
PDB Diramal Terendah 3 Abad, Poundsterling Malah Menguat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 May 2020 10:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) maupun rupiah pada perdagangan Jumat (8/5/2020) pagi, padahal pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PBD) Inggris diramal akan ambrol hingga ke level terendah 3 abad.
Pada pukul 9:20 WIB, poundsterling menguat 0,32% melawan dolar AS ke US$ 1,2401, sementara melawan rupiah menguat 0,52% ke Rp 18.613,9/GBP di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) mengumumkan kebijakan moneter pada hari Kamis (7/5/2020) kemarin, dan memberikan outlook perekonomian yang suram.
Bank sentral yang dipimpin oleh Andrew Bailey ini memberikan "skenario ilustratif" perekonomian Inggris di tahun ini, yang diprediksi menjadi yang terburuk dalam lebih dari 300 tahun terakhir.
Sepanjang triwulan I-2020, pertumbuhan ekonomi Inggris diprediksi minus alias berkontraksi 25%. Dampaknya sepanjang tahun 2020 kontraksi diramal sebesar 14%, atau yang terburuk sejak tahun 1706, berdasarkan data historis yang dimiliki BoE.
BoE kemarin mempertahankan suku bunga acuan sebesar 0,1%, tetapi menyatakan siap bertindak jika dibutuhkan untuk membantu perekonomian yang merosot akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Komite Kebijakan Moneter (Monetary Policy Committee/MPC) secara bulat memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,1%.
Sementara 7 dari 9 anggota komite memilih tetap mempertahankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar 200 miliar poundsterling, sehingga total QE yang digelontorkan BoE sebesar 645 miliar poundsterling. Sementara 2 anggota lainnya memilih untuk menambah QE 100 miliar.
Meski demikian, ekonomi Inggris diprediksi akan segera bangkit setelah lockdown dilonggarkan dan pandemi Covid-19 berhasil dihentikan.
Perekonomian diprediksi akan kembali tumbuh seperti sebelum dilanda Covid-19 pada semester II-2021, dan tumbuh 3% di tahun 2022.
Kabar baiknya, Inggris sudah berencana untuk melonggarkan lockdown pada pekan depan. Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, Rabu lalu mengatakan pelonggaran lockdown bisa dilakukan pada Senin (11/5/2020) pagi.
"Kami ingin, jika kami bisa, untuk melonggarkan lockdown pada hari Senin" kata PM Johnson di hadapan Parlemen Inggris, sebagaimana dilansir CNBC International.
PM Johnson menambahkan akan mengumumkan pelonggaran lockdown pada hari Minggu (10/5/2020) nanti.
Rencana pelonggaran lockdown tersebut, plus sentimen pelaku pasar yang sedang membaik membuat poundsterling menguat pagi ini.
Meski demikian, mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini menghadapi tantangan berat di bulan ini.
Poundsterling menghadapi fenomena 'Sell in May' alias selalu mengalami aksi jual dan mencatat kinerja buruk sepanjang bulan Mei.
Dalam 10 tahun terakhir, nilai tukar poundsterling selalu melemah melawan dolar AS di bulan Mei. Masih belum jelas apa yang menjadi penyebab fenomena tersebut, tetapi data menunjukkan pada periode 2010-2019 poundsterling selalu melemah di bulan Mei.
Pelemahan terbesar terjadi di Mei 2012 ketika mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini ini merosot 5,1%. Sementara pelemahan terkecil terjadi pada Mei 2015 sebesar 0,4%.
Pada pukul 9:20 WIB, poundsterling menguat 0,32% melawan dolar AS ke US$ 1,2401, sementara melawan rupiah menguat 0,52% ke Rp 18.613,9/GBP di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) mengumumkan kebijakan moneter pada hari Kamis (7/5/2020) kemarin, dan memberikan outlook perekonomian yang suram.
Sepanjang triwulan I-2020, pertumbuhan ekonomi Inggris diprediksi minus alias berkontraksi 25%. Dampaknya sepanjang tahun 2020 kontraksi diramal sebesar 14%, atau yang terburuk sejak tahun 1706, berdasarkan data historis yang dimiliki BoE.
BoE kemarin mempertahankan suku bunga acuan sebesar 0,1%, tetapi menyatakan siap bertindak jika dibutuhkan untuk membantu perekonomian yang merosot akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Komite Kebijakan Moneter (Monetary Policy Committee/MPC) secara bulat memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 0,1%.
Sementara 7 dari 9 anggota komite memilih tetap mempertahankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar 200 miliar poundsterling, sehingga total QE yang digelontorkan BoE sebesar 645 miliar poundsterling. Sementara 2 anggota lainnya memilih untuk menambah QE 100 miliar.
Meski demikian, ekonomi Inggris diprediksi akan segera bangkit setelah lockdown dilonggarkan dan pandemi Covid-19 berhasil dihentikan.
Perekonomian diprediksi akan kembali tumbuh seperti sebelum dilanda Covid-19 pada semester II-2021, dan tumbuh 3% di tahun 2022.
Kabar baiknya, Inggris sudah berencana untuk melonggarkan lockdown pada pekan depan. Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, Rabu lalu mengatakan pelonggaran lockdown bisa dilakukan pada Senin (11/5/2020) pagi.
"Kami ingin, jika kami bisa, untuk melonggarkan lockdown pada hari Senin" kata PM Johnson di hadapan Parlemen Inggris, sebagaimana dilansir CNBC International.
PM Johnson menambahkan akan mengumumkan pelonggaran lockdown pada hari Minggu (10/5/2020) nanti.
Rencana pelonggaran lockdown tersebut, plus sentimen pelaku pasar yang sedang membaik membuat poundsterling menguat pagi ini.
Meski demikian, mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini menghadapi tantangan berat di bulan ini.
Poundsterling menghadapi fenomena 'Sell in May' alias selalu mengalami aksi jual dan mencatat kinerja buruk sepanjang bulan Mei.
Dalam 10 tahun terakhir, nilai tukar poundsterling selalu melemah melawan dolar AS di bulan Mei. Masih belum jelas apa yang menjadi penyebab fenomena tersebut, tetapi data menunjukkan pada periode 2010-2019 poundsterling selalu melemah di bulan Mei.
Pelemahan terbesar terjadi di Mei 2012 ketika mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini ini merosot 5,1%. Sementara pelemahan terkecil terjadi pada Mei 2015 sebesar 0,4%.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular