
Garuda Indonesia Ajukan Perpanjangan Tenor Sukuk 3 Tahun
Monica Wareza, CNBC Indonesia
19 May 2020 18:16

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menyampaika sudah mengajukan permintaan untuk penundaan pembayaran sukuk globalnya senilai US$ 500 juta atau setara Rp 7,5 triliun (kurs Rp 15.000/US$) yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020. Upaya restrukturisasi ini dilakukan dengan memperpanjang tenor utang tersebut hingga tiga tahun ke depan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perusahaan telah menyampaikan permohonan persetujuan (consent solicitation) tersebut kepada pemegang sukuk. Selanjutnya proposal tersebut akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Sukuk yang akan dilaksanakan pada akhir masa grace period pada 10 Juni 2020 mendatang.
"Melalui permohonan persetujuan (consent solicitation) atas sukuk ini, Garuda Indonesia dapat memperkuat pengelolaan rasio likuiditas Perseroan di skala yang lebih favourable sehingga kami dapat mengoptimalkan upaya peningkatan kinerja Perseroan dengan lebih dinamis," kata Irfan dalam siaran persnya, Selasa (19/5/2020).
Adapun permohonan ini disampaikan melalui Singapore Exchange (SGX) dengan informasi keterbukaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Pandemi COVID-19 tidak dapat terelakan membawa dampak signifikan terhadap kinerja Perseroan. Namun demikian kami sangat optimistis, Perseroan dapat melewati fase ini dengan baik dan dapat semakin adaptif serta siap berakselerasi pada kondisi The New Normal ini dengan memastikan business continuity berjalan maksimal," lanjutnya.
Sebelumnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan negosiasi antara Garuda Indonesia dengan para sukuk holder ini dilakukan dengan skema B2B, tanpa bantuan pemerintah. Namun demikian, kementerian ini menyebut pemerintah akan memberikan bantuan likuiditas kepada perusahaan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan bantuan likuiditas ini berupa dana talangan senilai Rp 8,5 triliun yang bersifat pinjaman pemerintah dan harus dilunasi kembali oleh perusahaan.
"Yang bener kan ada penundaan pembayaran dan restrukturisasi global sukuk US$ 500 juta (ini tidak ada dukungan pemerintah, alias B2B). Dan skema dana talangan Rp 8,5 triliun yang masih dalam pembicaraan mekanismenya. Dana talangan ini dalam bentuk pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemerintah," kata Arya, Kamis (14/5/2020).
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman saat itu mengatakan, bantuan seperti apa yang akan diberikan masih dalam pembahasan secara intens.
"Ini lead-nya Kementerian BUMN, kami sedang pikirkan beberapa alternatif. Insya Allah untuk sukuk itu kan memang bulan Juni (jatuh tempo) kami sedang cari solusi untuk bantu Garuda," kata Luky melalui teleconference, Jumat (8/5/2020).
(hps/hps) Next Article Cerita Wamen BUMN 'Bersih-bersih' Garuda Saat Covid-19
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perusahaan telah menyampaikan permohonan persetujuan (consent solicitation) tersebut kepada pemegang sukuk. Selanjutnya proposal tersebut akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Sukuk yang akan dilaksanakan pada akhir masa grace period pada 10 Juni 2020 mendatang.
"Melalui permohonan persetujuan (consent solicitation) atas sukuk ini, Garuda Indonesia dapat memperkuat pengelolaan rasio likuiditas Perseroan di skala yang lebih favourable sehingga kami dapat mengoptimalkan upaya peningkatan kinerja Perseroan dengan lebih dinamis," kata Irfan dalam siaran persnya, Selasa (19/5/2020).
Adapun permohonan ini disampaikan melalui Singapore Exchange (SGX) dengan informasi keterbukaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebelumnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan negosiasi antara Garuda Indonesia dengan para sukuk holder ini dilakukan dengan skema B2B, tanpa bantuan pemerintah. Namun demikian, kementerian ini menyebut pemerintah akan memberikan bantuan likuiditas kepada perusahaan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan bantuan likuiditas ini berupa dana talangan senilai Rp 8,5 triliun yang bersifat pinjaman pemerintah dan harus dilunasi kembali oleh perusahaan.
"Yang bener kan ada penundaan pembayaran dan restrukturisasi global sukuk US$ 500 juta (ini tidak ada dukungan pemerintah, alias B2B). Dan skema dana talangan Rp 8,5 triliun yang masih dalam pembicaraan mekanismenya. Dana talangan ini dalam bentuk pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemerintah," kata Arya, Kamis (14/5/2020).
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman saat itu mengatakan, bantuan seperti apa yang akan diberikan masih dalam pembahasan secara intens.
"Ini lead-nya Kementerian BUMN, kami sedang pikirkan beberapa alternatif. Insya Allah untuk sukuk itu kan memang bulan Juni (jatuh tempo) kami sedang cari solusi untuk bantu Garuda," kata Luky melalui teleconference, Jumat (8/5/2020).
(hps/hps) Next Article Cerita Wamen BUMN 'Bersih-bersih' Garuda Saat Covid-19
Most Popular