
Derasnya Capital Inflow, Obligasi RI Makin Pede

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada akhir pekan ini, Jumat (17/4/2020) menguat didorong oleh derasnya arus modal asing (capital inflow) di pasar keuangan.
Kenaikan harga obligasi juga ditopang setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bahwa perbankan sudah diwajibkan untuk memegang SBN atau Surat Berharga Negara yang diterbitkan pemerintah melalui rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM).
Selain itu, Perry Warjiyo, kembali menegaskan bahwa kurs rupiah masih terlalu murah (undervalued) dibandingkan fundamentalnya. Oleh karena itu, Perry yakin bahwa rupiah akan terus bergerak stabil cenderung menguat ke arah Rp 15.000/US$ pada akhir 2020.
Penguatan rupiah, lanjut Perry, akan didorong oleh arus modal asing (capital inflow) di pasar keuangan. Selama 14-16 April, BI mencatat arus modal asing adalah Rp 2,9 triliun. "Inflow [modal masuk] ini sebagian besar ke SBN," katanya dalam konferensi pers Perkembangan Ekonomi Terkini, Jumat (17/4/2020).
Berdasarkan data historis, tambah Perry, arus modal asing yang masuk ke Indonesia lebih banyak dan berlangsung lebih lama ketimbang arus modal keluar (capital outflow). Sepanjang 2011-2019, rata-rata outflow dari SBN adalah Rp 29,2 triliun dalam waktu empat bulan.
Namun, inflow ternyata lebih deras dan lebih lama. pada 2011-2019, inflow di SBN rata-rata adalah Rp 229,1 triliun dalam kurun waktu 21 bulan.
Apresiasi dalam harga obligasi senada dengan penguatan yang terjadi di pasar surat utang negara maju dan berkembang, kendati bervariatif.
Data Refinitiv menunjukkan apresiasi harga surat utang negara (SUN) tercermin dari tiga seri acuan (benchmark). Ketiga seri tersebut adalah FR081 bertenor 5 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, FR0083 bertenor 20 tahun. Sementara seri FR0082 bertenor 10 justru mengalami pelemahan.
Seri acuan yang paling menguat hari ini adalah FR0083 yang bertenor 20 tahun dengan penurunan yield 3,90 basis poin (bps) menjadi 8.243%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Yield Obligasi Negara Acuan 17 Apr'20 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 16 Apr'20 (%) | Yield 17 Apr'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 17 Apr'20 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 7.429 | 7.425 | -0.40 | 7.2333 |
FR0082 | 10 tahun | 7.929 | 7.969 | 4.00 | 7.8551 |
FR0080 | 15 tahun | 8.202 | 8.169 | -3.30 | 8.1189 |
FR0083 | 20 tahun | 8.282 | 8.243 | -3.90 | 8.1700 |
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) juga menguat. Indeks tersebut naik 0,8 poin (0,3%) menjadi 264,64 dari posisi kemarin 263,84.
Penguatan di pasar surat utang hari ini senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada akhir pekan ini (17/4/2020), Rupiah menguat 1,28% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 15.400/US$ di pasar spot.
Obligasi RI Tenor 10 Tahun Menjadi Yang Terburuk
Penguatan harga SUN senada dengan kenaikan di pasar surat utang pemerintah negara maju dan berkembang lainnya, meskipun bervariasi. Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN tenor 10 tahun menjadi yang terburuk.
Dari pasar surat utang negara maju dan berkembang terpantau bervariasi, yang kesemuanya mencatatkan tingkat yield yang berbeda-beda. Sementara surat utang negara yang paling menguat yaitu Rusia, yang mengalami penurunan tingkat yield 26 basis poin (bps).
Hal tersebut mencerminkan investor global optimis terhadap aset pendapatan tetap (fixed income) ini di tengah sejumlah stimulus dari pemerintah dan bank sentral dunia dalam menjaga stabilitas ekonomi dari serangan pandemi virus corona.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 16 Apr'20 (%) | Yield 17 Apr'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 7.34 | 7.1 | -24.00 |
China (A+) | 2.537 | 2.552 | 1.50 |
Jerman (AAA) | -0.454 | -0.472 | -1.80 |
Prancis (AA) | 0.045 | 0.028 | -1.70 |
Inggris Raya (AA) | 0.308 | 0.295 | -1.30 |
India (BBB-) | 6.441 | 6.348 | -9.30 |
Jepang (A) | 0.007 | 0.017 | 1.00 |
Malaysia (A-) | 3.07 | 3.029 | -4.10 |
Filipina (BBB) | 4.209 | 3.987 | -22.20 |
Rusia (BBB) | 6.69 | 6.43 | -26.00 |
Singapura (AAA) | 1.018 | 1.046 | 2.80 |
Thailand (BBB+) | 1.38 | 1.41 | 3.00 |
Amerika Serikat (AAA) | 0.633 | 0.637 | 0.40 |
Afrika Selatan (BB+) | 10.575 | 10.41 | -16.50 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har) Next Article Corona Terjang Ekspor Impor, Harga Obligasi RI Tak Berdaya