
Pasien Covid RI Nyaris Tambah 1.000, New Normal BUMN Jadikah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah pasien positif virus corona (Covid-19) di Indonesia kembali menembus rekor baru harian. Pada Kamis kemarin (21/5/2020), jumlah pasien baru virus corona bertambah 973 orang atau nyaris 1.000 orang dan merupakan rekor tertinggi harian.
Juru Bicara Pemerintah Khusus Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan dengan total penambahan tersebut, jumlah pasien positif corona di Indonesia mencapai 20.162 orang. Dari jumlah itu, 4.838 orang sembuh dan 1.278 orang meninggal dunia.
"Karena hasil cepat dari pemeriksaan, maka jumlah yang positif meningkat 973 orang. Peningkatan ini luar biasa tertinggi," ujar Yuri, sapaan akrab Achmad Yurianto, dalam keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (21/5/2020).
Karena peningkatan tertinggi itu, Yuri meminta masyarakat untuk kembali ke hal mendasar, agar tidak tertular virus tersebut. "Maka mencuci tangan dengan sabun dan air ini harus dilakukan sesering mungkin setelah menyentuh barang-barang," kata Yuri.
"Bepergian bukan pilihan karena akan meningkatkan risiko tertular. Sekali lagi tidak mudik. Oleh karena itu, mari di dalam situasi sulit ini, kita harus bergandeng tangan," lanjutnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan salah satu alasan mengapa terjadi peningkatan signifikan pasien secara harian.
"Beberapa minggu ke depan merupakan masa kritis yang berpotensi dapat meningkatkan penyebaran kasus Covid-19 karena memasuki masa Idul Fitri, salat Id berjamaah, berkumpulnya masyarakat untuk silaturahmi, dan potensi arus mudik juga arus balik," kata Suharso Monoarfa dalam pernyataan resminya, Kamis (21/5).
Kurva kasus corona di Tanah Air belum melandai, malah ada kecenderungan naik. Ke depan, seperti kata Pak Menteri, sepertinya jumlah pasien positif corona bakal makin meningkat. Puncak pandemi virus corona di Indonesia sepertinya masih jauh.
Tim Riset CNBC Indonesia menganalisis, setidaknya ada dua alasan mengapa kasus corona di Ibu Pertiwi semakin bertambah dan puncak pandemi masih jauh dari pandangan. Pertama, pemerintah tengah menggenjot uji corona sehingga ke depan akan semakin banyak kasus yang muncul ke permukaan.
Harus diakui bahwa Indonesia memang tertinggal dalam hal uji corona. Mengutip data Worldometer per 21 Mei 2020, jumlah tes corona di Indonesia adalah 219.975.
Dengan jumlah populasi 273.192.339, berarti hanya 805 dari 1 juta penduduk yang sudah menjalani tes. Angka ini masih di bawah negara-negara ASEAN-6.
Kedua, seperti disampaikan Kepala Bappenas, risiko penyebaran virus corona di Indonesia sedang tinggi-tingginya karena kenaikan intensitas mobilitas masyarakat. Meski sudah ada anjuran untuk #dirumahaja, tetapi momentum Ramadan-Idul Fitri mungkin terlalu berharga untuk dilewatkan.
Di sejumlah pasar, terlihat warga menyemut untuk berbelanja kebutuhan lebaran. Belum lagi masih ada yang memberanikan diri untuk mudik ke kampung halaman, sebuah tradisi yang sudah mengakar puluhan atau bahkan ratusan tahun sejak masa kolonial Belanda.
Situasi ini membuat virus corona lebih mudah menyebar. Sama seperti di China, virus menyebar luas karena masyarakat Negeri Panda mudik untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
Mengutip data Social Distancing Index keluaran Citi, skor Indonesia pada 9 Mei adalah -39. Sepekan sebelumnya, nilai Indonesia berada di -40.
Social Distancing Index yang semakin menjauhi nol berarti masyarakat semakin berjarak. Dalam kasus Indonesia, jarak itu sepertinya malah semakin sempit, membuktikan bahwa terjadi kenaikan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia yang mempermudah virus untuk menyebar.
![]() |