
Mantap! Rupiah Libas Mata Uang Eropa Sepanjang April
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 April 2020 19:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah memang sedang melemah hingga pertengahan pada perdagangan Rabu (22/4/2020), tetapi sepanjang bulan April masih mencatat kinerja impresif. Mata uang Eropa, yang notabene mata uang negera maju berhasil "dibantai".
Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 18:46 WIB, rupiah memang melemah 0,17% melawan euro di Rp 16.745,96/EUR, kemudian melemah 0,65% terhadap poundsterling ke Rp 19.054,42/GBP. Di depan franc Swiss, rupiah juga melemah 0,15% di level Rp 15.902,52/CHF .
Namun jika dilihat sepanjang bulan April hingga Selasa kemarin, rupiah menguat tajam melawan ketiga mata uang tersebut. Euro dibuat melemah 7%, kemudian poundsterling ambyar 6,47%, dan franc ditekuk 6,72%.
Sentimen pelaku pasar yang sudah lebih bagus dibandingkan bulan Maret membuat rupiah perkasa. Kala sentimen pelaku pasar membaik, rupiah akan menjadi "mengerikan" bagi lawan-lawannya.
Membaiknya sentimen pelaku pasar dipicu oleh pelambatan penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) secara global. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus per hari sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.
Pada saat yang sama, modal asing (hot money) kembali mengalir masuk (inflow) ke Indonesia, setelah kabur (outflow) ratusan triliun rupiah di bulan Maret.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi, dengan total kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) menjadi Rp 926,91 triliun per 31 Maret. Dampaknya, rupiah pun bergejolak.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo siang tadi mengatakan dana asing yang masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 4,37 triliun.
"Kami pantau data transaksi harian, dari non residence atas investasi portofolio SBN, saham dari 13-20 April lalu. Dari pemantauan kami terjadi inflow asing dari non residence terhadap SBN. Data kami menunjukkan 13-20 April inflow Rp 4,37 triliun," ujar Perry, saat menyampaikan perkembangan ekonomi terkini secara virtual, di Jakarta, Rabu (22/04/2020).
Membaiknya sentimen pelaku pasar dan inflow pasar obligasi membuat rupiah kembali perkasa, hingga awal pekan ini. Penguatan tajam rupiah tentunya rentan terkena koreksi, plus harga minyak mentah yang ambrol membuat rupiah akhirnya melemah pada hari ini.
Pada Senin, jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang jatuh tempo pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.
Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, hingga siang ini WTI ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel. Sentimen pelaku pasar pun memburuk, dan rupiah tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Indeks Dolar AS Melesat 7 Pekan, Rupiah Dkk kok Masih Kuat?
Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 18:46 WIB, rupiah memang melemah 0,17% melawan euro di Rp 16.745,96/EUR, kemudian melemah 0,65% terhadap poundsterling ke Rp 19.054,42/GBP. Di depan franc Swiss, rupiah juga melemah 0,15% di level Rp 15.902,52/CHF .
Namun jika dilihat sepanjang bulan April hingga Selasa kemarin, rupiah menguat tajam melawan ketiga mata uang tersebut. Euro dibuat melemah 7%, kemudian poundsterling ambyar 6,47%, dan franc ditekuk 6,72%.
Membaiknya sentimen pelaku pasar dipicu oleh pelambatan penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) secara global. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus per hari sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.
Pada saat yang sama, modal asing (hot money) kembali mengalir masuk (inflow) ke Indonesia, setelah kabur (outflow) ratusan triliun rupiah di bulan Maret.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi, dengan total kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) menjadi Rp 926,91 triliun per 31 Maret. Dampaknya, rupiah pun bergejolak.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo siang tadi mengatakan dana asing yang masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 4,37 triliun.
"Kami pantau data transaksi harian, dari non residence atas investasi portofolio SBN, saham dari 13-20 April lalu. Dari pemantauan kami terjadi inflow asing dari non residence terhadap SBN. Data kami menunjukkan 13-20 April inflow Rp 4,37 triliun," ujar Perry, saat menyampaikan perkembangan ekonomi terkini secara virtual, di Jakarta, Rabu (22/04/2020).
Membaiknya sentimen pelaku pasar dan inflow pasar obligasi membuat rupiah kembali perkasa, hingga awal pekan ini. Penguatan tajam rupiah tentunya rentan terkena koreksi, plus harga minyak mentah yang ambrol membuat rupiah akhirnya melemah pada hari ini.
Pada Senin, jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang jatuh tempo pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.
Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, hingga siang ini WTI ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel. Sentimen pelaku pasar pun memburuk, dan rupiah tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Indeks Dolar AS Melesat 7 Pekan, Rupiah Dkk kok Masih Kuat?
Most Popular