Nyangkut Triliun, Kenapa Jiwasraya-Asabri Beli Saham Bentjok?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
20 February 2020 07:19
Nyangkut Triliun, Kenapa Jiwasraya-Asabri Beli Saham Bentjok?
Foto: Jiwasraya. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus investasi dua asuransi BUMN, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) kian terbuka lebar, khususnya berkaitan dengan portofolio saham apa saja yang dibeli dan akhirnya 'nyangkut. Bukan miliaran, tapi triliunan rupiah dana tersebut terjebak.

Penjelasan terkait portofolio lengkap milik Jiwasraya dan Asabri itu terungkap di ruang rapat Komisi VI DPR RI, pada Rabu kemarin (19/2/2020).

Direktur Utama Asabri, Sonny Widjaja, mengakui perseroan banyak menempatkan dana pada saham-saham milik perusahaan Heru Hidayat (HH) dan Benny Tjokrosaputra (Bentjok). Keduanya adalah dua dari enam tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya yang tengah disidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

Triliua Nyangkut, Kenapa Jiwasraya-Asabri Beli Saham BentjokFoto: CNBC Indonesia

Heru Hidayat adalah Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), sementara Bentjok adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX). Dua saham ini, bersama tiga saham lain sudah disuspensi atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait Jiwasraya. Tiga saham lain yakni PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP), dan PT SMR Utama Tbk (SMRU).

"Paling besar punya HH sama BT. Underwriting saham negatif itu sejak 2010. Agresif tapi kondisi pasar nggak bagus jadi negatif dan penurunan nilai saham pesat," kata Sonny, Rabu kemarin.


Di depan Komisi VI DPR RI, Sonny juga memaparkan slide portofolio investasi untuk produk Tunjangan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) Asabri.

Dalam slide tersebut alokasi ke deposito sebanyak Rp 641 miliar atau 7,23%, lalu obligasi Rp 2,75 triliun sebesar 31,04%, reksa dana senilai Rp 4,08 triliun atau 46,03%, saham Rp 1,29 triliun atau 14,46%, DIRE senilai Rp 121 miliar atau 1,36%, KIK-EBA senilai Rp 27 miliar atau 0,3% dan DINFRA (dana infrastruktur) senilai Rp 75 miliar atau 0,58%.

Pada kesempatan yang sama, Sonny menjelaskan saat ini risk base capital (RBC) Asabri masih negatif. Pada 2019, rasio kecukupan modal berbasis risiko Asabri ini tercatat minus 571% dan sampai 2020 masih negatif, dengan kondisi liabilitas yang sama dan nilai aset yang menurun drastis.

"Perlu peningkatan aset Rp 7 triliun [agar] sampai 100% dan Rp 7,2 triliun agar [RBC] sampai 120% karena unreal loss tinggi sedang liabilitas lebih tinggi dari aset," jelas Sonny.

Hanya dalam rapat tersebut belum dijelaskan alasan utama kenapa Asabri menempatkan dana di saham-saham milik Heru dan Bentjok. Sebagai informasi, saham-saham tersebut memang sempat begitu aktif sebelum akhirnya jatuh ke level paling rendah Rp 50/saham.

Dalam kesempatan rapat sebelumnya di DPR, Sonny juga membeberkan alasan perusahaan agresif melakukan investasi terutama di instrumen pasar modal guna menutupi adanya negatif underwriting (seleksi risiko) yang dialami perusahaan asuransi milik pensiunan TNI/Polri/Kementerian Pertahanan ini.

"Catatan dari sini, kami laporkan Asabri mulai negatif underwriting, tidak mencukupi sehingga di-cover [ditutupi] dengan investasi, sementara investasi juga kesulitan menutup itu semua," kata
Sonny Widjaja, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI di Gedung DPR, Rabu (29/1/2020).



[Gambas:Video CNBC]



Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Asuransi Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, menyampaikan kepemilikan perseroan pada saham perusahaan Bentjok mencapai Rp 13 triliun. 

Hal tersebut disampaikan oleh Hexana saat menjawab pertanyaan dari Anggota Komisi VI DPR RI Mukhtarudin saat rapat Komisi VI dengan sejumlah BUMN.

"Yang terafiliasi ada sekitar Rp 13 triliun," kata Hexana. 

Setelah mendengar jawaban Hexana tersebut, Mukhtarudin mengatakan jumlah tersebut sangat besar. Ia pun meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit pada Jiwasraya.

"Banyak ini, ada ga asetnya mereka Rp 13 triliun ini musibah yang akhirnya. Mau ga mau demi rakyat terpaksa negara harus turun tangan, ini miris lah tanggungjawab biar ga terjadi lagi seperti ini. Saya rekomendasikan kan Jiwasraya sudah di audit BPK, kalo bisa Asabri dan Taspen juga audit investigasi," kata Mukhatudin. 

Triliua Nyangkut, Kenapa Jiwasraya-Asabri Beli Saham BentjokFoto: Komisi 6 DPR (CNBC Indonesia/Anisatul Umah)

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan meski masih harus dihitung BPK, potensi kerugian negara dari kasus dugaan korupsi Jiwasraya bisa mencapai Rp 17 triliun. Nilai tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.

"Ya dari 2008 yang kita sidik tuh 2008 sampai 2018, sehingga kerugiannya cukup besar. Perkiraan kemungkinan sekitar angka Rp 17 triliun, tapi real di hitungan BPK-lah. Akan berkembang terus nanti," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, di Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Hexana juga belum menjelaskan detail historis Jiwasraya (manajemen lama) yang berani masuk ke saham-saham Bentjok dan Heru Hidayat.

Namun sebagai informasi, Produk Saving Plan milik Jiwasraya yang ditawarkan melalui bancassurance dan kini gagal bayar mencapai Rp 16 triliun tahun ini ternyata dijanjikan memiliki guaranted return sebesar 9-13% per tahan selama 2013-2018 dengan periode pencairan setiap tahun.


Return ini lebih besar dari deposito full year 2018 antara 5,2-7% per tahun dan lebih besar dari obligasi korporasi dengan rating single A (idA) hingga triple A (AAA) antara 8-9,5% per tahun. Bahkan return Jiwasraya juga bahkan lebih tinggi dari kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama tahun 2018 yakni 2,3%.

Menteri BUMN periode 2011-2014 Dahlan Iskan pun sempat menyinggung kekeliruan ini.

"Jiwasraya belanja saham Henson [Hanson] ketika harganya Rp 1.300/lembar. Sebanyak Rp 760 miliar. Banyak yang menilai itu kemahalan. Tapi itulah harga resmi di pasar modal. Setahun kemudian harga saham itu naik drastis. Menjadi Rp 1.865/lembar," kata mantan bos Jawa Pos ini.

"Saat inilah [harga tinggi] mestinya Jiwasraya jual saham. Bisa untung lebih Rp 100 miliar. Tapi itu tidak dilakukan. Mungkin menunggu harga naik lagi. Padahal setelah itu saham Hanson terjun bebas. Ke dasar jurang yang paling dalam: tinggal Rp 50/lembar," jelasnya, dalam tulisan diblognya berjudul, "Nasib Benny",diunggah pada Kamis (16/1/2020).
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular