
Mahathir Bikin Harga CPO Makin Tertekan, Ambles 19%
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 February 2020 14:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terus tergerus. Anjloknya harga CPO sejak awal tahun dipicu oleh berbagai sentimen yang menunjukkan adanya risiko dari sisi permintaan maupun dari sisi pasokan.
Pada hari kedua perdagangan pekan ini, Selasa (25/2/2020), harga CPO kembali mencatatkan pelemahan. Data Refinitiv menunjukkan harga CPO kontrak pengiriman Mei 2020 di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) berada di level RM 2.509/ton.
Harga mengalami penurunan sebesar 34 ringgit atau melemah 1,34% dibanding posisi penutupan pada perdagangan kemarin. Kemarin, harga CPO ditutup melemah 2,17% dibanding penutupan pekan lalu.
Sejak awal tahun, harga CPO kontrak (futures) terus mengalami tekanan yang tak terhindarkan hingga terkoreksi sebesar 18,75% atau 19%.
Dari sisi permintaan, ekspor minyak sawit Malaysia mengalami penurunan di awal tahun 2020. Penyebabnya adalah hubungan bilateral Malaysia dengan pelanggan utama minyak sawit dunia yaitu India yang memanas.
Panasnya hubungan India dan Malaysia dipicu oleh kritik pedas Mahathir Mohamad yang kala itu menjabat sebagai perdana menteri Malaysia melayangkan kritik tajam atas sikap India terhadap Jammu dan Kashmir serta UU Kewarganegaraan India yang baru yang dianggap anti-Islam.
Kritik tersebut berbuntut panjang dan membuat India mengambil langkah retaliasi dengan melarang impor minyak sawit olahan. Secara informal pemerintah India juga melakukan aksi boikot terhadap produk minyak sawit Malaysia. Sejak saat itu ekspor minyak sawit Malaysia ke India drop dan per bulannya kurang dari 200.000 ton.
Harga CPO sempat terangkat kembali setelah Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri India menerbitkan izin impor minyak sawit olahan palmolein dari Indonesia sebanyak 1,1 juta ton.
Namun harga CPO kembali terpangkas ketika terjadi lonjakan virus corona yang juga terjadi di luar China terutama di Korea Selatan, Italia dan Iran. Virus corona memang bersumber dari Wuhan, China bagian tengah. Merebaknya virus ini di China telah membuat aktivitas perdagangan terganggu.
China merupakan pembeli minyak nabati terbesar kedua di dunia setelah India, jadi wajar saja kalau musibah yang terjadi di China saat ini akibat infeksi virus corona memicu adanya sinyal kekhawatiran di pasar bahwa permintaan minyak sawit negara tersebut akan berkurang.
Pada hari kedua perdagangan pekan ini, Selasa (25/2/2020), harga CPO kembali mencatatkan pelemahan. Data Refinitiv menunjukkan harga CPO kontrak pengiriman Mei 2020 di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) berada di level RM 2.509/ton.
Harga mengalami penurunan sebesar 34 ringgit atau melemah 1,34% dibanding posisi penutupan pada perdagangan kemarin. Kemarin, harga CPO ditutup melemah 2,17% dibanding penutupan pekan lalu.
Dari sisi permintaan, ekspor minyak sawit Malaysia mengalami penurunan di awal tahun 2020. Penyebabnya adalah hubungan bilateral Malaysia dengan pelanggan utama minyak sawit dunia yaitu India yang memanas.
Panasnya hubungan India dan Malaysia dipicu oleh kritik pedas Mahathir Mohamad yang kala itu menjabat sebagai perdana menteri Malaysia melayangkan kritik tajam atas sikap India terhadap Jammu dan Kashmir serta UU Kewarganegaraan India yang baru yang dianggap anti-Islam.
Kritik tersebut berbuntut panjang dan membuat India mengambil langkah retaliasi dengan melarang impor minyak sawit olahan. Secara informal pemerintah India juga melakukan aksi boikot terhadap produk minyak sawit Malaysia. Sejak saat itu ekspor minyak sawit Malaysia ke India drop dan per bulannya kurang dari 200.000 ton.
Harga CPO sempat terangkat kembali setelah Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri India menerbitkan izin impor minyak sawit olahan palmolein dari Indonesia sebanyak 1,1 juta ton.
![]() |
Namun harga CPO kembali terpangkas ketika terjadi lonjakan virus corona yang juga terjadi di luar China terutama di Korea Selatan, Italia dan Iran. Virus corona memang bersumber dari Wuhan, China bagian tengah. Merebaknya virus ini di China telah membuat aktivitas perdagangan terganggu.
China merupakan pembeli minyak nabati terbesar kedua di dunia setelah India, jadi wajar saja kalau musibah yang terjadi di China saat ini akibat infeksi virus corona memicu adanya sinyal kekhawatiran di pasar bahwa permintaan minyak sawit negara tersebut akan berkurang.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular