Moody's: Jepang & Singapura Paling Terpukul Wabah Corona

Savira Wardoyo, CNBC Indonesia
28 April 2020 17:36
Wisata Jepang
Foto: courtesy CNBC International

Jakarta, CNBC Indonesia - Analis lembaga rating global Moody's menilai Jepang dan Singapura menjadi dua negara di Asia yang paling terpukul dan harus berjuang melalui badai Covid-19 yang menghantam ekonomi.

Steve Cochrane, Kepala Ekonom Moody's Asia Pacific, mengatakan ekonomi 
Singapura dan Jepang sudah terlihat melemah bahkan sebelum wabah Covid-19 mendera dan menjadi tak terkendali dalam sebulan terakhir. Pemberlakuan karantina wilayah atau lockdown guna mencegah penyebaran virus corona juga kian memperburuk masalah ekonomi di dua negara tersebut.

Data resmi di Jepang menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Negeri Sakura menyusut sebesar 6,3% dari tahun ke tahun dalam 3 bulan hingga Desember 2019, sementara perkiraan awal menunjukkan ekonomi Singapura akan mengalami kontraksi 2,2% pada kuartal I yang berakhir pada Maret lalu.

"Memasuki pandemi ini, Jepang sudah resesi, [pertumbuhan ekonomi] kuartal pertama untuk Singapura sangat lemah, saya pikir kuartal ini akan lebih sulit bagi Singapura dengan adanya aturan lockdown," kata Cochrane kepada CNBC dalam program Squawk Box Asia, dikutip Selasa (28/4/2020).


"Kemudian ada potensi di Jepang, jika coronavirus menyebar lebih parah, mungkin lockdown semakin diperketat lagi daripada lockdown yang diberlakukan Jepang saat ini," tambahnya.

Lonjakan kasus baru
CNBC International mencatat, jika melihat dari awal mula munculnya wabah asal Wuhan ini, Singapura dan Jepang merupakan negara pertama yang terpapar virus corona di luar China, dengan lebih dari 13.000 orang terinfeksi. Jumlah ini yang tertinggi di Asia, menurut data Universitas Johns Hopkins.

Tetapi tak seperti China yang mulai terkendali situasinya dalam beberapa pekan terakhir, Jepang dan Singapura justru mengalami lonjakan kasus baru pasien positif Covid-19.

Menanggapi hal ini, pemerintah Singapura memperpanjang aturan lockdown yang mencakup penutupan sekolah dan kantor-kantor. Di Jepang, pemerintah juga menetapkan keadaan darurat nasional guna mendesak warganya agar tetap berada di rumah, namun di satu sisi masih memperbolehkan beberapa usaha tetap beroperasi.

Cochrane menegaskan kondisi ekonomi yang memburuk seperti yang dihadapi Jepang dan Singapura ini menjadi salah satu alasan mengapa pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik akan mengalami tekanan di kuartal kedua.


"Artinya, ekonomi yang terhenti di Asia Tenggara dan tren ekspor yang sangat melambat di Asia Utara, akan menjadi kuartal yang sulit, untuk seluruh wilayah APAC [Asia Pasifik]," katanya.

Pernyataan Cochrane muncul ketika Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa untuk pertama kalinya dalam 60 tahun terakhir, Asia yang menjadi salah satu wilayah yang tumbuh pesat tapi di masa pandemi ini tidak akan mencatat pertumbuhan ekonomi alias negatif.

IMF-WBFoto: Doc IMF
IMF-WB


"Masa yang sangat tidak pasti dan menantang bagi ekonomi global. Wilayah Asia-Pasifik tidak terkecuali," kata Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Changyong Rhee, dikutip dari Reuters, Kamis (16/4/2020).

Bahkan, ekonomi Asia bakal nol tahun ini. Lebih buruk dari pertumbuhan saat krisis keuangan global tahun 2008 yakni 4,7% dan krisis keuangan Asia tahun 1990 yakni 1,3%.

"Tidak seperti krisis keuangan global yang dipicu runtuhnya Lehman Brothers, pandemi ini langsung menghantam sektor jasa kawasan dengan memaksa rumah tangga tinggal di rumah dan toko tutup," kata IMF lagi.


[Gambas:Video CNBC]




(tas/tas) Next Article Waspada, Jepang Terancam Resesi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular