
BoE Diprediksi Pangkas Bunga, Poundsterling Malah Menguat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 March 2020 21:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (3/3/2020), bangkit dari level terlemahnya dalam 4,5 bulan. Pada pukul 19:43 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US4 1,2786, menguat 0,28% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Poundsterling sebenarnya sedang dibayangi sentimen negatif dari perundingan dagang antara Inggris dengan Uni Eropa, serta kemungkinan pemangkasan suku bunga bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).
Inggris-Uni Eropa resmi memulai perundingan dagang tahap pertama Senin kemarin yang akan berlangsung hingga hari Kamis nanti. Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, mengatakan Inggris tidak akan terikat dengan peraturan Uni Eropa.
Sikap PM Johnson tersebut membuat perundingan dagang kedua belah pihak diprediksi berlangsung alot. Kerasnya sikap PM Johnson sudah ditunjukkan sejak Inggris resmi keluar dari Uni Eropa 31 Januari lalu. Poundsterling terus berada dalam tren turun sejak saat itu.
Sementara itu, BoE diprediksi memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada 26 Maret nanti. Berdasarkan data BoEWatch, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 80% BoE akan memangkas suku bunga menjadi 0,5%.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga BoE seharusnya membuat poundsterling tertekan, tetapi nyatanya pada hari ini mampu bangkit. Sebabnya, dolar AS sedang tertekan setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi akan agresif memangkas suku bunga di tahun ini, bahkan dengan probabilitas 100%.
CNBC International mewartakan, ekonom Goldman Sachs memprediksi The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada Maret menjadi 1-1,25%. Dan sepanjang tahun ini suku bunga diprediksi akan dipangkas sebanyak 100 bps hingga menjadi 0,5-0,75%.
Prediksi Goldman tersebut diperkuat dengan data dari piranti FedWatch milik CME Group, dimana pelaku pasar melihat probabilitas 100% bahwa bank sentral pimpinan Jerome Powell itu akan memangkas suku bunga sebesar 50 bps bulan ini.
Kemudian pada Desember, ada probabilitas sebesar 38,1% suku bunga The Fed berada di 0,5-0,75%. Probabilitas tersebut menjadi yang terbesar dibandingkan dengan yang lainnya, itu artinya pelaku pasar juga sejalan dengan prediksi ekonom dari Goldman Sachs, dan dolar AS menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Poundsterling sebenarnya sedang dibayangi sentimen negatif dari perundingan dagang antara Inggris dengan Uni Eropa, serta kemungkinan pemangkasan suku bunga bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).
Inggris-Uni Eropa resmi memulai perundingan dagang tahap pertama Senin kemarin yang akan berlangsung hingga hari Kamis nanti. Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, mengatakan Inggris tidak akan terikat dengan peraturan Uni Eropa.
Sementara itu, BoE diprediksi memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada 26 Maret nanti. Berdasarkan data BoEWatch, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 80% BoE akan memangkas suku bunga menjadi 0,5%.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga BoE seharusnya membuat poundsterling tertekan, tetapi nyatanya pada hari ini mampu bangkit. Sebabnya, dolar AS sedang tertekan setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diprediksi akan agresif memangkas suku bunga di tahun ini, bahkan dengan probabilitas 100%.
CNBC International mewartakan, ekonom Goldman Sachs memprediksi The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada Maret menjadi 1-1,25%. Dan sepanjang tahun ini suku bunga diprediksi akan dipangkas sebanyak 100 bps hingga menjadi 0,5-0,75%.
Prediksi Goldman tersebut diperkuat dengan data dari piranti FedWatch milik CME Group, dimana pelaku pasar melihat probabilitas 100% bahwa bank sentral pimpinan Jerome Powell itu akan memangkas suku bunga sebesar 50 bps bulan ini.
Kemudian pada Desember, ada probabilitas sebesar 38,1% suku bunga The Fed berada di 0,5-0,75%. Probabilitas tersebut menjadi yang terbesar dibandingkan dengan yang lainnya, itu artinya pelaku pasar juga sejalan dengan prediksi ekonom dari Goldman Sachs, dan dolar AS menjadi tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Mandek, Poundsterling Malah Menguat
Most Popular