Waspada! Resesi Belum Pergi, 6 Bulan Lagi Berpotensi Terjadi

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
09 February 2020 16:46
Resesi ekonomi sedang membayangi sejumlah negara pada pertengahan tahun 2020.
Foto: Presiden Donald Trump menyampaikan pidatonya di samping bendera AS dan China saat dia dan Presiden Cina Xi Jinping bertemu. REUTERS/Damir Sagolj/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi ekonomi sedang membayangi sejumlah negara pada pertengahan tahun 2020. Sebuah penelitian baru kembali mengabarkan bahwa "hantu" resesi belum a sedang membayangi sejumlah negara pada pertengahan tahun 2020. Sebuah penelitian baru kembali mengabarkan bahwa "hantu" resesi belum akan sepenuhnya pergi di 2020 ini.

Untuk diketahui, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Suatu negara dapat dikatakan mengalami resesi bila dalam dua triwulan berturut-turut Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh negatif.

Penelitian yang dipublikasikan MIT Sloan School of Management dan State Street Associates, menyatakan, potensi terjadinya resesi dunia pada paruh pertama tahun 2020 prognosanya mencapai 70%.


Sebagaimana dikutip dari CNBC International penelitian menggunakan pengukuran jarak mahalanobis, yang biasanya dipakai guna menganalisa tengkorak manusia. Mahalanobis dipakai untuk menentukan bagaimana kondisi pasar saat ini dibandingkan dengan sebelumnya.

Dengan menggunakan prinsip ini, peneliti menganalisa empat faktor pasar, yakni produksi industri, upah non pertanian, pengembalian pasar saham, dan kurva imbal hasil.

Analisa dilakukan setiap bulan. Mereka mengukur bagaimana hubungan antara empat faktor tersebut dengan sejarah masa lampau.

"Melihat data tahun 1916 [resesi pasca Perang Dunia I] para peneliti mengatakan bahwa indeks dari keempat indikator resesi naik dari sebelumnya," tulis CNBC International, Jumat (7/2/2020).

"Dari perhitungan yang dilakukan, akhirnya mereka mendapatkan hasil, indeks resesi mencapai 70% ... dalam enam bulan ke depan."

Meski demikian, sebenarnya sejumlah indikator ekonomi di AS masih baik-baik saja. Ekonomi AS misalnya tumbuh 2,1% pada kuartal-IV 2019 dan 2,3% selama setahun kemarin.


Ditandatanganinya kesepakatan dagang AS-China Januari lalu juga menimbulkan kepastian di pasar. Belum lagi data lokal AS, seperti gaji swasta yang naik bahkan tertinggi sejak Mei 2015.

"Latar belakang fundamental mendukung pandangan kami," kata Kepala Strategis Ekuitas Global dan Eropa JP Morgan dalam sebuah catatan.

"Pandangan kami tetap pada dasar tidak seharusnya kita mengharapkan resesi (terutama) menjelang Pemilu AS."

Sebelumnya, Bank Dunia memberi catatan bahwa pemulihan ekonomi di beberapa negara akan mendorong pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini. Hanya saja masih ada hambatan yang dapat menggagalkan peluang pertumbuhan ekonomi global tersebut.


Bank Dunia menyebutkan hambatan itu datang dari ketegangan perdagangan yang mereda dengan adanya perjanjian awal antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kemajuan damai dagang ini akan cepat menyebar di luar dua negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ini.

Dalam laporan Prospek Ekonomi Global terbaru yang dirilis Bank Dunia, lembaga ini
memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2019 berada di 2,4% dan 2020 pada 2,5% seiring dengan pemulihan secara gradual dari perdagangan dan investasi.

[Gambas:Video CNBC]




(tas/tas) Next Article Jepang, Inggris, Indonesia, dan Resesi Ekonomi Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular