Cash Memang King, Tapi Gak Sembarang Cash Juga Kali...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 March 2020 12:13
Cash Memang King, Tapi Gak Sembarang Cash Juga Kali...
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona yang sangat masif membuat perekonomian dunia seakan lumpuh. Perlambatan ekonomi adalah sebuah keniscayaan, dan resesi adalah risiko yang tidak bisa dikesampingkan.

Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada Senin (22/3/2020) pukul 11:13 WIB, jumlah pasien corona di seluruh dunia tercatat 336.004 orang sementara korban meninggal adalah 14.641 orang. Virus yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini sudah menyebar ke lebih dari 180 negara.




Demi meredam penularan virus, berbagai negara meminta masyarakat untuk tinggal di rumah. Bekerja di rumah, belajar di rumah, ibadah di rumah. Sebab kalau masih banyak yang keluyuran maka penyebaran virus tidak akan berhenti.

Sejumlah negara bahkan sudah melakukan langkah yang lebih ekstrem yaitu karantina wilayah alias lockdown. Ketika lockdown, transportasi publik tidak boleh beroperasi. Kantor dan pabrik tutup kecuali yang sangat vital. Warga pun sama sekali tidak boleh keluar rumah kecuali untuk urusan yang sangat mendesak seperti kondisi medis yang butuh penanganan segera.

Menyelamatkan nyawa memang harus menjadi prioritas nomor satu. Namun upaya menyelamatkan nyawa ini harus dibayar dengan perlambatan ekonomi global.

"Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020 akan melambat ke level yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Namun seberapa dalam perlambatannya dan akan terjadi berapa lama, masih sulit diperkirakan," kata Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, seperti dikutip dari Reuters.



Perlambatan ekonomi sudah pasti terjadi. Sekarang pertanyaannya, apakah perlambatan itu sangat parah sehingga menimbulkan resesi?

Berdasarkan jajak pendapat Reuters yang melibatkan 41 institusi di Benua Amerika dan Eropa, 31 di antaranya memperkirakan ekspansi ekonomi akan berhenti pada kuartal I tahun ini. Kali terakhir perekonomian dunia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) adalah pada 2009.


"Tidak ada keraguan. Ekspansi ekonomi terpanjang sepanjang sejarah akan berakhir kuartal ini. Sekarang masalahnya apakah kontraksi akan berlangsung lama sehingga menciptakan resesi?" kata Bruce Kasman, Head of Global Economic Research di JP Morgan, seperti dikutip dari Reuters.

Resesi bisa diartikan sebagai kontraksi ekonomi dalam dua kuartal beruntun pada tahun yang sama. Survei Reuters menunjukkan perekonomian global masih tumbuh 1,6% tahun ini, jauh melambat dibandingkan pencapaian tahun lalu.

Namun bukan berarti tidak ada resesi. Bisa saja kontraksi terjadi secara beruntun pada kuartal I dan III, kemudian baru bangkit pada dua kuartal berikutnya. Kontraksi pada kuartal I dan II sudah masuk kategori resesi.

"Resesi global mungkin akan terjadi dalam waktu dekat. Kita semua dalam kondisi yang tidak diinginkan, sehingga aturan-aturan normal tidak bisa lagi berlaku," tegas Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres, seperti diberitakan Reuters.



Kekhawatiran akan resesi membuat pelaku pasar sangat cemas dan tidak lagi percaya menempatkan uang di instrumen keuangan. Seluruh instrumen keuangan terkoreksi sangat parah.

Di bursa saham New York, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) amblas 26,2% dalam sebulan terakhir. Selama periode yang sama, S&P 500 jatuh 26,32% dan Nasdaq 100 ambrol 20,83%.

Di pasar komoditas, harga minyak jenis brent dan light sweet ambruk masing-masing 52,27% dan 54,37% selama sebulan ke belakang. Bahkan emas yang selama ini dinilai sebagai aset aman (safe haven) pun terkoreksi 8,78%.


Dalam situasi yang penuh ketidakpastian karena belum jelas kapan pandemi corona akan selesai, investor pun kembali 'primitif' dengan memegang uang tunai. Cash is king. Uang tunai bisa digunakan kapan saja untuk bertahan hidup di tengah pagebluk corona yang mengacaukan dunia.

"Kita sedang dalam masa di mana investor hanya ingin mencairkan dananya," ujar Prashant Newhana. Senior Interest Rate Strategist di TD Securities yang berbasis di Singapura, seperti diberitakan Reuters.


Namun, tentu cash yang menjadi favorit bukan sembarang cash. Adalah dolar AS yang menjadi pilihan utama.

Maklum, dolar AS masih berstatus sebagai mata uang global. Urusan apa pun bisa diselesaikan dengan dolar AS. Ekspor-impor, investasi, pembayaran utang, setoran dividen, dan berbagai keperluan lain beres kalau punya mata uang Negeri Paman Sam.

Akibatnya, dolar AS menjadi sangat perkasa. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 2,9%. Sejak awal tahun, indeks ini naik hampir 6%.

 

Dolar AS yang sangat kuat membuat mata uang negara lain tertekan, termasuk rupiah. Bahkan rupiah melemah begitu dalam hingga menyentuh titik terlemah sejak 1998.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular