
Newsletter
Harga Minyak Mulai Bangkit, Saatnya Ambil Risiko Lagi?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 April 2020 06:17

Beralih ke bursa saham New York, setelah ditutup melemah dalam dua hari pekan ini, tiga indeks utama bursa saham Wall Street menemukan momentum untuk menguat seiring dengan kenaikan harga minyak.
Dini hari tadi Wall Street ditutup menghijau. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 2,3%, S&P 500 mengalami apresiasi sebesar 2,5% sementara Nasdaq Composite melompat 3%.
Sentimen terhadap aset berisiko mulai membaik setelah harga kontrak minyak WTI pengiriman Juni melesat 26% ke level US$ 13,9/barel.
Kejatuhan harga minyak tempo hari hingga memasuki wilayah negatif untuk kontrak pengiriman Mei yang berakhir pada 21 April menjadi sentimen negatif yang menggemparkan jagat keuangan global.
Harga minyak yang terjun bebas dalam dua hari membuat aset-aset berisiko seperti saham dilepas dan investor beralih ke aset minim risiko seperti obligasi pemerintah AS dan dolar greenback.
Ambrolnya harga minyak dipicu oleh adanya kelebihan pasokan yang terjadi di tengah pandemi. Di saat pandemi banyak negara memutuskan untuk melakukan karantina wilayah sehingga mobilitas publik menjadi terbatas dan permintaan terhadap bahan bakar menurun drastis.
Sementara produksi minyak tetap berjalan dan walau dipangkas dianggap tak mampu mengimbangi anjloknya permintaan sehingga terjadi oversupply. Kelebihan pasokan inilah yang menyebabkan produsen harus membayar pembelinya sebagai insentif lantaran kapasitas penyimpanan minyak (storage) sudah terisi penuh.
Namun seiring dengan rencana pembukaan lockdown di AS dan Eropa, kebutuhan akan minyak akan kembali merangkak naik. Dan pasar melihat peluang ini (forward looking). Akibatnya aset-aset berisiko kembali diburu.
Bagaimanapun juga krisis energi 2020 yang baru terjadi di sepanjang sejarah ini telah memaksa AS sebagai produsen minyak terbesar di dunia memangkas outputnya sebesar 900 ribu barel per hari (bpd).
Data pemerintah AS menunjukkan bahwa produksi minyak AS turun menjadi 12,2 juta bpd minggu lalu. Produksi turun 100.000 barel dalam seminggu, dan turun dari rekor tertinggi 13,1 juta bpd bulan lalu.
Harga minyak memang dikaitkan dengan aktivitas perekonomian. Jika ada kenaikan permintaan maka harga minyak akan naik. Kenaikan permintaan minyak mengindikasikan bahwa roda perekonomian berputar lebih kencang dari sebelumnya sehingga jadi sentimen positif untuk kelas aset lain terutama saham. (twg/sef)
Dini hari tadi Wall Street ditutup menghijau. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 2,3%, S&P 500 mengalami apresiasi sebesar 2,5% sementara Nasdaq Composite melompat 3%.
Sentimen terhadap aset berisiko mulai membaik setelah harga kontrak minyak WTI pengiriman Juni melesat 26% ke level US$ 13,9/barel.
Kejatuhan harga minyak tempo hari hingga memasuki wilayah negatif untuk kontrak pengiriman Mei yang berakhir pada 21 April menjadi sentimen negatif yang menggemparkan jagat keuangan global.
Harga minyak yang terjun bebas dalam dua hari membuat aset-aset berisiko seperti saham dilepas dan investor beralih ke aset minim risiko seperti obligasi pemerintah AS dan dolar greenback.
Ambrolnya harga minyak dipicu oleh adanya kelebihan pasokan yang terjadi di tengah pandemi. Di saat pandemi banyak negara memutuskan untuk melakukan karantina wilayah sehingga mobilitas publik menjadi terbatas dan permintaan terhadap bahan bakar menurun drastis.
Sementara produksi minyak tetap berjalan dan walau dipangkas dianggap tak mampu mengimbangi anjloknya permintaan sehingga terjadi oversupply. Kelebihan pasokan inilah yang menyebabkan produsen harus membayar pembelinya sebagai insentif lantaran kapasitas penyimpanan minyak (storage) sudah terisi penuh.
Namun seiring dengan rencana pembukaan lockdown di AS dan Eropa, kebutuhan akan minyak akan kembali merangkak naik. Dan pasar melihat peluang ini (forward looking). Akibatnya aset-aset berisiko kembali diburu.
Bagaimanapun juga krisis energi 2020 yang baru terjadi di sepanjang sejarah ini telah memaksa AS sebagai produsen minyak terbesar di dunia memangkas outputnya sebesar 900 ribu barel per hari (bpd).
Data pemerintah AS menunjukkan bahwa produksi minyak AS turun menjadi 12,2 juta bpd minggu lalu. Produksi turun 100.000 barel dalam seminggu, dan turun dari rekor tertinggi 13,1 juta bpd bulan lalu.
Harga minyak memang dikaitkan dengan aktivitas perekonomian. Jika ada kenaikan permintaan maka harga minyak akan naik. Kenaikan permintaan minyak mengindikasikan bahwa roda perekonomian berputar lebih kencang dari sebelumnya sehingga jadi sentimen positif untuk kelas aset lain terutama saham. (twg/sef)
Pages
Most Popular