
Volatilitas Tinggi & Peluang Harga Emas Cetak Rekor
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 April 2020 16:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia kembali melesat naik lebih dari 1% pada perdagangan Rabu (1/4/2020), padahal pada perdagangan kemarin ambles lebih dari 3% di US$ 1.571,05/troy ons. Selasa kemarin merupakan perdagangan terakhir kuartal I-2019, sepanjang periode tersebut emas membukukan kenaikan 3,56%.
Penguatan yang lumayan, meski tidak sensasional. Tetapi emas sebenarnya mengalami pergerakan dengan volatilitas yang tinggi. Lihat saja, kemarin ambles lebih dari 3%, hari ini menguat lebih dari 1%. Pada pukul 14:45 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.596/troy ons, menguat 1,66% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Volatilitas tinggi atau naik turun dengan persentase yang besar memang terjadi pada emas sejak bulan Maret.
Pada Senin (9/3/2020), harga emas sempat melesat hingga menyentuh US$ 1.702,56/troy ons yang merupakan level tertinggi sejak Desember 2012. Namun selepas itu, emas justru terus merosot bahkan sempat menyentuh level US$ 1.450,98/troy ons pada Senin (16/3/2020) lalu.
Posisi tersebut sedikit membaik, di perdagangan Jumat (20/3/2020) emas berada di level US$ 1.497,64/troy ons. Jika dilihat dari level tertinggi 12 tahun US$ 1.702.56/troy ons, harga emas ambles lebih dari 12% dalam dua pekan.
Kemudian sepanjang pekan lalu, logam mulia ini kembali melesat lagi 8% di US$ 1.617,5/troy ons. Tingginya volatilitas emas masih berlanjut di pekan ini.
Pandemi virus corona (COVID-19), serta respon negara-negara yang terpapar dengan menggelontorkan stimulus moneter dan fiskal menjadi pemicu pergerakan emas tersebut.
Melihat volatilitas tinggi yang terjadi pada emas belakangan ini, ahli strategi komoditas di Scotiabank, Nicky Shiels, mengatakan harga emas sudah mencapai level bawah (bottom) dan berpeluang mencetak rekor tertinggi atau termahal sepanjang masa.
"Emas sudah menemukan level bottom di US$ 1.450/troy ons, dan sudah terjadi lebih awal karena respon kebijakan yang cepat dan besar dari yang pasar bisa antisipasi," kata Shiels sebagaimana dilansir Kitco.com.
Ketika mencapai bottom itu artinya kemungkinan besar harga emas tidak akan lebih rendah dari level tersebut. Artinya menurut Shiels, harga emas dunia jika kembali turun kemungkinan besar tidak akan melewati level US$ 1.450/troy ons, dan cenderung terus bergerak naik selama bertahan di atasnya.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya hingga menjadi 0-0,25%, kemudian menerapkan QE dengan nilai tanpa batas. Berapapun akan digelontorkan agar likuiditas di perekonomian AS tidak mengetat.
Kemudian, Pemerintah AS juga menggelontorkan stimulus fiskal dengan nilai jumbo. Jumat waktu AS, Presiden AS sudah menandatangani undang-undang stimulus senilai US$ 2 triliun. Angka tersebut dua kali lipat dari nilai perekonomian Indonesia.
"Emas [kemungkinan] memulai laju bullish yang lebih panjang dari 2008-2013" kata Shiels. Ia juga menjelaskan, emas akan diperdagangkan di kisaran US$ 1.700/troy ons, dan melihat "badai sempurna" dari perspektif makro ekonomi yang akan membawa emas melewati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920/troy ons (pada September 2011).
Tidak hanya Scotiabank yang memprediksi emas akan mencapai rekor termahal. Kepala strategi global di TD Securities, Bart Melek, memprediksi emas akan ke US$ 1.800/troy ons dalam waktu dekat, bahkan tidak menutup kemungkinan ke US$ 2.000/troy ons akibat kebijakan moneter dan fiskal di AS.
"Normalisasi kondisi likuiditas, suku bunga riil negatif, dan biaya investasi yang rendah serta kekhawatiran akan depresiasi mata uang, situasinya mirip dengan periode setelah krisis finansial global (2008), yang berarti harga emas dapat menguat menuju US$ 1.800/troy ons dalam waktu dekat," tulis Melek sebagaimana dikutip Kitco.com.
Melek menambahkan penguatan menuju US$ 2.000/troy ons adalah kemungkinan lain sebelum memasuki tahun 2021, jika kondisi ekonomi global mulai normal, kebijakan moneter masih longgar serta defisit fiskal melonjak.
Analis dari WingCapital Investment bahkan lebih bullish lagi, memprediksi emas bisa ke US$ 3.000/troy ons dalam tiga tahun ke depan.
Lembaga tersebut melihat stimulus fiskal pemerintah AS dapat menaikkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dan membawa emas ke level tersebut.
"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] The Fed [terhadap harga emas]," tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.com.
"Dalam prospek harga, menggunakan panduan pasca krisis finansial 2008 ketika pasar bullish dan harga emas naik dua kali lipat 3 tahun setelahnya, menurut kami target emas jangka panjang ke US$ 3.000/troy ons menjadi masuk akal," kata analis tersebut.
"Kami melihat, pelemahan harga emas akibat faktor musiman atau kebutuhan akan likuiditas spekulator besar, akan menjadi peluang beli untuk mengakumulasi posisi jangka panjang," katanya.
Penguatan yang lumayan, meski tidak sensasional. Tetapi emas sebenarnya mengalami pergerakan dengan volatilitas yang tinggi. Lihat saja, kemarin ambles lebih dari 3%, hari ini menguat lebih dari 1%. Pada pukul 14:45 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.596/troy ons, menguat 1,66% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Volatilitas tinggi atau naik turun dengan persentase yang besar memang terjadi pada emas sejak bulan Maret.
Posisi tersebut sedikit membaik, di perdagangan Jumat (20/3/2020) emas berada di level US$ 1.497,64/troy ons. Jika dilihat dari level tertinggi 12 tahun US$ 1.702.56/troy ons, harga emas ambles lebih dari 12% dalam dua pekan.
Kemudian sepanjang pekan lalu, logam mulia ini kembali melesat lagi 8% di US$ 1.617,5/troy ons. Tingginya volatilitas emas masih berlanjut di pekan ini.
Pandemi virus corona (COVID-19), serta respon negara-negara yang terpapar dengan menggelontorkan stimulus moneter dan fiskal menjadi pemicu pergerakan emas tersebut.
Melihat volatilitas tinggi yang terjadi pada emas belakangan ini, ahli strategi komoditas di Scotiabank, Nicky Shiels, mengatakan harga emas sudah mencapai level bawah (bottom) dan berpeluang mencetak rekor tertinggi atau termahal sepanjang masa.
"Emas sudah menemukan level bottom di US$ 1.450/troy ons, dan sudah terjadi lebih awal karena respon kebijakan yang cepat dan besar dari yang pasar bisa antisipasi," kata Shiels sebagaimana dilansir Kitco.com.
Ketika mencapai bottom itu artinya kemungkinan besar harga emas tidak akan lebih rendah dari level tersebut. Artinya menurut Shiels, harga emas dunia jika kembali turun kemungkinan besar tidak akan melewati level US$ 1.450/troy ons, dan cenderung terus bergerak naik selama bertahan di atasnya.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya hingga menjadi 0-0,25%, kemudian menerapkan QE dengan nilai tanpa batas. Berapapun akan digelontorkan agar likuiditas di perekonomian AS tidak mengetat.
Kemudian, Pemerintah AS juga menggelontorkan stimulus fiskal dengan nilai jumbo. Jumat waktu AS, Presiden AS sudah menandatangani undang-undang stimulus senilai US$ 2 triliun. Angka tersebut dua kali lipat dari nilai perekonomian Indonesia.
"Emas [kemungkinan] memulai laju bullish yang lebih panjang dari 2008-2013" kata Shiels. Ia juga menjelaskan, emas akan diperdagangkan di kisaran US$ 1.700/troy ons, dan melihat "badai sempurna" dari perspektif makro ekonomi yang akan membawa emas melewati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 1.920/troy ons (pada September 2011).
Tidak hanya Scotiabank yang memprediksi emas akan mencapai rekor termahal. Kepala strategi global di TD Securities, Bart Melek, memprediksi emas akan ke US$ 1.800/troy ons dalam waktu dekat, bahkan tidak menutup kemungkinan ke US$ 2.000/troy ons akibat kebijakan moneter dan fiskal di AS.
"Normalisasi kondisi likuiditas, suku bunga riil negatif, dan biaya investasi yang rendah serta kekhawatiran akan depresiasi mata uang, situasinya mirip dengan periode setelah krisis finansial global (2008), yang berarti harga emas dapat menguat menuju US$ 1.800/troy ons dalam waktu dekat," tulis Melek sebagaimana dikutip Kitco.com.
Melek menambahkan penguatan menuju US$ 2.000/troy ons adalah kemungkinan lain sebelum memasuki tahun 2021, jika kondisi ekonomi global mulai normal, kebijakan moneter masih longgar serta defisit fiskal melonjak.
Analis dari WingCapital Investment bahkan lebih bullish lagi, memprediksi emas bisa ke US$ 3.000/troy ons dalam tiga tahun ke depan.
Lembaga tersebut melihat stimulus fiskal pemerintah AS dapat menaikkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dan membawa emas ke level tersebut.
"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] The Fed [terhadap harga emas]," tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.com.
"Dalam prospek harga, menggunakan panduan pasca krisis finansial 2008 ketika pasar bullish dan harga emas naik dua kali lipat 3 tahun setelahnya, menurut kami target emas jangka panjang ke US$ 3.000/troy ons menjadi masuk akal," kata analis tersebut.
"Kami melihat, pelemahan harga emas akibat faktor musiman atau kebutuhan akan likuiditas spekulator besar, akan menjadi peluang beli untuk mengakumulasi posisi jangka panjang," katanya.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular