Cari Bahan Baku Susah Gegara Corona, Manufaktur RI Lesu

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 April 2020 11:35
Cari Bahan Baku Susah Gegara Corona, Manufaktur RI Lesu
Ilustrasi Pabrik Konveksi (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) melaporkan kinerja industri pengolahan domestik pada kuartal I-2020 mengalami penurunan. Penyebabnya apa lagi kalau bukan pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19).

Pada kuartal I-2020, BI menyebutkan Prompt Manufacturing Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di 45,64%. Turun dari 51,50% pada kuartal sebelumnya dan 52,65% pada kuartal I-2019. Pencapaian kuartal I-2020 adalah yang terendah sejak kuartal I-2015.




Sebagaimana Purchasing Managers' Index (PMI) keluaran IHS Markit, PMI versi BI juga menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Di bawah 50 berarti industri sedang masuk fase kontraksi, tidak ada ekspansi.

"Penurunan terjadi pada seluruh komponen pembentuk PMI Bank Indonesia, dengan penurunan terdalam pada komponen volume produksi, disebabkan penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat COVID-19. Secara sektoral, hampir seluruh subsektor mencatatkan kontraksi pada triwulan I-2020 kecuali subsektor Makanan, Minuman dan Tembakau," sebut keterangan tertulis BI.

PMI BI terdiri dari lima sub-indeks yaitu Volume Produksi, Pesanan Barang Input, Volume Persediaan Barang Jadi, Jumlah Tenaga Kerja, dan Kecepatan Penerimaan Barang Input. Seluruhnya menunjukkan kontraksi.


Sub-indeks Volume Produksi pada Januari-Maret 2020 adalah 43,1%. Lebih rendah dibandingkan kuartal IV-2019 yang sebesar 52,47% maupun kuartal I-2019 yakni 51,19%. Ini menjadi kontraksi pertama sejak kuartal IV-2017 dan terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada 2010.

Kontraksi ini ada pengaruhnya dengan sub-indeks kedua yang Pesanan Barang Input yang pada kuartal I-2010 senilai 47,28%. Juga terkontraksi, dan menjadi yang terendah sejak kuartal III-2017.

Tidak heran, karena barang input produksi manufaktur dalam negeri masih tergantung dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Februari 2020 sebesar US$ 11,6 miliar di mana 76,63% adalah bahan baku/penolong sebagai input produksi manufaktur domestik.


Penyebabnya tentu pandemi virus corona di berbagai negara pemasok. Negara asal barang impor Indonesia masih didominasi oleh China. Pada Januari-Februari, nilai impor non-migas dari Negeri Tirai Bambu adalah US$ 5,92 miliar atau 26,76% dari total impor non-migas.

China adalah asal mula penyebaran virus corona. Hingga akhir kuartal I-2020, beberapa kota di China masih menjalankan karantina wilayah (lockdown) yang membuat produktivitas industri di sana menurun drastis. Jadi tidak heran industri dalam negeri kesulitan bahan baku/penolong.

Minimnya pasokan input membuat sub-indeks ketiga yaitu Persediaan Barang Jadi juga anjlok ke 46,69%. Ini adalah yang terendah sepanjang pencatatan PMI BI.

Kesulitan produksi karena seretnya pasokan bahan baku/penolong membuat dunia usaha menggunakan stok yang sudah ada. Stok banyak terpakai untuk memenuhi permintaan sehingga sub-indeks ini melemah dalam.


Kemudian minimnya produksi membuat sub-indeks kelima yaitu Jumlah Tenaga Kerja terkontraksi menjadi 47,63%. Sedikit lebih baik ketimbang kuartal IV-20219 yang sebesar 47,23%, tetapi masih di zona kontraksi.

Sedangkan sub-indeks terakhir yaitu Kecepatan Penerimaan Barang Input terkontraksi ke 43,22%. Lagi-lagi menjadi yang terendah sepanjang pencatatan PMI BI. Ini terkait sulitnya mendapatkan bahan baku/penolng karena itu tadi, lockdown menjamur di negara-negara pemasok.

Pada kuartal II-2010, BI memperkirakan PMI sedikit membaik ke 48,79%. Walau membaik, tetapi masih kontraksi. Jadi setidaknya sampai kuartal II-2020, Indonesia masih harus prihatin.

Ini semua gara-gara virus corona...



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular