Mirip Lagu, Harga Emas 'Naik ke Puncak Gunung, Tinggi Sekali'

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 February 2020 15:50
Mirip Lagu, Harga Emas 'Naik ke Puncak Gunung, Tinggi Sekali'
Foto: Dok ANTAM

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat lagi pada perdagangan Jumat (21/2/2020) melanjutkan penguatan 3 hari sebelumnya hingga mencapai level tertinggi dalam 7 tahun terakhir.

Pada pukul 14:50 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.633,35/troy ons, menguat 0,86% di pasar spot melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 15 Februari. Dalam tiga hari terakhir, total emas sudah menguat 2,4%, jika ditambah dengan penguatan siang ini maka sudah lebih dari 3%.

Penguatan tajam harga emas dipicu oleh "produk turun" dari wabah virus corona yang melanda China dan diprediksi memangkas pertumbuhan ekonomi Negeri Tiongkok.

Dari sisi makro, "produk turunan" virus corona yakni risiko terjadinya resesi, sementara dari sisi mikro penurunan pendapatan perusahaan.



Hasil riset S&P memprediksi produk domestic bruto (PDB) Negeri Tiongkok akan terpangkas hingga 1,2%.

Kemudian, Reuters melakukan jajak pendapat terhadap 40 ekonom yang hasilnya pertumbuhan ekonomi China kuartal I-2019 diperkirakan sebesar 4,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6%. Untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020, proyeksinya adalah 5,5%. Juga jauh melambat dibandingkan realisasi 2019 yang sebesar 6,1%.


Setidaknya ada tiga negara yang berisiko mengalami resesi, yakni Singapura, Jerman, dan Jepang. Ketiganya memiliki hubungan erat dengan China.

Pemerintah Singapura di awal pekan ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Mengutip Reuters, Singapura memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020 ada di kisaran -0,5%-1,5%. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, pertumbuhan di kisaran 0,5%-2,5%.

Setelah Singapura, Jerman juga sudah waspada. Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal IV-2019 stagnan alias tidak tumbuh dari kuartal sebelumnya. Pada tahun lalu, Jerman sudah nyaris mengalami resesi akibat perang dagang AS dengan China.

Selanjutnya Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, yang sudah dekat dengan resesi. Perekonomian Jepang berkontraksi tajam di kuartal IV-2019, bahkan menjadi yang terdalam sejak 6 tahun terakhir. Data dari Cabinet Office menunjukkan produk domestic bruto (PBD) kuartal IV-2019 berkontraksi 1,6% quarter-on-quarter (QoQ), menjadi yang terdalam sejak kuartal II-2014.

Sementara itu raksasa teknologi asal AS, Apple Inc. menyatakan pendapatan di kuartal II tahun fiskal 2020 akan lebih rendah dari prediksi sebelumnya akibat wabah Covid-19, yang menyebabkan gangguan suplai serta penurunan penjualan di China. Apple sebelumnya memberikan prediksi penjualan bersih akan mencapai US$ 63 miliar sampai US$ 67 miliar.

Apple Inc. merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar lebih dari US$ 1,3 triliun. Sebagai perbandingan nilai perekonomian Indonesia di tahun 2018 sebesar US$ 1,042 triliun, masih di bawah kapitalisasi pasar Apple.

Di tahun yang sama, nilai ekonomi AS sebagai yang terbesar di dunia sebesar US$ 20,5 triliun, itu artinya kapitalisasi pasar perusahaan pembuat iPhone ini sekitar 6,3% dari nilai ekonomi AS.

Tidak hanya itu melansir Investopedia yang melihat data World Bank, hanya ada 14 negara yang nilai ekonominya lebih besar dari Apple.



Maka ketika Apple mengumumkan kemungkinan penurunan pendapatan akan memberikan dampak buruk ke sentimen pelaku pasar. Apalagi banyak perusahaan yang bermitra dengan Apple di berbagai negara, sehingga bursa saham global akan terguncang.

Kombinasi risiko resesi dan penurunan pendapatan perusahaan membuat pelaku pasar mengalihkan investasinya ke aset aman (safe haven) seperti emas.

Emas bahkan terus melaju naik meski dolar AS sedang perkasa. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini naik ke 99,86 Kamis kemarin, yang merupakan level tertinggi sejak 11 Mei 2017. Ketika dolar AS menguat, harga emas yang dibanderol dengan mata yang Paman Sam tersebut akan menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, permintaan berisiko menurun. 

Tetapi fakta emas masih terus melaju naik menunjukkan emas kembali menjadi primadona saat ini. Hal tersebut juga terlihat dari kenaikan aset di SPDR Gold Trust, ETF berbasis emas terbesar di dunia, sebesar 0,25% 933,93 ton, yang menjadi level tertinggi sejak November 2016.


[Gambas:Video CNBC]



Target kenaikan emas ke US$ 1.620/troy ons Kamis kemarin sudah berhasil dicapai, bahkan dilewati. Melihat grafik harian, emas yang disimbolkan XAU/USD bergerak di atas rerata pergerakan (Moving Average/MA) MA 8 hari (garis biru), MA 21 hari (garis merah) dan MA 125 hari (garis hijau).


Seperti Lagu, Emas Grafik: Emas (XAU/USD) Harian
Sumber: investing.com


Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) mulai bergerak naik di wilayah positif. Sementara histogramnya sudah cukup jauh ka atas wilayah positif. Indikator ini menunjukkan emas mendapatkan momentum penguatan. 

Pada time frame 1 jam, emas bergerak di atas MA 8, MA 21, MA 125. Indikator Stochastic bergerak turun tetapi masih di wilayah jenuh beli (overbought).

Seperti Lagu, Emas Grafik: Emas (XAU/USD) 1 Jam
Sumber: investing.com


Emas bergerak di dekat level US$ 1.635/troy ons yang kini menjadi resisten (tahanan atas) terdekat. Melihat indikator stochastic yang overbought, emas berisiko terkoreksi turun ke US$ 1.631/troy ons selama tertahan di bawah resisten tersebut. 

Jika US$ 1.631/troy ons berhasil ditembus emas berisiko turun lebih dalam ke US$ 1.626 hingga US$ 1.620/troy ons.

Sementara jika resisten berhasil dilewati dengan meyakinkan, emas berpeluang menguat ke US$ 1.641/troy ons. Resisten selanjutnya berada di US$ 1.645/troy ons. 


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular