
Kejagung Pastikan Modus Tersangka Jiwasraya: Goreng Saham!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebutkan modus dari enam tersangka yang ditahan atas dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ialah 'menggoreng' saham dengan nilai yang tinggi dan kemudian saham-saham terkait yang dinaikkan itu dibeli oleh Jiwasraya.
"[Ada cornering saham?] 6 tersangka yang ditahan dipastikan modusnya menggoreng saham. Sampe nilai [saham] tinggi, JS beli. Setelah beli ternyata grupnya gak menggoreng lagi, pasti jatuh kan dia [harga sahamnya]. Dasarnya perusahaan [saham yang dibeli] bukan [saham] liquid bukan perusahaan bagus," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, di Jakarta, Rabu malam (19/2/2020).
Cornering adalah tindakan transaksi yang dilakukan beberapa pihak untuk menurunkan harga atau menaikkan harga saham hingga level tertentu.
Mengacu UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 92 disebutkan: "Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek."
Lebih lanjut Febrie menegaskan Jaksa sudah melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut karena sudah yakin dengan adanya mens rea, adanya kesengajaan.
![]() |
Sebagai informasi, dalam teori pidana, sebuah tindak pidana dibangun atas dua unsur penting yaitu unsur objektif/physical yaitu actus reus yang diartikan sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang pidana, dan unsur subjektif/mental yaitu mens rea alias sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana.
"[Tersangka menyadari ya?] Jaksa nahan udah yakin lah ada mens rea kesengajaa," tegasnya.
"[Berapa kali transaksi?] Banyak itu, sampai jutaan. 4 juta transaksi. Awalny 55.000. Masa risiko bisnis berkali-kali. Rugi main lagi [beli saham lagi], rugi main lagi. kalo ga diperhitungkan bahkan udah diingatkan jangan dibeli ternyata masih diputuskan masuk kan berati ada kesengajaan," katanya.
Dia mengatakan, "kalau risiko bisnis itu hanya sekali. Kalau berkali-kali? bukan risiko bisnis digeser uang berkali-kali kan berkali-kali dia. Setelah rugi main lagi rugi main lagi."
Sebelumnya dia mengatakan potensi kerugian negara dari kasus dugaan korupsi Jiwasraya bisa mencapai Rp 17 triliun dan besaran nilai sesungguhnya akan dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nilai tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.
"Ya dari 2008 yang kita sidik tuh 2008 sampai 2018, sehingga kerugiannya cukup besar. Perkiraan kemungkinan sekitar angka Rp 17 triliun, tapi real di hitungan BPK-lah. Akan berkembang terus nanti," katanya.
Febrie juga menjelaskan bahwa kasus Jiwasraya juga kasus kejahatan konvensional, melainkan melalui transaksi saham yang dilakukan berkali-kali.
"Jadi bukan kejahatan konvensional, bobol uang Jiwasraya dengan cara yang sekali transaksi, tidak. [Tapi] berkali-kali dalam waktu yang cukup lama," jelasnya.
Saat ini Kejagung sudah menetapkan enam tersangka dari kasus Jiwasraya. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo.
Lalu Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Febrie Adriansyah menjelaskan pada intinya adalah investasi saham. "Jadi awalnya Jiwasraya itu membeli saham atau reksa dana. Nah ini ternyata yang dibeli tidak liquid. Kenapa tidak liquid, ini kan memang saham yang kita ketahui fakta di alat bukti ini kan sudah yang digoreng-goreng sehingga mencapai angka yang tinggi," jelas Febrie.
"Nah bagaimana yang tadi disampaikan, bagaimana cara menggoreng ya pasti melibatkan banyak orang, banyak perusahaan itu saling beli. [Misal] saya beli ke dia, dia jual ke sini, saya beli lagi. Terus begitu kan. Itu makanya penyidikan ini saya bilang dari awal kental dengan audit, karena ini transaksi sehingga kita gandeng temen-teman BPK di sini untuk bisa menelusuri," tegasnya.
"Jadi bukan kejahatan konvensional, bobol uang Jiwasraya dengan cara yang sekali transaksi, tidak. [Tapi] berkali-kali dalam waktu yang cukup lama," jelas lagi.
(tas/tas) Next Article Jaksa Agung Pastikan Mantan Direksi Jiwasraya akan Dicekal!
