
Segera Cek! Bank & Multifinance Mulai Longgarkan Cicilan Nih
tahir saleh & Monica Wareza, CNBC Indonesia
31 March 2020 07:53

Sebelumnya pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan relaksasi kredit kepada masyarakat yang secara ekonomi terkena dampak virus corona atau COVID-19 sempat ramai menjadi pertanyaan publik, terutama debitur perusahaan pembiayaan atau multifinance (leasing).
Sebagian masyarakat mulai menanyakan, bahkan meminta kepada perusahaan multifinance untuk mendapatkan keringanan tersebut. Namun faktanya, praktik di lapangan tidak sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.
Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menilai pemerintah saat ini harus membuat satu landasan hukum yang lebih jelas terkait kebijakan yang telah dikeluarkan. Di situasi saat ini, imbauan saja dinilai tidak cukup.
"Pemerintah harusnya ada landasan hukum yang lebih kuat, supaya leasing ini tak menagih. Harus ada hukumnya, sanksinya, enggak cukup hanya imbauan," ujar Fadhil dalam video conference, Minggu (29/3/2020).
OJK juga harus tetap melakukan koordinasi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaaan Indonesia(APPI) agar penerapan aturan itu tidak menimbulkan moral hazard.
"OJK kan sudah melarang debt collector untuk menarik kendaraan juga. Ini harus dijelaskan sampai di lapangan. Harus semua mengetahui," katanya.
OJK melalui keterangan resminya sudah menghimbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki masalah cicilan pembayaran kredit setelah atau sebelum ada Covid-19 untuk segera menghubungi kantor leasing untuk bisa mendapatkan kesepakatan.
Menurut OJK, debitur bisa memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan restrukturisasi, dengan cara mengajukannya kepada perusahaan pembiayaan utuk mengklarifikasi pemenuhan kewajibannya jika memang sudah dilakukan.
Pengajuan dapat disampaikan secara online (email/website yang ditetapkan oleh bank/leasing) tanpa harus datang bertatap muka. Saat ini, ini debt collector diminta untuk dihentikan sementara untuk menarik kendaraan.
"Debitur harus proaktif untuk mengajukan restrukturisasi. Karena kalau diam ataupun menghindar, berarti memang ada kewajiban yang masih harus ditunaikan. Karena mungkin masyarakat ada yang lupa kalau memiliki tunggakan, sehingga perusahaan harus menurunkan debt collector," tulis keterangan resmi OJK.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Wiwit Sudarsono sempat mengatakan masih banyak perusahaan pembiayaan yang enggan memberikan penangguhan kredit ke driver taksi online.
"Jadi ternyata kembali lagi ini belum merata, malah kembali lagi ke kebijakan masing-masing perusahaan finance. Kebanyakan ya yang menolak mentah-mentah, alasannya banyak, bahkan ada leasing yang bilang belum dapat sounding dari OJK soal aturan ini," cerita Wiwit kepada detikcom, Kamis (26/3/2020).
"Dari laporan yang saya dapat dari teman-teman, lebih banyak [leasing] yang tidak memperbolehkan penangguhan," katanya.
Wiwit menilai leasing sengaja memanfaatkan ketidaktahuan driver soal dunia keuangan untuk menolak pemberian penangguhan kredit. "Para perusahaan finance ini kok kayak memanfaatkan ketidaktahuan driver ojol taksi online buat menolak [relaksasi kredit]," kata Wiwit.
Namun APPI menegaskan bahwak kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah merelaksasi kredit tak serta merta bisa dinikmati semua nasabah.
Debitur yang berhak mendapatkan hak istimewa untuk melakukan restrukturisasi kreditnya hanya debitur yang menggunakan pinjaman untuk kegiatan produktif, seperti ojol dan nelayan, juga pekerja harian lepas.
Pasalnya para pekerja dari sektor inilah yang terkena dampak langsung dari penyebaran virus corona yang membuat mobilitas menjadi terbatas dan banyak yang kerja di rumah.
Ketua APPI Suwandi Wiratno mengatakan banyak nasabah yang salah menafsirkan kebijakan tersebut dan malah berbondong-bondong mengajukan pelonggaran cicilan pinjamannya. Padahal, jelas-jelas kelonggaran ini diberikan kepada masyarakat marjinal yang pendapatannya terganggu karena adanya virus corona.
"Maksudnya dalam proses pemberian kredit kan ada yang berpenghasilan menengah, penghasilan rendah dan penghasilan atas. Tapi ditafsirkan sebagai 'bisa ga bayar cicilan 1 tahun, padahal itu kan jangka waktu maksimal," kata Suwandi kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/3/2020).
Dia menjelaskan, beberapa pihak yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan pembiayaan untuk diberikan kelonggaran adalah masyarakat dengan penghasilan rendah. Terutama untuk masyarakat yang menggunakan fasilitas multifinance untuk kebutuhan produktif seperti nelayan dan ojek daring atau pekerja lepas harian yang pendapatannya tak menentu.
"Jadi yang dimaksud adalah kelonggaran itu dilihat per kasus," tegasnya. (hps/hps)
Sebagian masyarakat mulai menanyakan, bahkan meminta kepada perusahaan multifinance untuk mendapatkan keringanan tersebut. Namun faktanya, praktik di lapangan tidak sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.
Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menilai pemerintah saat ini harus membuat satu landasan hukum yang lebih jelas terkait kebijakan yang telah dikeluarkan. Di situasi saat ini, imbauan saja dinilai tidak cukup.
OJK juga harus tetap melakukan koordinasi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaaan Indonesia(APPI) agar penerapan aturan itu tidak menimbulkan moral hazard.
"OJK kan sudah melarang debt collector untuk menarik kendaraan juga. Ini harus dijelaskan sampai di lapangan. Harus semua mengetahui," katanya.
OJK melalui keterangan resminya sudah menghimbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki masalah cicilan pembayaran kredit setelah atau sebelum ada Covid-19 untuk segera menghubungi kantor leasing untuk bisa mendapatkan kesepakatan.
Menurut OJK, debitur bisa memanfaatkan kesempatan untuk mendapatkan restrukturisasi, dengan cara mengajukannya kepada perusahaan pembiayaan utuk mengklarifikasi pemenuhan kewajibannya jika memang sudah dilakukan.
Pengajuan dapat disampaikan secara online (email/website yang ditetapkan oleh bank/leasing) tanpa harus datang bertatap muka. Saat ini, ini debt collector diminta untuk dihentikan sementara untuk menarik kendaraan.
"Debitur harus proaktif untuk mengajukan restrukturisasi. Karena kalau diam ataupun menghindar, berarti memang ada kewajiban yang masih harus ditunaikan. Karena mungkin masyarakat ada yang lupa kalau memiliki tunggakan, sehingga perusahaan harus menurunkan debt collector," tulis keterangan resmi OJK.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Wiwit Sudarsono sempat mengatakan masih banyak perusahaan pembiayaan yang enggan memberikan penangguhan kredit ke driver taksi online.
"Jadi ternyata kembali lagi ini belum merata, malah kembali lagi ke kebijakan masing-masing perusahaan finance. Kebanyakan ya yang menolak mentah-mentah, alasannya banyak, bahkan ada leasing yang bilang belum dapat sounding dari OJK soal aturan ini," cerita Wiwit kepada detikcom, Kamis (26/3/2020).
"Dari laporan yang saya dapat dari teman-teman, lebih banyak [leasing] yang tidak memperbolehkan penangguhan," katanya.
Wiwit menilai leasing sengaja memanfaatkan ketidaktahuan driver soal dunia keuangan untuk menolak pemberian penangguhan kredit. "Para perusahaan finance ini kok kayak memanfaatkan ketidaktahuan driver ojol taksi online buat menolak [relaksasi kredit]," kata Wiwit.
Namun APPI menegaskan bahwak kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah merelaksasi kredit tak serta merta bisa dinikmati semua nasabah.
Debitur yang berhak mendapatkan hak istimewa untuk melakukan restrukturisasi kreditnya hanya debitur yang menggunakan pinjaman untuk kegiatan produktif, seperti ojol dan nelayan, juga pekerja harian lepas.
Pasalnya para pekerja dari sektor inilah yang terkena dampak langsung dari penyebaran virus corona yang membuat mobilitas menjadi terbatas dan banyak yang kerja di rumah.
Ketua APPI Suwandi Wiratno mengatakan banyak nasabah yang salah menafsirkan kebijakan tersebut dan malah berbondong-bondong mengajukan pelonggaran cicilan pinjamannya. Padahal, jelas-jelas kelonggaran ini diberikan kepada masyarakat marjinal yang pendapatannya terganggu karena adanya virus corona.
"Maksudnya dalam proses pemberian kredit kan ada yang berpenghasilan menengah, penghasilan rendah dan penghasilan atas. Tapi ditafsirkan sebagai 'bisa ga bayar cicilan 1 tahun, padahal itu kan jangka waktu maksimal," kata Suwandi kepada CNBC Indonesia, Jumat (27/3/2020).
Dia menjelaskan, beberapa pihak yang menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan pembiayaan untuk diberikan kelonggaran adalah masyarakat dengan penghasilan rendah. Terutama untuk masyarakat yang menggunakan fasilitas multifinance untuk kebutuhan produktif seperti nelayan dan ojek daring atau pekerja lepas harian yang pendapatannya tak menentu.
"Jadi yang dimaksud adalah kelonggaran itu dilihat per kasus," tegasnya. (hps/hps)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular