
Soal Tambang Sitaan Kejagung, Begini Cerita TRAM & Adaro
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
06 March 2020 15:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Tambang batu bara PT Gunung Bara Utama (GBU) milik Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), menjadi 'bola panas' dalam waktu seminggu terakhir.
Hal itu setelah Kementerian BUMN mengumumkan akan mengelola GBU melalui produsen batu bara pelat merah, PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Padahal Trada Alam, pemilik GBU, sudah terikat perjanjian pinjam meminjam dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Seperti yang disampaikan Adaro dalam keterbukaan informasi yang disampaikan 9 Juli 2019.
Inilah yang kemudian membuat manajemen Trada Alam Minera membantah informasi GBU akan dikelola oleh PTBA seperti yang disampaikan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Adaro, pada 9 Juli 2019, yang ditandatangani oleh Sekretaris Perusahaan ADRO Mahardika Putranto disebutkan terjadi perjanjian pinjam meminjam senilai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) antara ADRO dengan TRAM pada 5 Juli 2019.
Perjanjian tersebut melibatkan, Adaro Capital Limited (ACL) yang merupakan anak usaha ADRO, dengan TRAM. Bunga yang disepakati antara kedua pihak sebesar 12% per tahun dan jatuh tempo dalam kurun waktu 4 tahun.
Nah, dalam laporan keuangan ADRO pada halaman 142 transaksi tersebut diuraikan dalam bahasa sebagai berikut:
Lalu dalam keterbukaan informasi yang disampaikan manajemen TRAM, memang mengakui penyitaan yang dilakukan Kejagung atas aset tambang GBU yang berlokasi di Kutai, Kalimantan Timur, sudah berdampak ke bisnis perusahaan.
Pernyataan itu disampaikan manajemen TRAM yang ditandatangani Direktur Utama Soebianto Hidayat berserta dua direksi lainnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dampak dari penyitaan tersebut, telah mengakibatkan kegiatan operasional PT GBU terganggu di antaranya kesulitan menata dan mengatur arus kas keuangan, karena mitra penyedia barang dan jasa meminta pembayaran dimuka, menunda pengiriman.
Bahkan, ada pembeli batu bara yang meminta percepatan pengembalian pembayaran uang muka dan pada akhirnya menyebabkan kerugian bagi PT GBU dan tentunya mengakibatkan kerugian kepada perseroan.
"Karyawan bekerja dalam keadaan cemas dan tidak nyaman sehingga tidak dapat memberikan kinerja yang optimal sebagaimana biasanya," kata manajemen.
Sebagai informasi pemegang saham TRAM sebagian besar atau 85,79% milik investor publik, sementara sisanya 14,21% milik Heru Hidayat baik secara langsung maupun lewat PT Graha Resources. Heru Hidayat adalah satu dari enam tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tengah disidik Kejaksaan Agung.
(hps/tas) Next Article Terseret Skandal Jiwasraya, Begini Nasib Emiten Heru Hidayat
Hal itu setelah Kementerian BUMN mengumumkan akan mengelola GBU melalui produsen batu bara pelat merah, PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Padahal Trada Alam, pemilik GBU, sudah terikat perjanjian pinjam meminjam dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Seperti yang disampaikan Adaro dalam keterbukaan informasi yang disampaikan 9 Juli 2019.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Adaro, pada 9 Juli 2019, yang ditandatangani oleh Sekretaris Perusahaan ADRO Mahardika Putranto disebutkan terjadi perjanjian pinjam meminjam senilai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) antara ADRO dengan TRAM pada 5 Juli 2019.
Perjanjian tersebut melibatkan, Adaro Capital Limited (ACL) yang merupakan anak usaha ADRO, dengan TRAM. Bunga yang disepakati antara kedua pihak sebesar 12% per tahun dan jatuh tempo dalam kurun waktu 4 tahun.
![]() |
![]() |
Nah, dalam laporan keuangan ADRO pada halaman 142 transaksi tersebut diuraikan dalam bahasa sebagai berikut:
Pada tanggal 5 Juli 2019, ATA dan TRAM telah menandatangani Perjanjian Kerjasama Logistik dan Infrastruktur. Kerjasama tersebut dilakukan agar ATA dapat menggunakan jalan milik PT Gunung Bara Utama ("GBU") dan untuk menunjuk PT Inti Pancar Dinamika("IPD") (yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh TRAM) membangun jalan sepanjang 60 km dari tambang milik GBU ke tambang milik AMC ("IPD Hauling Road").
Berkenaan dengan pembiayaan dan pembangunan IPD Hauling Road tersebut, pada tanggal 5 Juli 2019, ACL memberikan fasilitas pinjaman kepada TRAM sebesar US$100.000.000. Fasilitas pinjaman ini dikenakan bunga sebesar persentase tertentu dan akan jatuh tempo dalam jangka waktu 48 bulan sejak tanggal penggunaan pertama atas fasilitas.
Fasilitas pinjaman ini dijamin dengan gadai atas saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh milik PT Batu Kaya Berkat dan PT Black Diamond Energy dalam GBU, entitas anak TRAM, dan jaminan perorangan (borgtocht) dari Heru Hidayat, selaku salah satu pemegang saham TRAM.
Oleh karena itu, Grup berpendapat bahwa tidak diperlukan cadangan penurunan nilai atas pinjaman. Pada tanggal31 Desember 2019, fasilitas pinjaman ini telah ditarik penuh oleh TRAM.
Selanjutnya pada tanggal yang sama, ATA dan Grup TRAM juga telah menandatangani beberapa perjanjian opsi dimana pelaksanaan atas opsi tersebut hanya dapat terjadi apabila IPD berhasil membangun IPD Hauling Road.
Sampai dengan tanggal penyelesaian laporan keuangan konsolidasian, IPD belum mulai melakukan pembangunan IPD Hauling Road.
Lalu dalam keterbukaan informasi yang disampaikan manajemen TRAM, memang mengakui penyitaan yang dilakukan Kejagung atas aset tambang GBU yang berlokasi di Kutai, Kalimantan Timur, sudah berdampak ke bisnis perusahaan.
Pernyataan itu disampaikan manajemen TRAM yang ditandatangani Direktur Utama Soebianto Hidayat berserta dua direksi lainnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dampak dari penyitaan tersebut, telah mengakibatkan kegiatan operasional PT GBU terganggu di antaranya kesulitan menata dan mengatur arus kas keuangan, karena mitra penyedia barang dan jasa meminta pembayaran dimuka, menunda pengiriman.
Bahkan, ada pembeli batu bara yang meminta percepatan pengembalian pembayaran uang muka dan pada akhirnya menyebabkan kerugian bagi PT GBU dan tentunya mengakibatkan kerugian kepada perseroan.
"Karyawan bekerja dalam keadaan cemas dan tidak nyaman sehingga tidak dapat memberikan kinerja yang optimal sebagaimana biasanya," kata manajemen.
Sebagai informasi pemegang saham TRAM sebagian besar atau 85,79% milik investor publik, sementara sisanya 14,21% milik Heru Hidayat baik secara langsung maupun lewat PT Graha Resources. Heru Hidayat adalah satu dari enam tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang tengah disidik Kejaksaan Agung.
(hps/tas) Next Article Terseret Skandal Jiwasraya, Begini Nasib Emiten Heru Hidayat
Most Popular