Newsletter

Kala Daya Tahan Negara BRICS+ 'Ditentukan' Cadev RI Hari Ini

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 May 2020 06:27
IHSG
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada Rabu (6/5/2020), dengan pelemahan di bursa saham dan obligasi, tetapi rupiah menguat. Hari ini, energi penguatan yang tertunda akibat libur kemarin bakal menunjukkan efeknya.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi kedua kemarin dengan terkonsolidasi tipis, alias turun 0,46%, ke 4.608,79. Indeks saham sektor pertambangan menjadi penahan laju koreksi, dengan mencatatkan penguatan sebesar 0,89% mengikuti ekspektasi normalisasi harga minyak mentah dunia.

Bursa Asia juga bergerak variatif di tengah ekspektasi pelonggaran karantina wilayah (lockdown) di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, Spanyol, Portugal, Belanda, dan Italia. Indeks saham Shanghai naik 0,6%, Strait Times Singapura menguat 0,75% tetapi indeks bursa Malaysia melemah 0,9%.



Di Indonesia, investor asing masih ogah memburu saham di PT Bursa Efek Indonesia, terlihat dari transaksi jual bersih asing (net sell) yang terus meningkat selama sesi 2 yaitu sebanyak Rp 347 miliar.

Hal serupa juga terjadi di pasar obligasi dimana pelemahan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari tiga seri acuan (benchmark), yakni FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah hari ini adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan imbal hasil (yield) sebesar 6,10 basis poin (bps) menjadi 7,52%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.

Sementara itu, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS meski menghabiskan mayoritas perdagangan di zona merah. Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,13% dan membesar hingga 0,43% di Rp 15.095/US$ yang menjadi level terlemah kemarin.

Penguatan baru terjadi di menit-menit terakhir perdagangan, hingga berakhir di level Rp 14.980/US$ atau menguat 0,33% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Ini menjadikan rupiah sebagai jawara Asia, di mana mayoritas mata uang utama mengalami pelemahan pada pukul 15:03 WIB.

Namun di pasar offshore, rupiah pada Kamis kemarin diperdagangkan melemah kembali ke atas level psikologis US$ 15.000 per dolar AS.



[Gambas:Video CNBC]



Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup ke zona hijau pada perdagangan Kamis (7/5/2020), masih ditopang ekspektasi pelonggaran karantina wilayah (lockdown) di Negara Adidaya tersebut bakal membantu menggulirkan kembali perekonomian.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 211,25 poin (+0,9%) menjadi 23.875,89 dan S&P 500 menguat 1,2% ke 2.881,19. Sementara itu, indeks Nasdaq mencetak kenaikan hari keempatnya dengan melesat 1,4% ke 8.979,66 menyusul reli saham-saham teknologi.

Indeks saham sektor teknologi menguat 1,4% menjadi 8.979,66 dengan kenaikan saham Apple sebesar 1%. Saham Facebook dan Amazon, serta Alphabet sama-sama menguat sebesar 0,1%.

Saham-saham yang akan selama ini dirugikan akibat kebijakan lockdown pun kembali menguat, seperti misalnya jaringan hotel Hilton Worldwide yang naik 1,6% dan pengelola resor hiburan MGM Resorts yang melesat 7,3%.

"Pasar saham, sebagai indikator pendahuluan, sedang mengirimkan pesan bahwa ada skenario perekonomian tidak semenakutkan seperti yang anda baca di pemberitaan," tutur Tom Wright, Direktur Saham JMP Securities, sebagaimana dikutip CNBC International

Penguatan itu terjadi bahkan setelah AS mencatatkan tambahan pengangguran sebanyak 3,17 juta orang pada pekan lalu, sehingga total penganggur akibat pandemi COVID-19 dalam 7 pekan terakhir menembus angka 33,5 juta otang.

Beberapa negara bagian yang mulai membuka kembali perekonomian mereka adalah California, New York, dan Georgia yang mulai mengizinkan pengoperasian kembali beberapa bisnis non-esensial.

Di sisi lain, China melaporkan kinerja ekspor April yang melampaui ekspektasi. Data Bea Cukai Negeri Panda tersebut mencatat ekspor naik 3,5% pada April, atau menampar proyeksi ekonom dalam polling Reuters yang memperkirakan koreksi sebesar 15,7%.

Data ini menunjukkan bahwa efek buruk pandemi COVID-19 terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut cepat terserap, sehingga membagikan optimisme bahwa hal serupa bakal terjadi di negara-negara lain di dunia.

Hari ini, sentimen bursa masih aman-aman saja. Wall Street menghijau, bursa Asia juga diperdagangkan variatif kemarin ketika bursa nasional libur memperingati Hari Raya Waisak.

Oleh karena itu, investor kemungkinan besar menyimpan gelora mengambil risiko (risk appetite) yang tertunda kemarin, untuk disalurkan pada hari ini. Aset saham sebagai instrumen investasi dengan keuntungan tinggi (dan risiko tinggi) pun menjadi sasaran utama.

Apalagi, di Indonesia wacana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kian nyata, dengan munculnya kajian dari Kementerian Perekonomian mengenai tahapan pembukaan PSBB yang akan dimulai pada Juni, bulan depan. Ini memberikan harapan ekonomi akan bergulir kembali dan kinerja emiten pun berangsur kembali normal

Khusus hari ini, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan cadangan devisa (cadev) yang semestinya membagikan kabar positif, terutama jika dikaitkan dengan konstalasi perekonoman global sekarang yang sedang jatuh terjangkit virus pandemi COVID-19.

Tradingeconomics memperkirakan cadangan devisa nasional akan meningkat menjadi US$ 131,1 miliar, dari posisi bulan sebelumnya US$ 121,2 miliar. Peningkatan cadev ini wajar terjadi, mengingat pemerintah pada April lalu menerbitkan obligasi global senilai US$ 4,3 miliar (sekitar Rp 69 triliun).

Jika kita melihat dalam skala yang lebih besar, rilis cadev tersebut bakal membentuk simpulan yang lebih prospektif karena menunjukkan daya tahan negara-negara yang berkontribusi besar terhadap ekonomi dunia masih sangat aman.

Harap dicatat, Rusia telah mengumumkan cadangan devisanya April pada Kamis kemarin. Negeri Kalashnikov ini mencatatkan kenaikan cadangan devisa dari US$ 563,5 miliar pada Maret menjadi US$ 569,8 miliar pada April. Masih aman.

China juga telah mengumumkan cadangan devisa April yang meningkat menjadi US$ 3,09 triliun, atau melampaui proyeksi dalam polling Revinitif sebesar US$ 3,05 triliun. Pada Maret, posisi cadev berada di level US$3,06 triliun. Sangat-sangat aman.

Kita tentu masih ingat dengan terminologi BRICS yang diperkenalkan oleh Goldman Sachs Asset Management pada tahun 2001, untuk menyebut negara dengan pasar yang bertumbuh pesat (emerging market) dan ukuran ekonominya cukup besar untuk mempengaruhi situasi global.

Saat itu, dari empat negara yakni Brazil, Rusia, India, dan China, Afrika Selatan (Afsel) menyusul pada 2010 atas sponsor China. Belakangan pada tahun 2011, Goldman Sachs membuat istilah "growth market" untuk menyebut pasar potensial di delapan negara dunia, yakni BRICS plus Meksiko, Korsel, Turki, dan Indonesia.

Dinamika negara dengan pasar paling potensial ini seringkali disorot dalam radar ekonom dunia, sehingga mereka mendapat porsi perhatian serius ketika terjadi gejolak global, seperti misalnya ketika Indonesia dan beberapa negara di dalam himpunan tersebut terkena goncangan kebijakan taper tantrum pada 2013.

Ketika bank sentral AS menyuarakan penghentian kebijakan moneter ekstra longgar, yang semula menjadi pemicu masuknya dana berlebih AS ke negara-negara tersebut, maka terjadilah pembalikan modal (capital ouflow), utamanya di lima negara tersebut yang dijuluki Fragile Five. Indonesia masuk di dalamnya bersama India, Afsel, Brazil, dan Turki. 

Kita masih memantau posisi cadev Afsel yang juga bakal diumumkan hari ini. Tradingeconomics memperkirakan posisinya bakal tertekan menjadi US$ 50 miliar, dari sebelumnya US$52,4 miliar. 

Namun jika melihat tren secara umum, posisi cadev negara-negara BRICS+ menunjukkan amunisi bank sentral mereka masih cukup aman, sehingga membantu memperkuat keyakinan investor global. They are less fragile five!
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini
  • Rilis cadangan devisa Bank Indonesia per April (07:00)
  • Rilis cadangan devisa Afrika Selatan (13:00 WIB)
  • Rilis Neraca Pembayaran Indonesia per kuartal I-2020 (16:00)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q1-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (April 2020 YoY)

2,67%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (April 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN-P 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (April 2020)

US$ 121 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular