maklum sebelumnya harga minyak sempat masuk ke zona negatif (untuk kontrak West Texas Intermediate). Masuk bulan Mei pelonggaran lockdown juga membuat permintaan terhadap bahan bakar sedikit membaik.
Dilihat dari sisi pasokan, Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ juga mulai menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi minyaknya sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd). Dua hal ini turut membantu fundamental pasar minyak.
Walau permintaan dinilai belum bisa meningkat drastis ditambah dengan masih ada negara OPEC+ seperti Iraq yang belum mematuhi pakta yang disepakati bersama terkait pemangkasan output, harga minyak mentah terus melambung.
Di bulan Mei harga minyak mentah Brent naik hingga 51,64% sementara harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) melesat lebih tinggi hingga 88,11%.
Melesatnya harga emas hitam juga bawa berkah bagi komoditas unggulan Negeri Jiran dan Indonesia yaitu CPO. Harga CPO ikut terangkat 9,43% sepanjang bulan lalu. CPO merupakan salah satu bahan baku pembuatan biodiesel yang jadi produk substitusi bahan bakar.
Anjloknya harga minyak yang sempat terjadi pada kuartal pertama tahun ini membuat penggunaan CPO untuk biodiesel menjadi kurang ekonomis, sehingga berpengaruh terhadap permintaan minyak nabati itu.
Jika pelonggaran terus dilakukan dan lonjakan kasus corona tidak dijumpai maka ekonomi bisa berangsur pulih. Permintaan terhadap komoditas bisa membaik dan turut membawa harga-harga komoditas kembali melambung.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article CPO ke Batu Bara & Minyak, Mana yang Paling 'Licin' Sepekan?
Ekonomi global sedikit terpacu memasuki Mei. Hal ini tercermin dari data ekonomi di sektor manufaktur yang membaik. Angka Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur di negara-negara anggota G20 mengalami peningkatan walau masih mengalami kontraksi.
China saat ini memang memimpin pemulihan ekonomi. Maklum sebagai negara yang terjangkit pertama, China juga menjadi negara pertama yang mendeklarasikan diri terbebas dari belenggu wabah.
Memasuki bulan Maret jumlah kasus baru di China telah menurun drastis. Hal ini membuat China menjadi lebih leluasa untuk mencabut lockdown terutama di Provinsi Hubei, China bagian tengah yang jadi pusat wabah.
China merupakan negara importir komoditas yang terbesar di dunia, sehingga melajunya ekonomi China turut membawa berkah bagi harga-harga komoditas, terutama batu bara.
Aktivitas ekonomi China yang kembali secara perlahan membuat kebutuhan listrik untuk industri meningkat dibanding saat periode lockdown. Impor batu bara pun melesat. Di sepanjang bulan Mei harga batu bara meningkat 5,14%. Namun jika dibandingkan dengan komoditas yang lain yaitu minyak mentah dan CPO, kenaikan harga batu bara tak terlalu signifikan.
Ketegangan antara Canberra dengan Beijing soal investigasi asal muasal corona, kemungkinan China membatasi impor batu baranya yang sudah jor-joran, stok batu bara di India yang masih sangat tinggi hingga ketersediaan bahan bakar substitusi yang melimpah dan murah jadi ancaman bagi permintaan batu bara lintas laut (seaborne) di kawasan Asia Pasifik.
Minyak mentah menjadi komoditas yang mengalami kenaikan harga yang paling fantastis di bulan Mei. Maklum sebelumnya harga minyak sempat masuk ke zona negatif (untuk kontrak West Texas Intermediate). Masuk bulan Mei pelonggaran lockdown juga membuat permintaan terhadap bahan bakar sedikit membaik.
Dilihat dari sisi pasokan, Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ juga mulai menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi minyaknya sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd). Dua hal ini turut membantu fundamental pasar minyak.
Walau permintaan dinilai belum bisa meningkat drastis ditambah dengan masih ada negara OPEC+ seperti Iraq yang belum mematuhi pakta yang disepakati bersama terkait pemangkasan output, harga minyak mentah terus melambung.
Di bulan Mei harga minyak mentah Brent naik hingga 51,64% sementara harga minyak mentah acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) melesat lebih tinggi hingga 88,11%.
Melesatnya harga emas hitam juga bawa berkah bagi komoditas unggulan Negeri Jiran dan Indonesia yaitu CPO. Harga CPO ikut terangkat 9,43% sepanjang bulan lalu. CPO merupakan salah satu bahan baku pembuatan biodiesel yang jadi produk substitusi bahan bakar.
Anjloknya harga minyak yang sempat terjadi pada kuartal pertama tahun ini membuat penggunaan CPO untuk biodiesel menjadi kurang ekonomis, sehingga berpengaruh terhadap permintaan minyak nabati itu.
Jika pelonggaran terus dilakukan dan lonjakan kasus corona tidak dijumpai maka ekonomi bisa berangsur pulih. Permintaan terhadap komoditas bisa membaik dan turut membawa harga-harga komoditas kembali melambung.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article CPO ke Batu Bara & Minyak, Mana yang Paling 'Licin' Sepekan?
Most Popular