Rupiah Batal Menguat, Gara-Gara Kabar dari G7?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 March 2020 17:42
Saat perdagangan hari ini dibuka menguat 0,49% di Rp 14.190/US$, tetapi di akhir perdagangan justru melemah 0,11% ke Rp 14.275/US$.
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (3/3/2020). Padahal di awal perdagangan rupiah terlihat akan menaklukkan dolar AS dengan mudah.

Saat perdagangan hari ini dibuka menguat 0,49% di Rp 14.190/US$, tetapi di akhir perdagangan justru melemah 0,11% ke Rp 14.275/US$.

Rupiah tidak sendiri, pergerakan yang sama seperti itu juga terjadi di mata uang utama Asia, kecuali yen Jepang. Hingga pukul 15:45 WIB, rupee India dan dolar Taiwan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk setelah melemah 0,39%.

Sementara itu, yen Jepang menguat 0,3%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini. 



Fakta rontoknya mata uang utama Asia di akhir perdagangan dan hanya yen yang mampu menguat menunjukkan sentimen pelaku pasar yang kembali memburuk.

Hal tersebut terjadi akibat kekecewaan pelaku pasar setelah Reuters mewartakan konferensi via telpon antara menteri keuangan dan pimpinan bank sentral negara-negara G7 tidak memberikan langkah-langkah fiskal dan moneter yang spesifik guna meredam dampak virus corona ke perekonomian.

Pelaku pasar sebelumnya berharap akan ada gelontoran stimulus fiskal dan moneter di berbagai negara guna meningkatkan aktivitas perekonomian.
"Mereka perlu mengumumkan sesuatu, hanya pernyataan umum sudah pasti mengecewakan pelaku pasar" kata Alvin Liew, Senior Ekonomi di UOB Singapura.

Sebelumnya di awal perdagangan hari ini rupiah mampu langsung melompat melanjutkan penguatan Senin kemarin berkat stimulus dari Bank Indonesia (BI). 



Senin kemarin, setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG), Gubernur BI Perry Warjiyo mengeluarkan lima kebijakan.

Pertama adalah meningkatkan intensitas intervensi di pasar keuangan baik di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) guna menstabilkan nilai tukar rupiah.

Kedua adalah menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) valas dari 8% terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi 4% DPK, berlaku mulai 16 Maret. Penurunan ini akan meningkatkan likuiditas valas di perbankan US$ 3,2 miliar.

Ketiga, BI juga menurunkan GWM rupiah sebesar 50 basis poin (bps) khusus kepada bank yang melakukan kegiatan ekspor-impor, berlaku mulai 1 April selama sembilan bulan. BI menilai eksportir dan importir memang kesulitan setelah merebaknya virus corona.

Keempat, BI memperluas jenis dan cakupan underlying investor asing di dalam melakukan lindung nilai, termasuk kalau mau masuk ke pasar DNDF. Memang kalau ingin mengakses DNDF, partisipan harus punya underlying yang jelas seperti kebutuhan impor, pembayaran utang luar negeri, dan sebagainya.

Langkah kelima, adalah investor global dapat menggunakan bank kustodi baik global maupun domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia. Jadi tidak hanya bank asing, bank lokal juga sudah mampu menyediakan jasa kustodi.

Usai pengumuman lima kebijakan tersebut, rupiah yang sebelumnya melemah melawan dolar AS berbalik menguat di akhir perdagangan Senin dan berlanjut hingga awal perdagangan hari ini, sayangnya gagal dipertahankan hingga penutupan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular