
Semua Mata hingga Semua Market Tertuju pada China (Lagi)
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 May 2020 21:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada Rabu (6/5/2020), dengan pelemahan di bursa saham dan obligasi, tetapi rupiah menguat. Hari ini, angin sentimen bakal bertiup dari China menyusul rilis neraca perdagangan dan indikator kinerja sektor non-manufakturnya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi kedua kemarin dengan terkonsolidasi tipis, alias turun 0,46%, ke 4.608,79. Indeks saham sektor pertambangan menjadi penahan laju koreksi, dengan mencatatkan penguatan sebesar 0,89% mengikuti ekspektasi normalisasi harga minyak mentah dunia.
Bursa Asia juga bergerak variatif di tengah ekspektasi pelonggaran karantina wilayah (lockdown) di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, Spanyol, Portugal, Belanda, dan Italia. Indeks saham Shanghai naik 0,6%, Strait Times Singapura menguat 0,75% tetapi indeks bursa Malaysia melemah 0,9%.
Di Indonesia, investor asing masih ogah memburu saham di PT Bursa Efek Indonesia, terlihat dari transaksi jual bersih asing (net sell) yang terus meningkat selama sesi 2 yaitu sebanyak Rp 347 miliar.
Hal serupa juga terjadi di pasar obligasi dimana pelemahan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari tiga seri acuan (benchmark), yakni FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah hari ini adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan imbal hasil (yield) sebesar 6,10 basis poin (bps) menjadi 7,52%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Sementara itu, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS meski menghabiskan mayoritas perdagangan di zona merah. Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,13% dan membesar hingga 0,43% di Rp 15.095/US$ yang menjadi level terlemah kemarin.
Penguatan baru terjadi di menit-menit terakhir perdagangan, hingga berakhir di level Rp 14.980/US$ atau menguat 0,33% di pasar spot, melansir data Refinitiv. ni menjadikan rupiah sebagai jawara Asia, di mana mayoritas mata uang utama mengalami pelemahan pada pukul 15:03 WIB.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sesi kedua kemarin dengan terkonsolidasi tipis, alias turun 0,46%, ke 4.608,79. Indeks saham sektor pertambangan menjadi penahan laju koreksi, dengan mencatatkan penguatan sebesar 0,89% mengikuti ekspektasi normalisasi harga minyak mentah dunia.
Bursa Asia juga bergerak variatif di tengah ekspektasi pelonggaran karantina wilayah (lockdown) di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Jerman, Spanyol, Portugal, Belanda, dan Italia. Indeks saham Shanghai naik 0,6%, Strait Times Singapura menguat 0,75% tetapi indeks bursa Malaysia melemah 0,9%.
Hal serupa juga terjadi di pasar obligasi dimana pelemahan harga surat utang negara (SUN) tercermin dari tiga seri acuan (benchmark), yakni FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah hari ini adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan imbal hasil (yield) sebesar 6,10 basis poin (bps) menjadi 7,52%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Sementara itu, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS meski menghabiskan mayoritas perdagangan di zona merah. Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,13% dan membesar hingga 0,43% di Rp 15.095/US$ yang menjadi level terlemah kemarin.
Penguatan baru terjadi di menit-menit terakhir perdagangan, hingga berakhir di level Rp 14.980/US$ atau menguat 0,33% di pasar spot, melansir data Refinitiv. ni menjadikan rupiah sebagai jawara Asia, di mana mayoritas mata uang utama mengalami pelemahan pada pukul 15:03 WIB.
Pages
Most Popular