Rupiah Tembus Rp 15.000/US$, Tapi Menguat Tajam Lawan Yen!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 July 2022 10:25
FILE PHOTO: A Japan Yen note is seen in this illustration photo taken June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih terus tertekan melawan dolar Amerika Serikat (AS), bahkan pada perdagangan Rabu (6/7/2022) menembus Rp 15.000/US$ untuk petama kalinya sejak Mei 2020. Sepanjang tahun ini rupiah sudah melemah 5,3% melawan dolar AS.

Namun, kinerja rupiah sebenarnya tidak begitu buruk melawan mata uang lainnya. Melawan yen Jepang, rupiah bahkan mampu menguat tajam di tahun ini. Pagi ini rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 110,98/JPY, dan sepanjang tahun ini penguatannya tercatat lebih dari 10%. 

Awal Juni lalu, rupiah bahkan sempat ke bawah Rp 108/JPY, yang merupakan level terkuat dalam 7 tahun terakhir.

Pergerakan tersebut menunjukkan fundamental di dalam negeri sebenarnya cukup bagus, terutama akibat tingginya harga komoditas. Neraca perdagangan mencetak surplus 25 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan surplus. Sehingga, devisa mengalir ke dalam negeri.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga di paruh kedua 2022. Bahkan ada yang memperkirakan di bulan ini. Hal ini tentunya membuat selisih suku bunga dengan bank sentral Jepang (BoJ) semakin melebar.

BoJ menjadi satu-satunya bank sentral utama dunia yang belum mengetatkan kebijakan moneternya.

Dalam pengumuman kebijakan moneter bulan lalu BoJ di bawah pimpinan Haruhiko Kuroda mempertahankan suku bunga sebesar minus (-) 0,1%, dan yield obligasi tenor 10 tahun dekat 0%.

BoJ masih enggan menaikkan suku bunga karena inflasi di Jepang masih rendah. Inflasi inti di Jepang saat ini mencapai 2,1% (year-on-year/yoy) pada Mei lalu sama dengan kenaikan bulan sebelumnya dan sudah mencapai target BoJ sebesar 2%. Namun kenaikan tersebut terjadi akibat tingginya biaya (cost push) bukan berdasarkan peningkatan permintaan (demand pull) yang berasal dari peningkatan upah pekerja.

Selain itu, Jepang kini terancam mengalami resesi, meski BoJ tidak mengetatkan kebijakannya.

Yen yang melemah tajam bisa berdampak buruk bagi perekonomian Jepang, melawan dolar AS nilainya jeblok lebih dari 17% di tahun ini. inflasi bisa meroket , tetapi dari sisi cost push yang pada akhirnya memukul konsumsi rumah tangga. Produk domestik bruto (PDB) terancam merosot, resesi kembali membayangi meski suku bunga rendah masih dipertahankan.

Oleh karena itu, BoJ menyatakan akan memperhatikan pergerakan yen.

"Kami akan memperhatikan dengan seksama dampak dari pergerakan nilai tukar ke perekonomian," tulis BoJ dalam keterangan resminya.

Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura juga memperkirakan Jepang akan mengalami resesi.

"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Subbraman dalam acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).

Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan zona euro, Inggris, Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.

"Kenaikan suku bunga yang agresif artinya kita melihat kebijakan front loading. Dalam beberapa bulan kami telah melihat risiko resesi, dan sekarang beberapa negara maju benar-benar jatuh ke jurang resesi," tambah Subbraman.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular