Gegara Minyak Mentah, Rupiah KO Lawan Mata Uang Safe Haven

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 April 2020 10:44
rupiah
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (22/4/2020) akibat sentimen pelaku pasar yang terus terbebani kemerosotan harga minyak mentah.

Kala sentimen pelaku pasar memburuk, maka rupiah akan mengalami tekanan, dan mata uang yang dianggap aset aman (safe haven) menjadi yang paling diuntungkan. Di dunia ini, selain dolar AS, dua mata uang lainnya yang dianggap safe haven adalah yen Jepang dan franc Swiss. Yen menjadi mata uang yang paling safe haven.

Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 10:10 WIB, rupiah melemah 0,78% melawan dolar AS di Rp 15.520/US$, kemudian 0,82% melawan yen di Rp 144,01/JPY, dan 0,77% melawan franc di 15.998,35/CHF.

Sebelum harga minyak mentah ambrol di pekan ini, rupiah berjaya melawan ketiga mata uang safe haven tersebut. Saat sentimen pelaku pasar sedang bagus, rupiah menjadi "mengerikan" bagi lawan-lawannya.

Mata Uang Garuda membukukan penguatan dua pekan beruntun melawan mata uang safe haven tersebut. Total pada periode tersebut, rupiah menguat 6,1% melawan dolar AS, begitu juga di hadapan yen yang menguat 5,28%.

Melawan franc rupiah bahkan sudah menguat 3 pekan beruntun dengan total 5,91%.



Di awal pekan ini rupiah masih cukup perkasa, tetapi ambrolnya harga minyak mentah membuat rupiah berbalik tertekan.

Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.

Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, aset safe haven kembali menjadi buruan pelaku pasar.

Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.

Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.



Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.

Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah yang membuat harganya menjadi negatif.

"Dalang" dari semua ini sudah jelas, virus corona yang membuat banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi terhenti.

Selain kemerosotan harga minyak mentah, penguatan rupiah yang tajam dalam dua pekan sebelumnya juga menjadi pemicu pelemahan yang cukup "tebal" hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]





(pap/pap) Next Article Bangkitnya Ekonomi Global Jadi Harapan Semu, Yen Bersinar nih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular