Manufaktur RI Loyo, Kinerja Emiten Otomotif & Komponen Lesu

tahir saleh, CNBC Indonesia
06 February 2020 12:48
Manufaktur RI Loyo, Kinerja Emiten Otomotif & Komponen Lesu
Ilustrasi
Jakarta, CNBC Indonesia- Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut industri pengolahan atau manufaktur sepanjang 2019 menurun. BPS menilai, penurunan ini perlu jadi perhatian mengingat manufaktur merupakan salah satu sektor penopang perekonomian RI.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, industri manufaktur pada kuartal IV-2019 tumbuh 3,66% lebih rendah jika dibandingkan kuartal IV-2018 yang hanya tumbuh 4,25%.

Industri manufaktur sepanjang 2019 juga menurun jika dibandingkan dengan 2018. Pada 2019, industri manufaktur tumbuh 3,8% turun 12,4% jika dibandingkan pertumbuhan manufaktur pada 2018 yakni 4,3%.

"[Industri manufaktur] di kuartal IV-2018 sampai 4,25%. Berpengaruh besar ke ekonomi Indonesia, karena peranan industri nomer satu. Ini perlu dijadikan perhatian," kata Suhariyanto di kantornya, Rabu (5/2/2020).


Sepanjang tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,02%, di bawah pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,17%. Khusus kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi tercatat 4,97% year-on-year (YoY).

Lantas bagaimana gambaran kinerja industri manufaktur Tanah Air? Di Bursa Efek Indonesia, setidaknya salah satu sektor yang mencerminkan sektor manufaktur adalah sektor Aneka Industri dengan sub-sektor industri otomotif dan komponennya. Ada pula sektor lain yakni Industri Dasar dan Kimia.

[Gambas:Video CNBC]

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, di sektor Aneka Industri, ada 13 emiten yang masuk sub-sektor Otomotif dan Komponennya. Ke-13 emiten tersebut adalah:

No

Kode

Nama Emitten

1

ASII

Astra International Tbk

2

AUTO

Astra Auto Part Tbk

3

BRAM

Indo Kordsa Tbk

4

GDYR

Goodyear Indonesia Tbk

5

GJTL

Gajah Tunggal Tbk

6

IMAS

Indomobil Sukses International Tbk

7

INDS

Indospring Tbk

8

LPIN

Multi Prima Sejahtera Tbk

9

MASA

Multistrada Arah Sarana Tbk

10

NIPS

Nipress Tbk

11

PRAS

Prima alloy steel Universal Tbk

12

SMSM

Selamat Sempurna Tbk

13

BOLT

Garuda Metalindo Tbk

Sumber: BEI

Sepanjang tahun lalu hingga September 2019 (per kuartal III-2019), laba salah satu pemimpin pasar otomotif di Tanah Air, PT Astra International Tbk (ASII) mencapai Rp 15,87 triliun, turun 7,03% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 17,07 triliun.

Pencapaian laba bersih ini terjadi di tengah kenaikan pendapatan perusahaan yang satu digit. Pada periode tersebut, pendapatan induk Grup Astra ini hanya naik 1,24% menjadi Rp 177,04 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp 174,88 triliun.

Dari penjualan ini, pendapatan terbesar dari penjualan barang sebesar Rp 120,82 triliun, turun dari sebelumnya Rp 121,54 triliun, sementara dari jasa dan sewa naik menjadi Rp 41,15 trilliun dari sebelumnya Rp 39,04 triliun.

"Kinerja Grup Astra pada semester pertama tahun 2019 dipengaruhi oleh lesunya konsumsi domestik dan tren penurunan harga-harga komoditas, tetapi juga diuntungkan oleh peningkatan kinerja bisnis jasa keuangan dan kontribusi dari tambang emas yang baru diakuisisi," kata Presiden Direktur Astra Prijono Sugiarto dalam keterangan resmi.


Anak usahanya, PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), justru berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih double digit 24% dari Rp 414,16 miliar manjadi Rp 512,26 miliar per September 2019, meskipun di sisi top line pendapatannya hanya tumbuh 1% lebih menjadi Rp 11,63 triliun dari Rp 11,50 triliun.

Kompetitor Astra, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS), juga membukukan laba bersih Rp328,3 miliar per September 2019, meroket 302,23% secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yakni Rp81,62 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, Indomobil Sukses Internasional tercatat mengantongi pendapatan senilai Rp 14,73 triliun sepanjang Januari 2019-September 2019, naik 11,33% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 Rp13,32 triliun.

Tapi perlu diingat, perseroan mencatatkan laba atas penjualan investasi senilai Rp 718,29 miliar pada periode tersebut, dari penjualan saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA). Tanpa laba atas penjualan saham MASA, IMAS berpotensi mengantongi rugi bersih mengingat beban keuangannya membengkak menjadi Rp 1,17 triliun dari sebelumnya Rp 855,37 miliar.

Selain otomotif, di sektor komponen, PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) membukukan rugi bersih US$ 13,53 juta dari sebelumnya Untung US$ 564.670 per September 2018. Padahla pendapatan naik menjadi US$ 250,02 juta dari US$ 241,43 juta. Hal ini karena ada rugi usaha mencapai US$ 2,44 juta dan naiknya beban penjualan dan distribusi.

Sementara itu, penjualan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) naik tipis menjadi Rp 11,94 trilun dari sebelumnya Rp 11,24 triliun. Perseroan berhasil meraih laba bersih menjadi Rp 139,53 miliar dari rugi bersih Rp 228,80 miliar.

Di sisi lain, emiten komponen lainnya, PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) mencatatkan penurunan penjualan menjadi Rp 2,79 triliun dari Rp 2,85 triliun. Laba bersih periode 9 bulan itu naik menjadi Rp 407,66 miliar dari sebelumnya Rp 400,17 miliar.

Menanggapi kinerja sektor manufaktur RI ini, founder & CEO Finvesol Consulting, Fendi Susiyanto, menilai tren penurunan manufaktur RI adalah tren global imbas dari perang dagang AS-China dan sebelumnya konflik Timur Tengah. Terbaru, sektor ini pun berpotensi terimbas dari virus corona.

"Secata global [sentimen itu] menurunkan kinerja manufaktur global. Korea saja, yang jadi motor indeks manufaktur global, juga melemah, sekarang indeksnya masih di atas 50, tapi sudah turun dari 50,8 ke 50,6. Malaysia juga di bawah 50, yang positif hanya Taiwan, yang lain negatif termasuk AS. Nah, artinya lebih banyak tren global," katanya, dalam dialog CNBC Indonesia, Kamis (6/2/2020).

Dia menjelaskan, kontribusi pertumbuhan ekonomi RI masih dominan ditopang konsumsi, sementara produksi dan manufaktur masih belum banyak bergerak. "Tidak signifikan, ini yang sebabkan belakangan sejak juli 2019, indeks manuktur kita melemah, meski Desember udah naik," katanya.

Sebab itu, dia mengatakan permasalahan yang perlu dicari bersama ialah bagaimana industri manufaktur kita bisa mencari pasar-pasar ekpsor baru di tengah pelemahan permintaan global.


[Gambas:Video CNBC]




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular