
Perumnas Gagal Bayar MTN, BPK Endus Masalah Keuangan di 2018
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
29 April 2020 13:48

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) mengumumkan penundaan pembayaran pokok kepada pemegang surat utang jangka menengah atau Medium Term Note (MTN) I Perum Perumnas Tahun 2017 Seri A yang seharusnya jatuh tempo pada 28 April 2020 senilai Rp 200 miliar.
Alhasil, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) langsung menurunkan peringkat surat utang tersebut menjadi idD (Defaulft) alias gagal bayar. Sedangkan, rating korporasi juga direvisi menjadi Selective Default (idSD) dari sebelumnya idBBB+ yang berlaku mulai 28 April hingga 1 Oktober 2020.
CNBC Indonesia mencatat, sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah mengendus sejumlah temuan di perusahaan-perusahaan pelat merah dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-2018. Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pendapatan, biaya, dan investasi BUMN mengungkapkan 376 temuan yang memuat 655 permasalahan.
Dari temuan itu, salah satu yang mendapat sorotan adalah Perum Perumnas yang memiliki piutang usaha yang berpotensi tidak tertagih senilai Rp 184,62 miliar.
Angka tersebut terdiri atas piutang usaha perorangan (kekurangan uang muka, kelebihan luas tanah, dan cicilan tunai rumah dan kavling tanah matang), piutang usaha badan/instansi, piutang Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP)/Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dan piutang Kerja Sama Usaha (KSU).
Tidak hanya itu, BPK juga mencatat, Perumnas belum melakukan kajian secara memadai atas kegiatan kerja sama pembangunan dan penjualan rumah di Kabupaten Samosir, pembangunan rusun pengganti pada Proyek Sukaramai Medan, dan penyertaan modal. Akibatnya, Perumnas terbebani biaya tambahan.
Secara terpisah, Analis Pefindo, Christyanto Wijaya dan Yogie Surya Perdana menjelaskan, penurunan rating ini Perum Perumnas tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan operasi bisnis dan kinerja penjualan perusahaan pada tahun 2020 melambat.
Pefindo juga merevisi peringkat MTN II/ 2016, MTN III/ 2016, MTN IV/ 2016, MTN I/ 2017 Seri B, MTN III / 2018, MTN III / 2019, MTN I / 2019, MTN IV / 2019, MTN V/2019, MTN VI / 2019, MTN VIII / 2019, dan MTN IX / 2019 menjadi idCCC dari sebelumnya idBBB+.
"Surat utang dengan peringkat idCCC rentan gagal bayar dan tergantung pada kondisi bisnis dan keuangan yang menguntungkan bagi penerbit obligasi untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya," tulis Pefindo, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (29/4/2020).
Mengacu laporan keuangan perusahaan terlansir hingga periode 31 Desember 2019, total penjualan Perum Perumnas mencapai Rp 855 miliar, terkoreksi 67,94% dari tahun sebelumnya Rp 2,66 triliun.
Total utang perusahaan mengalami kenaikan 24,23% menjadi Rp 4,82 triliun dari tahun sebelumnya Rp 3,65 triliun. EBITDA marjin pada tahun 2019 tercatat minus 1,3% dari tahun sebelumnya masih positif 22,6% Perusahaan juga mencatatkan kerugian bersih Rp 408 miliar dari tahun lalu laba Rp 305,8 miliar.
(hps/hps) Next Article Perumnas Gagal Bayar MTN Rp 200 M
Alhasil, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) langsung menurunkan peringkat surat utang tersebut menjadi idD (Defaulft) alias gagal bayar. Sedangkan, rating korporasi juga direvisi menjadi Selective Default (idSD) dari sebelumnya idBBB+ yang berlaku mulai 28 April hingga 1 Oktober 2020.
CNBC Indonesia mencatat, sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah mengendus sejumlah temuan di perusahaan-perusahaan pelat merah dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II-2018. Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pendapatan, biaya, dan investasi BUMN mengungkapkan 376 temuan yang memuat 655 permasalahan.
Angka tersebut terdiri atas piutang usaha perorangan (kekurangan uang muka, kelebihan luas tanah, dan cicilan tunai rumah dan kavling tanah matang), piutang usaha badan/instansi, piutang Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP)/Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dan piutang Kerja Sama Usaha (KSU).
Tidak hanya itu, BPK juga mencatat, Perumnas belum melakukan kajian secara memadai atas kegiatan kerja sama pembangunan dan penjualan rumah di Kabupaten Samosir, pembangunan rusun pengganti pada Proyek Sukaramai Medan, dan penyertaan modal. Akibatnya, Perumnas terbebani biaya tambahan.
Secara terpisah, Analis Pefindo, Christyanto Wijaya dan Yogie Surya Perdana menjelaskan, penurunan rating ini Perum Perumnas tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan operasi bisnis dan kinerja penjualan perusahaan pada tahun 2020 melambat.
Pefindo juga merevisi peringkat MTN II/ 2016, MTN III/ 2016, MTN IV/ 2016, MTN I/ 2017 Seri B, MTN III / 2018, MTN III / 2019, MTN I / 2019, MTN IV / 2019, MTN V/2019, MTN VI / 2019, MTN VIII / 2019, dan MTN IX / 2019 menjadi idCCC dari sebelumnya idBBB+.
"Surat utang dengan peringkat idCCC rentan gagal bayar dan tergantung pada kondisi bisnis dan keuangan yang menguntungkan bagi penerbit obligasi untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjangnya," tulis Pefindo, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (29/4/2020).
Mengacu laporan keuangan perusahaan terlansir hingga periode 31 Desember 2019, total penjualan Perum Perumnas mencapai Rp 855 miliar, terkoreksi 67,94% dari tahun sebelumnya Rp 2,66 triliun.
Total utang perusahaan mengalami kenaikan 24,23% menjadi Rp 4,82 triliun dari tahun sebelumnya Rp 3,65 triliun. EBITDA marjin pada tahun 2019 tercatat minus 1,3% dari tahun sebelumnya masih positif 22,6% Perusahaan juga mencatatkan kerugian bersih Rp 408 miliar dari tahun lalu laba Rp 305,8 miliar.
(hps/hps) Next Article Perumnas Gagal Bayar MTN Rp 200 M
Most Popular