Yang Lain Ketat, Bank Mega Jaga Likuiditas Longgar
Arif Gunawan & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
24 April 2020 17:08

Jakarta, CNBC Indonesia- Pandemi COVID-19 memukul berbagai sektor baik dari kesehatan, sosial, hingga perekonomian dari global hingga nasional. Ekonomi global diperkirakan akan mengalami konstraksi yang sangat dalam tahun ini, dan berimbas pada industri perbankan.
Meski demikian PT Bank Mega Tbk (MEGA) mampu mencatatkan pertumbuhan kredit 23,2% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 29%. Bank BUKU 3 ini mencetak Rp 53,67 triliun pada Maret 2020, dibandingkan Maret 2019 senilai Rp 43,57 triliun. Sementara DPK pada Maret 2020 tercatat melesat hampir 30% menjadi Rp 76,06 triliun, dibandingkan periode yang sama 2019 senilai Rp 58,96 triliun.
Tim Riset CNBC Indonesia mencatat prospek Bank Mega hingga akhir tahun ketika dampak wabah corona terakumulasi, jika dilihat dari sisi fundamental, yakni permodalan dan likuiditas. Dua hal inilah yang menentukan sebuah bank bisa bertahan atau gagal dalam situasi krisis. Keduanya adalah parameter utama yang dipakai regulator dalam stress test (uji ketahanan bank lewat simulasi krisis)
Hingga Maret 2020, Bank Mega mencatat permodalan masih terbukti kokoh dengan Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) di level 24,7%, atau tumbuh dari capaian pada Maret 2019 di level 24,25%. Ini lebih besar dari tren industri yang mencatatkan CAR per Februari 2020 sebesar 22,3%.
Angka itu jauh lebih sehat jika mengacu pada standar minimal yang diatur Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bank sistemik sebesar 13,5%. Bisa dibilang, kesehatan Bank Mega (dan juga industri perbankan secara umum) dari sisi permodalan adalah dua kali lipat dari standard.
Dengan begitu, Bank Mega memiliki modal mereka cukup besar untuk membentengi diri dari efek tekanan ekonomi yang muncul. Sebagai perbandingan, CAR bank di krisis moneter 1998 adalah sebesar -15%. Ya, minus. Sementara itu, CAR perbankan pada krisis finansial 2008 berkisar 16%.
Sementara dari sisi likuiditas, Bank Mega juga mencatat Loan To Deposit Ratio (LDR) 67,48%, jauh lebih rendah dibanding rata-rata bank BUKU 3 hingga Februari 98,2%. Artinya, dana yang disalurkan bank nyaris sama besar dengan dana masyarakat yang disimpan. Cukup ketat.
Khusus bank konvensional yang terkategori Buku III (bermodal inti antara Rp 5 triliun-Rp 30 triliun) LDR-nya lebih ketat lagi, yakni 101%. Bank Mega ada di himpunan ini, namun bisa membukukan LDR yang longgar dan mendekati range ideal yang dipatok BI yakni 75-80%.
Faktor likuiditas ini menjadi keunggulan kompetitif Bank Mega di antara bank buku III lainnya selama era krisis COVID-19. Di tengah situasi krisis, bank dengan kekuatan likuiditas (dana siaga besar) berpeluang menjadi semacam cadangan oksigen bagi bank tersebut.
Dana tunai yang berlebih sewaktu-waktu juga bisa dipakai sebagai leverage (kail penggalian dana) untuk mengakuisisi dan menyelamatkan bank lebih kecil yang kesulitan, jika hal itu diperlukan dan menguntungkan secara bisnis.
Menjaga likuiditas juga menjadi salah satu strategi Bank Mega sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib. Dia memaparkan likuiditas ibarat darah dalam tubuh sebuah bank, sehingga penting untuk dijaga kecukupannya. Likuiditas perbankan juga harus tetap terjaga terutama untuk menghadapi kondisi resesi agar kinerja perbankan tetap berjalan.
"Kenapa Bank Mega policynya menjaga LDR di sekitar 70% ini untuk menjaga agar likuidtas yang cukup disaat apapun. Terutama disaat resesi dan krisis, Bank Mega bisa menurunkan LDR tersebut," kata Kostaman kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/04/2020).
Dia menekankan LDR tersebut, tujuannya adalah menjaga kecukupan likuiditas agar bank bisa memiliki kelonggaran terutama dalam penyaluran kredit dan menghadapi krisis.
Tertarik riset lebih lengkap tentang Bank Mega silahkan baca: Menakar Daya Tahan Bank Mega Hadapi Krisis Corona
(dob/dob) Next Article Melesat 25,2%, Bank Mega Raih Laba Bersih Rp 2 Triliun
Meski demikian PT Bank Mega Tbk (MEGA) mampu mencatatkan pertumbuhan kredit 23,2% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 29%. Bank BUKU 3 ini mencetak Rp 53,67 triliun pada Maret 2020, dibandingkan Maret 2019 senilai Rp 43,57 triliun. Sementara DPK pada Maret 2020 tercatat melesat hampir 30% menjadi Rp 76,06 triliun, dibandingkan periode yang sama 2019 senilai Rp 58,96 triliun.
Tim Riset CNBC Indonesia mencatat prospek Bank Mega hingga akhir tahun ketika dampak wabah corona terakumulasi, jika dilihat dari sisi fundamental, yakni permodalan dan likuiditas. Dua hal inilah yang menentukan sebuah bank bisa bertahan atau gagal dalam situasi krisis. Keduanya adalah parameter utama yang dipakai regulator dalam stress test (uji ketahanan bank lewat simulasi krisis)
Angka itu jauh lebih sehat jika mengacu pada standar minimal yang diatur Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bank sistemik sebesar 13,5%. Bisa dibilang, kesehatan Bank Mega (dan juga industri perbankan secara umum) dari sisi permodalan adalah dua kali lipat dari standard.
Dengan begitu, Bank Mega memiliki modal mereka cukup besar untuk membentengi diri dari efek tekanan ekonomi yang muncul. Sebagai perbandingan, CAR bank di krisis moneter 1998 adalah sebesar -15%. Ya, minus. Sementara itu, CAR perbankan pada krisis finansial 2008 berkisar 16%.
Sementara dari sisi likuiditas, Bank Mega juga mencatat Loan To Deposit Ratio (LDR) 67,48%, jauh lebih rendah dibanding rata-rata bank BUKU 3 hingga Februari 98,2%. Artinya, dana yang disalurkan bank nyaris sama besar dengan dana masyarakat yang disimpan. Cukup ketat.
Khusus bank konvensional yang terkategori Buku III (bermodal inti antara Rp 5 triliun-Rp 30 triliun) LDR-nya lebih ketat lagi, yakni 101%. Bank Mega ada di himpunan ini, namun bisa membukukan LDR yang longgar dan mendekati range ideal yang dipatok BI yakni 75-80%.
Faktor likuiditas ini menjadi keunggulan kompetitif Bank Mega di antara bank buku III lainnya selama era krisis COVID-19. Di tengah situasi krisis, bank dengan kekuatan likuiditas (dana siaga besar) berpeluang menjadi semacam cadangan oksigen bagi bank tersebut.
Dana tunai yang berlebih sewaktu-waktu juga bisa dipakai sebagai leverage (kail penggalian dana) untuk mengakuisisi dan menyelamatkan bank lebih kecil yang kesulitan, jika hal itu diperlukan dan menguntungkan secara bisnis.
Menjaga likuiditas juga menjadi salah satu strategi Bank Mega sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib. Dia memaparkan likuiditas ibarat darah dalam tubuh sebuah bank, sehingga penting untuk dijaga kecukupannya. Likuiditas perbankan juga harus tetap terjaga terutama untuk menghadapi kondisi resesi agar kinerja perbankan tetap berjalan.
"Kenapa Bank Mega policynya menjaga LDR di sekitar 70% ini untuk menjaga agar likuidtas yang cukup disaat apapun. Terutama disaat resesi dan krisis, Bank Mega bisa menurunkan LDR tersebut," kata Kostaman kepada CNBC Indonesia, Rabu (22/04/2020).
Dia menekankan LDR tersebut, tujuannya adalah menjaga kecukupan likuiditas agar bank bisa memiliki kelonggaran terutama dalam penyaluran kredit dan menghadapi krisis.
Tertarik riset lebih lengkap tentang Bank Mega silahkan baca: Menakar Daya Tahan Bank Mega Hadapi Krisis Corona
(dob/dob) Next Article Melesat 25,2%, Bank Mega Raih Laba Bersih Rp 2 Triliun
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular