Newsletter

Harga Minyak Mulai Bangkit, Saatnya Ambil Risiko Lagi?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 April 2020 06:17
Bursa efek Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat labil, pasar keuangan dalam negeri ditutup variatif. Bursa saham RI ditutup menguat, obligasi pemerintah bervariasi, sementara nilai tukar rupiah stagnan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,46% pada perdagangan kemarin. Kendati ditutup dengan apresiasi, sejatinya pergerakan IHSG labil. Sebelum ditutup menguat, IHSG sempat terjatuh di awal perdagangan.

Namun lagi-lagi investor asing justru mencatatkan aksi jual bersih sebesar Rp 335 miliar ketika IHSG menguat. Sepanjang tahun 2020, net sell yang dibukukan investor asing di pasar ekuitas dalam negeri sudah mencapai Rp 16,2 triliun.



Penguatan IHSG mendapat dorongan dari berbagai sentimen positif yakni merangkak naiknya harga kontrak minyak WTI pengiriman Juni setelah jatuh lebih dari 40%. Tambahan paket stimulus fiskal di berbagai negara seperti AS dan Korea Selatan, potensi dibukanya kembali lockdown di Eropa hingga musim bagi dividen.

Beda nasib dengan IHSG, surat utang pemerintah RI untuk tenor 5 dan 10 tahun mengalami kenaikan yield yang artinya harganya menurun. Sementara untuk tenor 10 dan 15 tahun justru mengalami penurunan yield yang artinya harganya naik.

Namun secara keseluruhan yield obligasi pemerintah RI berada pada tren penurunan jika dibandingkan dengan periode pertengahan April lalu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang mengatakan ada inflow triliunan rupiah ke Surat Berharga Negara (SBN).

"Kami pantau, data-data yang transaksi harian, dari non residence atas investasi portofolio SBN, saham dari 13-20 April lalu. Dari pemantauan kami terjadi inflow asing dari non residence terhadap SBN. Data kami menunjukkan, 13-20 April inflow Rp 4,37 triliun," ujar Perry, saat menyampaikan perkembangan ekonomi terkini secara virtual, di Jakarta, Rabu (22/04/2020).



Perry menjelaskan, asing tampaknya melihat keuntungan yang lebih besar berinvestasi di surat utang pemerintah Indonesia. Berdasarkan perhitungan riil yield setelah dikurangi ekspektasi inflasi sebesar 4,6%

Aliran dana yang sudah mulai masuk ke pasar keuangan RI ini menjadi alasan penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak awal April. Maklum rupiah kan kecanduan aliran modal jangka pendek alias hot money.

Kemarin nilai tukar rupiah sempat melemah 1%. Namun pada penutupan pasar spot pelemahan tersebut terpangkas dan rupiah berhasil finish di level sehari sebelumnya alias stagnan di Rp 15.400/US$.

Bagaimanapun juga pasar masih labil. IHSG yang masih terus ditinggalkan investor asing serta rupiah yang kecanduan hot money masih rawan terkoreksi di tengah berbagai ketidakpastian yang ada saat ini.

Apalagi amunisi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar juga lebih terbatas dengan adanya ancaman penurunan ekspor akibat pandemi dan sektor pariwisata yang terpuruk.

Untuk saat ini yang bisa diharapkan adalah sentimen-sentimen positif yang bermunculan benar-benar menjadi tanda pemulihan yang nyata dan bukan sentimen temporer belaka.



[Gambas:Video CNBC]



Beralih ke bursa saham New York, setelah ditutup melemah dalam dua hari pekan ini, tiga indeks utama bursa saham Wall Street menemukan momentum untuk menguat seiring dengan kenaikan harga minyak.

Dini hari tadi Wall Street ditutup menghijau. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 2,3%, S&P 500 mengalami apresiasi sebesar 2,5% sementara Nasdaq Composite melompat 3%.

Sentimen terhadap aset berisiko mulai membaik setelah harga kontrak minyak WTI pengiriman Juni melesat 26% ke level US$ 13,9/barel.

Kejatuhan harga minyak tempo hari hingga memasuki wilayah negatif untuk kontrak pengiriman Mei yang berakhir pada 21 April menjadi sentimen negatif yang menggemparkan jagat keuangan global.

Harga minyak yang terjun bebas dalam dua hari membuat aset-aset berisiko seperti saham dilepas dan investor beralih ke aset minim risiko seperti obligasi pemerintah AS dan dolar greenback.

Ambrolnya harga minyak dipicu oleh adanya kelebihan pasokan yang terjadi di tengah pandemi. Di saat pandemi banyak negara memutuskan untuk melakukan karantina wilayah sehingga mobilitas publik menjadi terbatas dan permintaan terhadap bahan bakar menurun drastis.

Sementara produksi minyak tetap berjalan dan walau dipangkas dianggap tak mampu mengimbangi anjloknya permintaan sehingga terjadi oversupply. Kelebihan pasokan inilah yang menyebabkan produsen harus membayar pembelinya sebagai insentif lantaran kapasitas penyimpanan minyak (storage) sudah terisi penuh.

Namun seiring dengan rencana pembukaan lockdown di AS dan Eropa, kebutuhan akan minyak akan kembali merangkak naik. Dan pasar melihat peluang ini (forward looking). Akibatnya aset-aset berisiko kembali diburu.

Bagaimanapun juga krisis energi 2020 yang baru terjadi di sepanjang sejarah ini telah memaksa AS sebagai produsen minyak terbesar di dunia memangkas outputnya sebesar 900 ribu barel per hari (bpd).

Data pemerintah AS menunjukkan bahwa produksi minyak AS turun menjadi 12,2 juta bpd minggu lalu. Produksi turun 100.000 barel dalam seminggu, dan turun dari rekor tertinggi 13,1 juta bpd bulan lalu.

Harga minyak memang dikaitkan dengan aktivitas perekonomian. Jika ada kenaikan permintaan maka harga minyak akan naik. Kenaikan permintaan minyak mengindikasikan bahwa roda perekonomian berputar lebih kencang dari sebelumnya sehingga jadi sentimen positif untuk kelas aset lain terutama saham. Untuk perdagangan hari ini ada beberapa sentimen yang patut dicermati investor baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sentimen pertama datang dari Wall Street, bursa New York yang berhasil melenggang ke zona hijau ini menjadi sentimen positif untuk pasar saham Asia termasuk Indonesia yang buka hari ini.

Sentimen kedua yang juga patut dicermati adalah perkembangan kasus pandemi COVID-19 secara global maupun di dalam negeri. Jumlah kasus kumulatif penderita COVID-19 secara global kini mencapai 2,64 juta orang.

Eropa yang menjadi episentrum penyebaran virus kini tengah merencanakan pembukaan lockdown akibat penurunan jumlah kasus per harinya. Italia berencana membuka lockdown secara bertahap pada 4 Mei nanti.

Italia dan Spanyol sudah mengijinkan warganya mulai beraktivitas sejak pekan lalu.

Kemudian Jerman juga mulai mengizinkan warganya beraktivitas, toko-toko kecil sudah diizinkan buka kembali sejak Senin, dan sekolah mulai aktif lagi per 4 Mei.

Belanda juga berencana membuka lockdown secara bertahap mulai 11 Mei.

Roda binis di Eropa yang mulai berputar kembali tentunya menjadi kabar bagus, perekonomian global bisa perlahan bangkit dari keterpurukan.

Ini memang menjadi berita bagus yang berpotensi mendongkrak pergerakan harga aset-aset berisiko hari ini. Namun ada beberapa hal yang masih perlu dicermati dari kebijakan ini.

Pertama tentu strategi pembukaan lockdown itu sendiri mengingat ada kemungkinan gelombang kedua wabah akan muncul jika tidak berhati-hati.

Kedua, investor juga perlu mengantisipasi akan adanya revisi data kasus untuk negara-negara yang berangsur pulih. Ketiga masih banyak negara lain terutama di Asia yang melaporkan tingginya lonjakan kasus per harinya seperti Arab, Singapura, India dan Indonesia.

Di Indonesia sendiri jumlah kasus COVID-19 per kemarin mencapai 7.418 . Jumlah masih akan terus bertambah. Namun ada satu kabar baik di tengah terjadinya lonjakan kasus di Indonesia, yakni terkait jumlah orang yang sembuh. Jumlah orang yang sembuh di Indonesia sudah melampui angka korban meninggal.

Untuk perdagangan hari ini investor juga perlu mencermati perkembangan terbaru seputar obat COVID-19 yang rencananya akan diproduksi di dalam negeri. Untuk itu investor perlu mencermati pergerakan harga saham emiten farmasi Tanah Air terutama yang bersinggungan dengan pengadaan maupun pengembangan obat COVID-19 seperti IRRA & KLBF. Sentimen ketiga yang juga perlu dicermati oleh investor adalah pergerakan harga minyak. Jika harga minyak masih terus bergerak naik, maka aset-aset berisiko lain berpotensi ikut terdongkrak.

Setidaknya ada tiga sentimen positif yang membuat harga minyak mentah bisa menguat hari ini. Pertama adalah pemangkasan produksi minyak AS sebesar 900 ribu bpd dan menjadi pemangkasan yang terbesar sejak krisis 2008.

Kedua adalah kenaikan stok bensin di AS yang masih lebih rendah dari periode sebelumnya dan ekspektasi pasar. Inventori bensin di AS untuk periode mingguan yang berakhir pada 17 April lalu naik 1,02 juta barel . lebih rendah dibanding minggu sebelumnya yang naik 4,9 juta barel dan ekspektasi pasar yang naik 3,6 juta barel.

Ketiga adalah kenaikan stok minyak mentah AS periode mingguan yang berakhir pada 17 April 2020. Mengacu pada laporan EIA, stok minyak mentah AS naik 15 juta barel. Kenaikan ini lebih rendah dibanding minggu sebelumnya sebesar 19,25 juta barel dan ekspektasi pasar sebesar 15,15 juta barel.




Sentimen keempat yang perlu dicermati investor adalah rilis data ekonomi Asia Pasifik pagi ini. Pertama adalah pembacaan awal angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Australia bulan April yang diramal terkontraksi di level 46 dan lebih rendah dari bulan sebelumnya di 49,7.

Selain Australia, Jepang juga akan merilis angka PMI manufaktur-nya versi Jibun Bank pagi ini. Trading Economics memperkirakan sektor manufaktur Jepang semakin terkontraksi untuk bulan April dengan angka PMI manufakturnya berada di 42. 

Kemudian rilis data ekonomi lain datang dari Korea. Pagi ini Korea Selatan akan merilis angka keramat pertumbuhan ekonominya. Produk Domesti Bruto (PDB) Korea Selatan Q120 diramal tumbuh melambat 0,6% (yoy) dibanding tahun lalu. 

Angka-angka keramat di atas akan jadi gambaran tentang seberapa ganas dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian. Jika angka riil dari data ekonomi tersebut lebih baik dari perkiraan, maka akan jadi tambahan sentimen positif yang membuat pasar menjadi semakin bergairah. Namun jika yang terjadi sebaliknya maka akan jadi sentimen negatif yang memberatkan pasar.  Bagaimanapun juga untuk hari ini pasar masih akan diwarnai dengan sentimen mix. 

Berikut sejumlah agenda dan rilis data ekonomi yang terjadwal untuk hari ini:

  • Rilis data angka pembacaan awal PMI Manufaktur, Jasa & Komposit Australia bulan April versi CommBank (06.00 WIB)
  • Rilis data pertumbuhan PDB Korea Selatan Q1 2020 (06.00 WIB)
  • Rilis data inflasi Singapura bulan Maret (12.00 WIB)
  • Rilis data angka pembacaan awal PMI Manufaktur, Jasa & Komposit Jerman bulan April (14.30 WIB)
  • Rilis data angka klaim tunjangan pengangguran AS (19.30 WIB)
  • Rilis data angka pembacaan awal PMI Manufaktur, Jasa & Komposit Amerika Serikat bulan April versi Markit (20.45 WIB)
  • Rilis data penjualan rumah baru Amerika Serikat bulan Maret (21.00 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Maret 2020 YoY)

2,96%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN-P 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Maret 2020)

US$ 120,97 miliar

 


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular