
Semua Mata hingga Semua Market Tertuju pada China (Lagi)
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
07 May 2020 21:30

China belakangan menjadi sorotan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuding pemerintah Negeri Tirai Bambu tersebut "melakukan kesalahan besar" sehingga menyebabkan pandemi COVID-19 dan memukul Negara Adidaya tersebut.
Beijing dengan tegas membantah tudingan tanpa basis tersebut. Namun, Trump terus mengeluarkan retorika agresif dan bahkan sempat menyinnggung-nyungging soal pengenaan sanksi berupa tarif di samping kebijakan lainnya.
Retorika politik tersebut sempat membuat pasar global tertekan, sebelum kemudian menguat lagi karena ekspektasi pelonggaran karantina wilayah (lockdown) bakal memicu normalisasi ekonomi global.
Hari ini, pandangan investor bakal kembali tertuju pada China menyusul rilis data penting yang bakal memberikan gambaran mengenai prospek negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia tersebut.
Pertama, data Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) versi Caixin untuk sektor jasa di China per April akan dirilis. Data ini bakal memberi gambaran ekspektasi pelaku usaha non-manufaktur pasca-pandemi.
Polling Tradingeconomics memperkirakan angka indeks akan membaik meski masih berada di zona kontraksi (di bawah angka 50), yakni pada level 47,7 (dibanding periode sebelumnya pada 43). Jika benar adanya, ini bakal menjadi indikator bahwa China mulai menggeliat pasca pelonggaran lockdown pada pertengahan bulan lalu.
Kedua, ada data neraca perdagangan China per April yang prediksinya berujung pada dua kutub. Kutub negatif muncul di proyeksi Tradingeconomics yang memperkirakan Negeri Panda bisa mencatatkan defisit US$7,3 miliar, berbalik tajam dari surplus US$19,9 miliar pada periode sebelumnya.
(ags/ags)
Retorika politik tersebut sempat membuat pasar global tertekan, sebelum kemudian menguat lagi karena ekspektasi pelonggaran karantina wilayah (lockdown) bakal memicu normalisasi ekonomi global.
Pertama, data Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) versi Caixin untuk sektor jasa di China per April akan dirilis. Data ini bakal memberi gambaran ekspektasi pelaku usaha non-manufaktur pasca-pandemi.
Polling Tradingeconomics memperkirakan angka indeks akan membaik meski masih berada di zona kontraksi (di bawah angka 50), yakni pada level 47,7 (dibanding periode sebelumnya pada 43). Jika benar adanya, ini bakal menjadi indikator bahwa China mulai menggeliat pasca pelonggaran lockdown pada pertengahan bulan lalu.
Kedua, ada data neraca perdagangan China per April yang prediksinya berujung pada dua kutub. Kutub negatif muncul di proyeksi Tradingeconomics yang memperkirakan Negeri Panda bisa mencatatkan defisit US$7,3 miliar, berbalik tajam dari surplus US$19,9 miliar pada periode sebelumnya.
Sebaliknya, polling Revinitif memperkirakan China masih akan surplus US$ 6,35 miliar. Namun, semakin banyak pelaku pasar menunjukkan pesmisme mereka terlihat dari penurunan angka hasil polling tersebut jika dibandingkan dengan hasil polling awal, yang berujung pada prediksi surplus senilai US$ 9 miiliar.
Di luar dua data tersebut, pandangan dunia kembali mengarah ke China setelah Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization /WHO) mengumumkan bahwa pihaknya sedang melakukan pembicaraan dengan China untuk mengirim misi lanjutan guna menginvestigasi sumber dari pandemi virus nCov-2019.
Kepala Bidang Zoonosis dan Penyakit WHO Dr. Maria Van Kerkhove pada Rabu mengatakan bahwa saat ini sangat penting untuk menentukan dari spesies apa virus tersebut muncul.
“Kami berdiskusi dengan mitra di China untuk misi lanjutan yang akan lebih bersifat akademis dalam fokusnya dan sangat terfokus mencari tahu apa yang terjadi pada eksposur dengan beberapa hewan sehingga bisa melihat pendekatan baru untuk menemukan sumber zoonotik,” tuturnya dalam konferensi pers di Jenewa, dikutip CNBC International.
Pejabat WHO sebelumnya mengatakan bahwa virus jenis corona tersebut muncul dari pasar tradisional Wuhan, China, dan diduga berasal dari kelelawar yang kemudian kompat ke “inang perantara" sebelum menginfeksi manusia. Namun, ilmuwan terus melakukan tes belum ada hasil final mengenai inang di balik pandemi ini.
Investigasi WHO ini menjadi semacam jawaban atas kegusaran Trump terhadap China. Saat ini, mengacu pada data Worldometers, jumlah kasus terinfeksi Covid-19 mencapai lebih dari 3,7 juta orang, dengan angka kematian sebanyak lebih dari 260.000 korban jiwa.
Di luar dua data tersebut, pandangan dunia kembali mengarah ke China setelah Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization /WHO) mengumumkan bahwa pihaknya sedang melakukan pembicaraan dengan China untuk mengirim misi lanjutan guna menginvestigasi sumber dari pandemi virus nCov-2019.
Kepala Bidang Zoonosis dan Penyakit WHO Dr. Maria Van Kerkhove pada Rabu mengatakan bahwa saat ini sangat penting untuk menentukan dari spesies apa virus tersebut muncul.
“Kami berdiskusi dengan mitra di China untuk misi lanjutan yang akan lebih bersifat akademis dalam fokusnya dan sangat terfokus mencari tahu apa yang terjadi pada eksposur dengan beberapa hewan sehingga bisa melihat pendekatan baru untuk menemukan sumber zoonotik,” tuturnya dalam konferensi pers di Jenewa, dikutip CNBC International.
Pejabat WHO sebelumnya mengatakan bahwa virus jenis corona tersebut muncul dari pasar tradisional Wuhan, China, dan diduga berasal dari kelelawar yang kemudian kompat ke “inang perantara" sebelum menginfeksi manusia. Namun, ilmuwan terus melakukan tes belum ada hasil final mengenai inang di balik pandemi ini.
Investigasi WHO ini menjadi semacam jawaban atas kegusaran Trump terhadap China. Saat ini, mengacu pada data Worldometers, jumlah kasus terinfeksi Covid-19 mencapai lebih dari 3,7 juta orang, dengan angka kematian sebanyak lebih dari 260.000 korban jiwa.
Pages
Most Popular