Segera Cek! Bank & Multifinance Mulai Longgarkan Cicilan Nih

tahir saleh & Monica Wareza, CNBC Indonesia
31 March 2020 07:53
Segera Cek! Bank & Multifinance Mulai Longgarkan Cicilan Nih
Foto: Infografis/5 kriteria kredit yang bisa ajukan keringanan/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance) mulai melakukan pelonggaran cicilan kredit bagi para debiturnya. Ini merupakan respons dari upaya pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meredam dampak ekonomi dari penyebaran virus corona atau covid-19.

Beberapa bank umum yang telah memberikan kebijakan tersebut antara lain bank BUKU IV seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Bank Mandiri dan BRI memberikan keringanan untuk melakukan penundaan pembayaran kewajiban kepada debiturnya yang terdampak pandemi ini.

BNI juga memberikan kebijakan relaksasi melalui restrukturisasi bagi debiturnya. Namun, pemberian keringanan ini nantinya akan disesuaikan dengan kondisi dan jenis usaha yang dijalankan oleh masing-masing nasabah.



Kemudian PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) dan PT Bank Permata Tbk (BNLI) memberikan kebijakan untuk restrukturisasi kredit dalam bentuk perpanjangan jangka waktu kredit, penundaan pembayaran angsuran pokok hingga keringanan pembayaran bunga dengan kurun waktu dan persyaratan yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian.

PT Bank BTPN Tbk (BTPN) secara spesifik menyebutkan akan memberikan keringanan kredit kepada debiturnya dengan nilai plafon maksimal Rp 10 miliar yang merupakan pekerja informal, berpenghasilan harian dan usaha mikro dan kecil. Persyaratan lainnya adalah debitur ini tak memiliki tunggakan lebih dari 90 hari hingga 1 April 2020 dan diberikan hingga satu tahun ke depan.

PT Bank DBS Indonesia juga ikut serta memberikan kebijakan ini. Selain itu juga PT Bank Index Selindo dan PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) juga telah menyatakan komitmennya terkait hal yang sama.

Seluruh nasabah bank diharapkan untuk menghubungi bank masing-masing untuk mengetahui kriteria dan jenis keringanan yang diberikan masing-masing bank.

Adapun dalam POJK No. 11/POJK.03/2020 yang baru dirilis OJK pekan lalu disebutkan bahwa POJK ini memberikan kelonggaran kepada debitur, termasuk untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit maupun pembiayaan dari bank.

Sektor-sektor yang disorot akan terdampak dengan virus yang menyebar secara global ini antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

Berdasarkan isi POJK tersebut, restrukturisasi ini baru bisa diberikan setelah perusahaan atau UMKM tersebut terkena dampak COVID-19.

Jenis restrukturisasi yang bisa diberikan bank kepada debiturnya ini seperti penurunan suku bunga, perpanjangan tenor serta menurunkan nilai tunggakan pokok dan bunga. Selain itu bank juga bisa memberikan tambahan fasilitas pinjaman atau pembiayaan kepada debiturnya atau mengkonversi pinjaman tersebut menjadi Penyertaan Modal Sementara.

"Jangka waktu restrukturisasi ini sangat bervariasi tergantung pada asesmen bank terhadap debiturnya dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun," tulis OJK.


Adapun stimulus ini akan berlaku hingga satu tahun ke depan atau tepatnya pada 31 Maret 2021.

Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers hari Selasa 24 Maret 2020 bahwa bahwa OJK memberikan relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp 10 miliar baik kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan akan diberikan penundaan sampai dengan 1 tahun dan penurunan bunga.

HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara) yang terdiri dari Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI dan Bank BTN mendukung kebijakan pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah memberikan stimulus countercyclical kepada industri perbankan agar tetap tumbuh di tengah merebaknya virus corona di Indonesia.

Adapun kebijakan stimulus Perekonomian Nasional tersebut tertuang dalam Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 yang mengatur tentang:
  1. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain dengan plafon s.d Rp 10 miliar
  2. Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya POJK. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan atau jenis debitur.
Ketua HIMBARA Sunarso menjelaskan bahwa HIMBARA mendukung dan berkomitmen untuk melaksanakan stimulus tersebut sebagai upaya untuk menjaga dan menyelamatkan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang terdampak virus corona. Sunarso menambahkan, masing masing bank anggota HIMBARA telah menyusun kebijakan internal dan siap mengimplementasikan stimulus dari OJK tersebut.

Untuk teknis pelaksanaannya, masing masing bank akan melakukan penilaian terhadap nasabahnya untuk menentukan mana nasabah yang membutuhkan restrukturisasi berat, sedang, ringan atau bahkan tidak memerlukan restrukturisasi sama sekali. "Tegasnya, adalah kewenangan dan kompetensi bank untuk menentukan mana yang perlu restrukturisasi dan mana yang tidak perlu," imbuh Sunarso dalam siaran pers, Senin (30/3/2020).


[Gambas:Video CNBC]



Sementara itu, perusahaan pembiayaan atau multifinance Grup Bank Mandiri, PT Mandiri Utama Finance (MUF) juga mulai memberikan penangguhan pembayaran cicilan bagi nasabah yang berprofesi sebagai driver ojek online (ojol) atau pengemudi taksi online mulai Maret ini seusai dengan arahan pemerintah.

"MUF membuat kebijakan sesuai arahan yang telah keluar dari pemerintah dan selaras dengan Bank Mandiri," kata Direktur Utama Mandiri Utama Finance Stanley Setia Atmadja, dihubungi CNBC Indonesia, Senin (30/3/2020).

Stanley mengatakan relaksasi hanya di berikan kepada driver ojol dengan melihat sesuai dengan okupasi di aplikasi ke MUF. "Jadi hanya untuk golongan itu saja," kata mantan Direktur Utama PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (ADMF) ini.

Saat ini Mandiri Utama Finance masih melakukan proses pendataan jumlah nasabah driver dari ojol dan taksi online yang dilakukan sesuai dengan okupansi pada saat aplikasi kredit para nasabah. Setelah itu, perusahaan akan memberikan pemberitahuan kepada para nasabah terkait.

Mandiri Utama Finance adalah anak usaha dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang fokus pada pembiayaan bidang otomotif, baik baru maupun bekas. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyampaikan pengumuman perihal restrukturisasi pembiayaan. Pengumuman ini ditujukan kepada para debitur yang terdampak penyebaran virus corona (Covid-19).

Dalam pengumuman itu, dijelaskan bahwa APPI memahami penyebaran virus ini berdampak terhadap perekonomian nasional yang juga dapat mempengaruhi kondisi keuangan debitur. Karenanya, sejalan dengan arahan Otoritas Jasa Keuangan, APPI bersama-sama dengan seluruh anggota perusahaan pembiayaan menawarkan restrukturisasi (keringanan).

Jenis restrukturisasi antara lain perpanjangan jangka waktu, penundaan sebagian pembayaran, /atau jenis restrukturisasi lainnya yang ditawarkan oleh perusahaan pembiayaan.

"Restrukturisasi (keringanan) dapat disetujui apabila jaminan kendaraan/jaminan lainnya masih dalam penguasaan Bapak/Ibu debitur sesuai perjanjian pembiayaan," urai pengumuman itu, Minggu (29/3/20).

Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut:
  1. Terkena dampak langsung Covid-19 dengan nilai pembiayaan di bawah Rp 10 miliar;
  2. Pekerja sektor informal dan/atau pengusaha UMKM;
  3. Tidak memiliki tunggakan sebelum tgl 2 Maret 2020 saat Pemerintah RI mengumumkan virus corona;
  4. Pemegang unit kendaraan / jaminan; dan
  5. eKriteria lain yang ditetapkan oleh perusahaan pembiayaan.

Sedangkan tata cara pengajuan restrukturisasi (keringanan) berlaku mulai tanggal 30 Maret 2020. Berikut yang perlu dilakukan:
  1. Pengajuan permohonan restrukturisasi (keringanan) dapat dilakukan dengan cara mengisi formulir yang dapat di-download dari website resmi perusahaan pembiayaan;
  2. pengembalian formulir dilakukan melalui email (tidak perlu mendatangi kantor perusahaan pembiayaan);
  3. persetujuan permohonan restrukturisasi (keringanan) akan diinformasikan oleh perusahaan
  4. pembiayaan melalui email.

"Bagi Bapak/Ibu yang telah mendapatkan persetujuan restrukturisasi (keringanan) agar melakukan pembayaran dengan penuh tanggung jawab sesuai perjanjian restrukturisasi (keringanan) yang telah disepakati bersama," tulisnya.

Dikatakan pula bahwa perusahaan pembiayaan tetap beroperasi dan memberikan layanan. Adapun bagi debitur yang tidak terdampak, harus tetap melakukan pembayaran angsuran sesuai dengan perjanjian, agar terhindar dari sanksi denda dan catatan negatif di dalam Sistem Laporan Informasi Keuangan (SLIK).

"Bapak/Ibu agar selalu mengikuti informasi resmi dari perusahaan pembiayaan, tidak mudah percaya dengan informasi yang bersifat hoax, serta melaporkan kepada perusahaan pembiayaan apabila terdapat debt collector yang melakukan tindakan tidak sesuai ketentuan," lanjutnya.



Sebelumnya pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan relaksasi kredit kepada masyarakat yang secara ekonomi terkena dampak virus corona atau COVID-19 sempat ramai menjadi pertanyaan publik, terutama debitur perusahaan pembiayaan atau multifinance (leasing).

Sebagian masyarakat mulai menanyakan, bahkan meminta kepada perusahaan multifinance untuk mendapatkan keringanan tersebut. Namun faktanya, praktik di lapangan tidak sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.

Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menilai pemerintah saat ini harus membuat satu landasan hukum yang lebih jelas terkait kebijakan yang telah dikeluarkan. Di situasi saat ini, imbauan saja dinilai tidak cukup.

"Pemerintah harusnya ada landasan hukum yang lebih kuat, supaya leasing ini tak menagih. Harus ada hukumnya, sanksinya, enggak cukup hanya imbauan," ujar Fadhil dalam video conference, Minggu (29/3/2020).

OJK juga harus tetap melakukan koordinasi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaaan Indonesia(APPI) agar penerapan aturan itu tidak menimbulkan moral hazard.

"OJK kan sudah melarang debt collector untuk menarik kendaraan juga. Ini harus dijelaskan sampai di lapangan. Harus semua mengetahui," katanya.

OJK melalui keterangan resminya sudah menghimbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki masalah cicilan pembayaran kredit setelah atau sebelum ada Covid-19 untuk segera menghubungi kantor leasing untuk bisa mendapatkan kesepakatan.

Menurut OJK, debitur bisa memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan restrukturisasi, dengan cara mengajukannya kepada perusahaan pembiayaan utuk mengklarifikasi pemenuhan kewajibannya jika memang sudah dilakukan.

Pengajuan dapat disampaikan secara online (email/website yang ditetapkan oleh bank/leasing) tanpa harus datang bertatap muka. Saat ini, ini debt collector diminta untuk dihentikan sementara untuk menarik kendaraan.

"Debitur harus proaktif untuk mengajukan restrukturisasi. Karena kalau diam ataupun menghindar, berarti memang ada kewajiban yang masih harus ditunaikan. Karena mungkin masyarakat ada yang lupa kalau memiliki tunggakan, sehingga perusahaan harus menurunkan debt collector," tulis keterangan resmi OJK.

Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Wiwit Sudarsono sempat mengatakan masih banyak perusahaan pembiayaan yang enggan memberikan penangguhan kredit ke driver taksi online.

"Jadi ternyata kembali lagi ini belum merata, malah kembali lagi ke kebijakan masing-masing perusahaan finance. Kebanyakan ya yang menolak mentah-mentah, alasannya banyak, bahkan ada leasing yang bilang belum dapat sounding dari OJK soal aturan ini," cerita Wiwit kepada detikcom, Kamis (26/3/2020).

"Dari laporan yang saya dapat dari teman-teman, lebih banyak [leasing] yang tidak memperbolehkan penangguhan," katanya.

Wiwit menilai leasing sengaja memanfaatkan ketidaktahuan driver soal dunia keuangan untuk menolak pemberian penangguhan kredit. "Para perusahaan finance ini kok kayak memanfaatkan ketidaktahuan driver ojol taksi online buat menolak [relaksasi kredit]," kata Wiwit.

Namun APPI menegaskan bahwak kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah merelaksasi kredit tak serta merta bisa dinikmati semua nasabah.

Debitur yang berhak mendapatkan hak istimewa untuk melakukan restrukturisasi kreditnya hanya debitur yang menggunakan pinjaman untuk kegiatan produktif, seperti ojol dan nelayan, juga pekerja harian lepas.

Pasalnya para pekerja dari sektor inilah yang terkena dampak langsung dari penyebaran virus corona yang membuat mobilitas menjadi terbatas dan banyak yang kerja di rumah.

Ketua APPI Suwandi Wiratno mengatakan banyak nasabah yang salah menafsirkan kebijakan tersebut dan malah berbondong-bondong mengajukan pelonggaran cicilan pinjamannya. Padahal, jelas-jelas kelonggaran ini diberikan kepada masyarakat marjinal yang pendapatannya terganggu karena adanya virus corona.

"Maksudnya dalam proses pemberian kredit kan ada yang berpenghasilan menengah, penghasilan rendah dan penghasilan atas. Tapi ditafsirkan sebagai 'bisa ga bayar cicilan 1 tahun, padahal itu kan jangka waktu maksimal," kata Suwandi kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/3/2020).

Dia menjelaskan, beberapa pihak yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan pembiayaan untuk diberikan kelonggaran adalah masyarakat dengan penghasilan rendah. Terutama untuk masyarakat yang menggunakan fasilitas multifinance untuk kebutuhan produktif seperti nelayan dan ojek daring atau pekerja lepas harian yang pendapatannya tak menentu.

"Jadi yang dimaksud adalah kelonggaran itu dilihat per kasus," tegasnya.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular