BPS Buka-bukaan Soal Ekonomi RI yang Cuma Tumbuh 5,02%

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 February 2020 10:04
BPS Buka-bukaan Soal Ekonomi RI yang Cuma Tumbuh 5,02%
Foto: Konferensi pers BPS dengan materi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV-2019 di gedung BPS, Jakarta. (CNBC Indonesia/Cantika Dinda)
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2019 hanya mencapai 5,02%. Angka pertumbuhan tersebut di bawah pertumbuhan ekonomi 2018 yang tercatat sebesar 5,17%.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, berdasarkan struktur PDB (Produk Domestik Bruto) menurut pengeluaran pada 2019, pertumbuhan ekonomi masih ditopang Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

"Masing-masing yang menyumbang 55,76% [Konsumsi LNPRT] dan 32,28% [PMTB]," kata Suhariyanto di kantornya, Rabu (5/2/2020).

Sayangnya, pada kuartal IV-2019 konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 4,97%, melambat dari periode yang sama pada 2018 yang sebesar 5,08%.

Melihat kondisi konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2019 tersebut, Suhariyanto menilai pemerintah perlu mewaspadai pelemahan konsumsi rumah tangga.

Pasalnya, melihat secara histori pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal sebelumnya lebih tinggi dengan tumbuh 5,01%, begitu pula dari periode tahun sebelumnya yang sebesar 5,08%.

"Jadi konsumsi rumah tangga kuartal IV-2019 memang tidak sekuat kuartal dan tahun sebelumnya. Apakah ini ada penurun daya beli masyarakat atau enggak? Ini perlu diwaspadai," ujarnya.

Selain itu, pertumbuhan penjualan wholesale sepeda motor terkontraksi -5,06% dan mobil penumpang terkontraksi -7,24%. Nilai transaksi uang elektronik, kartu debit, dan kartu kredit tumbuh 3,85%, jauh lebih rendah dari pertumbuhan kuartal IV-2018 yang tumbuh 13,81%.

"Jadi banyak fenomena-fenomena yang menunjukkan perlambatan konsumi rumah tangga, meskipun beberapa komponen mengalami peningkatan," kata Suhariyanto menambahkan.

Konsumsi pemerintah juga mencatatkan perlambatan, pada tahun 2019 hanya tumbuh 3,25% dari tahun 2018 yang mampu tumbuh 4,80%. Adapun kontribusinya terhadap PDB sebesar 8,75%.

Secara pertumbuhan PDB sepanjang 2019, ekspor dan impor juga masih mengalami kontraksi, masing-masing 6,55% dan 11,88%. Sehingga Suhariyanto mengingatkan pemerintah untuk bisa mengantisipasi perekonomian ke depannya.

"Indonesia masih memiliki PR [Pekerjaan Rumah] supaya neraca perdagangan agar tidak mengalami defisit, mengingat perekonomian global masih lemah dan belum stabil," kata Suhrariyanto.

[Gambas:Video CNBC]

Pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa tercatat mencapai 5,52% sepanjang tahun 2019, melampaui tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02%. Porsinya terhadap PDB nasional sebesar 59%.

Dari catatan BPS, dominasi yang paling besar pada perekonomian Pulau Jawa berasal dari Provinsi DKI Jakarta sebesar 29%. Kemudian diikuti Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat.

Sedangkan pertumbuhan di Pulau Sumatera tercatat sebesar 4,57% dengan porsinya 21,32% pada PDB nasional. Menjadi yang terbesar kedua setelah Pulau Jawa.
"Di Sumatera yang paling tinggi dari Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan," jelas Suhariyanto.

Sementara pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan tercatat 4,99% dengan kontribusi terhadap PDB 8,05%. Menurut Suhariyanto, dominasi ekonomi Pulau Kalimantan paling besar ada di Kalimantan Timur yakni sebesar 10%.

Kemudian pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi tercatat tumbuh 6,65% dengan porsinya pada PDB sebesar 6,43%. Ekonomi Pulau Bali dan Nusa Tenggara tumbuh sebesar 5,07% dengan kontribusi 3,06%.

Sayangnya, pertumbuhan ekonomi di Pulau Maluku dan Papua mengalami pertumbuhan negatif 7,40% dengan kontribusi 2,24% terhadap PDB.

Secara rinci, pertumbuhan ekonomi di Maluku mencapai 5% dan Maluku Utara 6,3%, sedangkan Papua negatif 15,72%.

"Yang membuat [Maluku dan Papua] menarik ke bawah adalah karena pertumbuhan ekonomi di Papua kontraksi [minus] 15,72%," jelas Suhariyanto.

Minusnya pertumbuhan ekonomi di Papua, kata Suhariyanto terjadi sejak kuartal IV-2019 yang pertumbuhan ekonominya mengalami minus 17,95%, karena saat itu ada peralihan sistem tambang Freeport ke underground atau penambangan bawah tanah. Berdasarkan data BPS, industri pengolahan atau manufaktu sepanjang 2019 menurun. BPS menilai ini perlu jadi perhatian mengingat manufaktur merupakan salah satu sektor penopang perekonomian RI.

Suhariyanto industri manufaktur pada kuartal IV-2019 tumbuh 3,66% lebih rendah jika dibandingkan kuartal IV-2018 yang hanya tumbuh 4,25%.

Industri manufaktur sepanjang 2019 juga menurun jika dibandingkan industri manufaktur sepanjang 2018. Di mana pada 2019, industri manufaktur tumbuh 3,8% turun 12,4% jika dibandingkan pertumbuhan manufaktur pada 2018 yang tumbuh 4,3%.

"[Industri manufaktur] di kuartal IV-2018 sampai 4,25%. Berpengaruh besar ke ekonomi Indonesia, karena peranan industri nomer satu. Ini perlu dijadikan perhatian," ujarnya.

Lebih rinci, industri batubara dan pengilangan migas sepanjang 2019 mengalami kontraksi atau minus 1,10%, lebih tinggi dibandingkan dengan kontraksi yang terjadi pada 2018, yang minus 0,01%.

Sementara dari industri nonmigas, juga mengalami penurunan, pada 2019 tumbuh 4,34%, lebih rendah dari pertumbuhan yang terjadi sepanjang 2018, yang tumbuh 4,77%.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular