Corona Ancam Jepang, Yen Bisa Kehilangan Status Safe Haven

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 February 2020 11:11
Dalam dua hari terakhir yen menguat 0,48% dan 0,77%, tetapi hari ini cenderung melemah melawan dolar AS.
Foto: Uang kertas Jepang 10.000 yen tersebar di pertukaran uang Interbank Inc. di Tokyo. REUTERS / Yuriko Nakao
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar yen Jepang melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (25/2/2020), setelah menguat tajam dalam dua perdagangan sebelumnya. Padahal wabah virus corona kian meluas, yang menyebabkan bursa saham dunia berguguran.

Pada pukul 10:15 WIB, yen melemah 0,13% ke 110.85/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara, dalam dua hari terakhir yen menguat 0,48% dan 0,77%. Meski demikian, penguatan tersebut terjadi setelah yen menyentuh level terlemah dalam 10 bulan terakhir di 112.21/US$ pada Kamis (20/2/2020) pekan lalu.

Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis dari Johns Hopkins, korban meninggal akibat virus corona sebanyak 2.699 orang, dan menjangkiti lebih dari 80.000 orang di berbagai negara. Lonjakan kasus di luar China membuat pelaku pasar lebih cemas lagi dan bursa saham terus berguguran.

Jumlah kasus di Korea Selatan meningkat drastis menjadi 893 orang hari ini, dan menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua. Italia juga mengalami peningkatan kasus menjadi 159 orang, dan menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak ketiga.



Yen menyandang status aset aman (safe haven) dan kerap menjadi buruan pelaku pasar ketika terjadi gejolak geopolitik maupun di pasar finansial. Kombinasi wabah virus corona dan anjloknya bursa saham seharusnya membuat yen perkasa.

Namun yang terjadi sebaliknya, yen justru terus tertekan hingga menyentuh level terlemah dalam 10 bulan terakhir. Melihat pergerakan tersebut, yen berpeluang kehilangan statusnya sebagai aset safe haven, apalagi ekonomi Jepang terancam mengalami resesi akibat wabah virus corona.

Wajar saja, Jepang menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak ke-empat. Hingga saat ini tercatat sebanyak 159 pasien yang positif corona.



"Saat virus corona menyebar di Jepang, pelaku pasar enggan membeli yen sebagai safe haven. Saat ini hanya sedikit alasan untuk membeli yen dan menjual dolar AS dan euro. Cepat atau lambat yen akan kehilangan statusnya sebagai aset safe haven" kata Yuzo Sakai, kepala manajer bisnis forex di Ueda Totan Forex Ltd sebagaimana dilansir Kyodo News.

Sebelum kasus corona muncul pertengahan Januari lalu, ekonomi Jepang sudah terkontraksi. Kini virus corona memperbesar risiko resesi di Jepang. Apalagi China yang menjadi asal virus corona diprediksi mengalami pelambatan ekonomi. China juga mitra dagang utama Jepang, sehingga akan berdampak ke perekonomian Negeri Matahari Terbit.

Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestik bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014. Kontraksi tersebut menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir.

"Ada kekhawatiran yang besar jika perekonomian Jepang akan terus melambat akibat penyebaran virus corona. Popularitas yen sebagai jelas semakin menurun" kata Takhesi Minami, kepala ekonomi di Norinchukin Research Institute, sebagaimana dilansir Kyodo News.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Dolar AS Mengerikan, Safe Haven Yen Ambrol Hingga 6,8%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular