COVID-19 Mengerikan untuk Ekonomi RI, Saham Ini Layak Pilih

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 April 2020 10:45
COVID-19 Mengerikan untuk Ekonomi RI, Saham Ini Layak Pilih
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (COVID-19) kini tidak hanya mengguncang pasar keuangan Republik Indonesia (RI), tetapi dampaknya sudah mulai terlihat di sektor riil.

Sektor pariwisata RI menjadi yang paling pertama terpukul sejak awal penyebaran (outbreak) COVID-19 di bulan Januari di kota Wuhan, China.

Badan Pusat Statistik (BPS) Rabu kemarin melaporkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tercatat 885.067 di bulan Februari. Anjlok 30,42% dibandingkan bulan sebelumnya dan 28,85% dibandingkan periode yang sama pada 2019.

"Biasanya Februari terjadi kenaikan dibandingkan Januari, tetapi Februari ini turun. Pada Maret, penurunan mungkin akan jauh lebih dalam," kata Suhariyanto, Kepala BPS.



Maklum saja, ketika virus corona menyebar dengan cepat di China, pemerintah Tiongkok langsung mengambil kebijakan karantina wilayah (lockdown) kota Wuhan. Wisatawan asal China juga mulai dibatasi kunjungannnya guna menghindari penyebaran ke nagara-negara lain, meski pada akhirnya penyebaran tidak bisa dicegah, dan COVID-19 resmi menjadi pandemi.

"Ada penurunan curam sekali dari Wisman Tiongkok baik itu year-on-year atau month-to-month. Mengalami penurunan luar biasa dalam sebesar 94% secara year on year [Februari 2020 terhadap Februari 2019]. Jumlah wisman turun paling dalam dari Tiongkok turun 94,1% dan Hong Kong 93,16%," jelas Suhariyanto, Rabu (1/4/2020).



COVID-19 juga sudah menggerogoti sektor manufaktur RI, yang aktivitasnya mengalami kontraksi di bulan Maret. Aktivitas industri dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, yang menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut.

IHS Markit melaporkan PMI Indonesia Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011.

Itu artinya sektor manufaktur RI sudah mulai menurunkan hingga menghentikan produksinya.

Kondisi seperti ini masih akan berlangsung setidaknya dua bulan ke depan mengingat puncak pandemi COVID-19 di Indonesia diperkirakan pada April dan Mei.



Saat sektor manufaktur terpukul, perekonomian juga akan merosot mengingat sektor industri berkontribusi nyaris 20% dari struktur produk domestic bruto (PDB) Indonesia.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, kemarin mengatakan ada 2 skenario dampak COVID-19 ke perekonomian, yakni berat dan sangat berat. Dalam skenario berat, PDB diprediksi tumbuh 2,3%, sementara skenario sangat pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa minus 0,4%.

"KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini turun jadi 2,3% dan lebih buruk bisa negatif 0,4%. Sehingga kondisi ini menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan berpotensi menekan lembaga keuangan karena kredit tidak bisa dibayarkan dan perusahaan alami kesulitan dari revenue," tutur Sri Mulyani yang juga Ketua KSSK, Rabu (1/3/2020).

Sebelum sektor riil diserang COVID-19, sektor keuangan sudah terlebih dahulu merasakan efek buruknya. Bursa saham global dibuat babak belur, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ambles. 

Sepanjang kuartal I-2020, IHSG mencatat kemerosotan nyaris 28%. Aksi jual paling parah terjadi di bulan Maret yang ambles 16,76%. Bahkan pada 24 Maret lalu lalu IHSG menyentuh 3.911,716 yang merupakan level terendah sejak Agustus 2013. 

Ketika IHSG ambles, saham-saham defensif akan semakin banyak dilirik. Dari semua sektor, emiten dari sektor barang konsumsi yang paling mampu menahan gejolak yang ditimbulkan oleh COVID-19. 

Maklum saja, meskipun aktivitas masyarakat dibatasi, tetapi konsumsi tentunya masih tetap berjalan. Memang emiten-emiten barang konsumsi juga tidak lepas dari aksi jual, tetapi pelemahannya tidak separah sektor lainnya. 

Salah satu emiten yang tahan banting yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), sepanjang bulan Maret hanya melemah 7,53%, sementara dalam tiga bulan pertama tahun ini melemah 9,19%. 

Pelemahan tersebut bisa dibilang "hanya" melihat kinerja emiten-emiten sektor lainnya yang ambles puluhan persen. 



Kemudian ada PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang hanya melemah 4,04% di bulan Maret saat IHSG sedang babak belur. Tetapi sepanjang kuartal I-2019, saham UNVR melemah sekitar 15%. 

Saham-saham farmasi juga kinerjanya tidak buruk. Saham PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) di bulan Maret turun 7,45%, tetapi sepanjang kuartal I merosot sekitar 27%. 

Dari sektor finansial, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pelemahannya cukup tajam, sekitar 15% sepanjang bulan Maret dan 18% dalam tiga bulan pertama tahun ini. Itu artinya, aksi jual di sektor finansial mulai masif terjadi di bulan Maret. Meski demikian, pelemahan saham BBCA masih lebih bagus dibandingkan saham sektor finansial lainnya yang ambles lebih dari 30%. 

Menilik performa tersebut, saham defensif memang cukup tahan banting, tetapi tetap tidak lepas dari pelemahan. Maklum saya, pandemi semacam COVID-19 ini belum pernah terjadi dimuka bumi era modern saat ini.

Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE sudah ada 180 negara/wilayah yang terpapar COVID-19, dengan jumlah kasus semakin mendekati 1 juta orang. 47.208 diantaranya meninggal dunia, dan 193.700 orang dinyatakan sembuh. 

Meski dunia sedang diselimuti awan mendung yang tebal, secercah sinar sudah muncul. Pandemi COVID-19 memang benar-benar menghancurkan perekonomian dunia, dan meluluh lantakkan pasar finansial global. Tetapi ketika COVID-19 berhasil diredam dan dihentikan, perekonomian akan pulih dengan sangat cepat. 



China bisa menjadi contoh nyata. Negara asal COVID-19 ini langsung bangkit setelah sukses meredam penyebaran virus dalam watu sekitar 3 bulan. Sektor manufaktur Negeri Tiongkok bangkit lebih cepat dari prediksi. Purchasing managers' index (PMI) manufaktur China di bulan Maret dilaporkan sebesar 52, melesat dibandingkan bulan Februari 35,7, dan jauh di atas prediksi di Forex Factory sebesar 44,9.

Indeks PMI di atas 50 berarti sektor manufaktur sudah kembali berekspansi di bulan ini. Sementara di bawah 50 berarti kontraksi.

Ketika sektor manufaktur mulai berekspansi kembali maka roda perekonomian akan kembali berputar, dan pasar finansial global akan kembali bangkit. 
Kini tinggal menunggu kapan dunia mampu menghentikan penyebaran COVID-19. Pemerintah AS, yang kini menjadi episentrum penyebaran, menargetkan mampu meredam virus ini di akhir bulan ini. Sementara di Indonesia, puncak pandemi COVID 19 diprediksi pada bulan April ini dan Mei. 

Sehingga dalam 2 bulan ke depan, pasar finansial dalam negeri masih akan tertekan. JPMorgan Asset Management memperingatkan investor supaya tidak terburu-buru untuk berinvestasi di saham saat ini lantaran karena pasar saham masih rentan terhadap perkembangan negatif dari krisis coronavirus (Covid-19) yang berimbas pada perekonomian global.

"Saya belum yakin merekomendasikan posisi aset-aset overweight [saham yang harganya sudah lebih tinggi] yang berisiko karena kondisinya masih rentan terpengaruh skenario kemunduran berita soal medis [terkait corona]," kata Hugh Gimber, ahli strategi pasar global di JPMorgan Asset Management, dalam sebuah wawancara telepon, dikutip Bloomberg, Kamis (2/4/2020).



"Langkah-langkah kebijakan berhasil membantu [stabilkan pasar], tetapi apa yang sudah dilakukan [stimulus pemerintah dan bank sentral] tidak dengan sendirinya bagi kami untuk menilai pasar sudah definitif berada di bottom [level bawah] saat ini."

Selama masa-masa sulit ini, jika ingin masuk, Gimber merekomendasikan agar investor fokus pada perusahaan dengan kualitas neraca yang kuat dan tingkat leverage (rasio utang) yang rendah baik dalam hal pemilihan saham maupun pembelian obligasi perusahaan.

"Anda ingin berinvestasi di perusahaan, [cari] yang memiliki fleksibilitas neraca yang baik agar dapat menangani tekanan jangka pendek dan berhasil keluar menjadi [perusahaan] yang paling kuat," katanya.



TIM RISET CNCB INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular