Alamak! Saham Gocap Makin Banyak, Karena Bersih-bersih?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 January 2020 14:43
Alamak! Saham Gocap Makin Banyak, Karena Bersih-bersih?
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Semakin banyak saja harga saham yang berada di level Rp 50/unit. Sebagai informasi, Rp 50/unit merupakan batas bawah dari harga saham yang ditransaksikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) jika transaksi di pasar negosiasi tak dihitung.

Per akhir tahun 2019, berdasarkan perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia, terdapat sebanyak 57 saham yang harganya berada di level Rp 50/unit. Pada tahun ini (hingga penutupan perdagangan kemarin, Kamis, 30/1/2020), jumlahnya sudah naik menjadi 60 saham.

Bahkan, tiga saham yang kini harganya 'nyangkut' di batas bawah merupakan saham yang baru tercatat di BEI pada tahun lalu. Ketiga saham tersebut adalah PT Capri Nusa Satu Properti Tbk (CPRI), PT Bliss Properti Indonesia Tbk (POSA), dan PT Bhakti Agung Propertindo Tbk (BAPI).

Patut dicurigai, semakin banyaknya saham yang harganya 'nyangkut' di batas bawah dipicu oleh aksi 'bersih-bersih' yang sedang dilakukan di BEI oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Diketahui, Kejagung memerintahkan pemblokiran terhadap 800 sub-rekening efek. Pemblokiran tersebut dilakukan oleh Kejagung sebagai bagian dari penyelidikan dugaan korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Hari Setiyono mengatakan bahwa sebagian dari 800 rekening efek yang diblokir diduga merupakan nominee (pinjam nama) alias rekening atas nama. Sementara itu, sebagian lain adalah rekening efek yang merupakan atas nama tersangka dugaan korupsi di Jiwasraya.

"Nah itulah yang jadi objek permintaan keterangan dikaitkan dengan barang bukti akhirnya dilakukan pemblokiran terhadap rekening-rekening itu," ujarnya pada hari Senin (27/01/2020).

Sebelumnya, Kejagung memerintahkan agar 800 rekening efek diblokir terkait penyidikan kasus Jiwasraya. Pemblokiran tersebut kemudian dibahas bersama dalam rapat antara Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) dengan Anggota Bursa pada hari Kamis (23/1/2020). Dalam rapat tersebut, dibahas juga sekitar 1.000 sub-rekening efek yang sudah diblokir sebelumnya.

Walaupun Kejagung menepis anggapan bahwa pemblokiran tersebut juga menyasar rekening efek yang tidak terlibat Jiwasraya, ternyata tak semua pelaku pasar setuju.

Sebanyak dua orang broker sekuritas membenarkan bahwa banyak rekening efek nasabah yang diblokir. Salah satu broker yang menolak namanya diungkap menduga jumlah rekening yang diblokor dapat mencapai ratusan atau bahkan ribuan.

Salah seorang broker mengatakan langkah suspensi yang dinilai membabi buta dan cenderung tanpa perhitungan tersebut justru dapat menyulitkan nasabah yang tidak ada sangkut pautnya dengan dugaan transaksi Jiwasraya dan PT Asabri (Persero), dan akhirnya akan berdampak pada negatifnya asumsi publik terhadap investasi di pasar modal.

[Gambas:Video CNBC]



Dalam kesempatan terpisah, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo tak berkomentar lebih detail terkait berapa jumlah rekening efek yang diblokir, berikut dengan perusahaan sekuritas yang diduga terlibat.

"Memang ada [beberapa rekening yang diblokir karena Jiwasraya]," kata Laksono di Gedung BEI, Jakarta.

Laksono menambahkan, pemblokiran itu dilaksanakan secara bertahap menindaklanjuti pemeriksaan yang dilakukan Kejagung. Ia juga tidak dapat memastikan kapan pemblokiran tersebut akan dibuka.

"Iya bertahap, tidak tahu [sampai kapan dibuka], ini kan pemeriksaan, bukan di ranah kami lagi," ujarnya.

Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia, Uriep Budhi Prasetyo, irit bicara kepada wartawan kala dikonfirmasi mengenai berapa jumlah rekening saham yang diblokir.

"Tanya yang berikan informasi," jawab Uriep singkat.

Salah satu pihak yang terlibat dalam kasus yang terjadi di tubuh Jiwasraya dan Asabri adalah Benny Tjokrosaputro atau yang dikenal dengan sapaan Bentjok.

Pada tanggal 14 Januari 2020, penyidik Kejagung resmi menahan Benny yang merupakan Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX). Benny ditahan pasca diperiksa oleh Kejagung terkait kasus yang terjadi di tubuh Jiwasraya. Kala itu, Kuasa Hukum Benny mengatakan bahwa kliennya akan ditahan selama 20 hari.

Kejagung sebelumnya telah memastikan ada dugaan unsur kerugian keuangan negara terkait penyimpangan investasi di tubuh Jiwasraya. Kejagung kemudian mengagendakan pemanggilan saksi-saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi di tubuh asuransi tertua di Indonesia tersebut. Ada sembilan saksi yang dipanggil kala itu, di mana salah satu diantaranya adalah Benny sendiri.

Selain tersangkut kasus Jiwasraya, Benny juga disebut-sebut dalam kasus kerugian yang dialami oleh Asabri. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sempat mengungkapkan alasan mendesak yang membuat Benny dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat harus menyelesaikan utang-utangnya kepada perusahaan ini.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan keduanya merupakan pihak yang disebut memiliki utang kepada Asabri.

"Besarannya (nilai utang) sedang kita lihat, lagi kita cek. Jadi para pengusaha yang berutang dengan Asabri bisa membayar utang lah," kata Arya saat diwawancara melalui sambungan telepon oleh CNBC Indonesia, Selasa, (14/1/2020).

Seperti diketahui, nama Benny Tjokrosaputro memang tak asing di telinga pelaku pasar saham Tanah Air. Dirinya disebut-sebut sebagai salah satu market maker alias “bandar” yang ada di pasar saham Indonesia.

Sepak terjangnya Benny sudah mulai terdengar sejak era 1990-an. Benny diketahui sempat berperkara dan mendapat sanksi dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), otoritas yang kala itu berwenang mengawasi transaksi di pasar modal sebelum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbentuk.

Benny juga disebut-sebut sebagai salah satu pihak yang bisa mengeruk keuntungan besar dari transaksi di pasar saham. Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia pada tahun 2018, Benny sendiri mengakui jika dirinya memanfaatkan pasar saham dalam mencari sumber pendanaan guna membiayai ekspansi perusahaannya.

Benny bahkan mengakui bahwa dirinya memang merupakan player di pasar saham Tanah Air, walaupun memang juga tak secara ‘blak-blakan’.

“Itu terlalu dibesar-besarkan, yang lebih sering main lebih banyak,” kata Benny kala menanggapi pertanyaan terkait dirinya yang dikenal sebagai market maker di pasar saham Indonesia.

Dengan kini ditangkapnya Benny, bisa jadi berbagai player lain yang suka menyebabkan harga saham di Indonesia bergerak dengan volatilitas yang besar, mengurungkan aksi yang biasa dilakukannya. Akibatnya, semakin banyak saja harga saham yang harganya ‘nyangkut’ di batas bawah.

Selain karena aksi bersih-bersih yang dilakukan Kejagung di BEI (yang pada akhirnya menyeret Benny Tjokrosaputro), faktor fundamental memang juga sedang tak kondusif bagi berbagai player lain di pasar saham untuk menjalankan aksinya.

Biasanya, untuk mengerek naik harga sebuah saham, dibutuhkan kondisi fundamental yang mendukung. Alasannya, ketika kondisi fundamental sedang mendukung, para investor ritel biasanya akan lebih mudah didorong untuk membeli saham-saham yang harganya sedang digerakkan oleh para player tersebut.

Untuk diketahui, di sepanjang tahun 2020 (hingga penutupan perdagangan kemarin) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia membukukan koreksi sebesar 3,84%.

Ada beberapa faktor fundamental yang berkontribusi dalam menekan kinerja pasar saham Tanah Air di sepanjang bulan ini. Pertama, potensi meletusnya perang dunia ketiga.

Pada awal tahun 2020, AS menembak mati petinggi pasukan militer Iran Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran). Soleimani tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.

Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.

Sebagai balasan dari pembunuhan Soleimani, Iran menembakkan misil ke dua markas militer AS di Irak. Diketahui, lebih dari selusin misil balistik diluncurkan oleh Iran ke dua markas militer AS tersebut.

"Jelas bahwa rudal ini diluncurkan dari Iran dan menargetkan setidaknya dua pangkalan militer Irak yang menampung personel militer dan koalisi AS di Al-Assad dan Irbil," kata juru bicara Pentagon pasca serangan.

Faktor kedua yang ikut berkontribusi dalam menekan kinerja pasar saham Tanah Air di bulan ini adalah meluasnya infeksi virus Corona.

Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Kini, setidaknya sebanyak 21 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Melansir CNN International, hingga kemarin sebanyak 213 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 8.100. Padahal hingga hari Minggu (26/1/2020), jumlah korban meninggal baru mencapai 56 orang.

Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, pada akhirnya mendeklarasikan kondisi darurat internasional terkait infeksi virus corona.

"Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah," kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (30/1/2020), sebagaimana dikutip dari AFP.

Faktor ketiga yang berkontribusi dalam menekan kinerja IHSG adalah pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Hasil RDG diumumkan oleh BI pada hari Kamis (23/1/2020).

Sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, tingkat suku bunga acuan ditahan di level 5% oleh bank sentral. Lantas, empat bulan sudah BI tak memangkas 7-day reverse repo rate.

Untuk diketahui, kali terakhir BI memangkas 7-day reverse repo rate adalah pada September 2019. Di sepanjang tahun lalu, secara total BI memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 100 bps.

Jika tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan semakin terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Selain tak memangkas tingkat suku bunga acuan, BI juga tak mengeksuksi pelonggaran lain yang bisa mendongkrak laju perekonomian. Sekedar mengingatkan, dalam pertemuan di bulan November, walaupun tak memangkas tingkat suku bunga acuan, BI memutuskan untuk memangkas Giro Wajib Minimum (GWM).

“GWM diturunkan untuk bank umum dan syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI pada bulan November.

Untuk diketahui, rasio GWM mengatur besaran Dana Pihak Ketiga (DPK) milik bank yang harus dititipkan di bank sentral. Jika rasio GWM dilonggarkan, praktis besaran dana yang harus dititipkan di bank sentral menjadi berkurang dan menambah likuiditas perbankan.

BI mengungkapkan bahwa penurunan rasio GWM yang diumumkan pada saat itu dan akan berlaku efektif pada 2 Januari 2020, akan membebaskan dana senilai Rp 24,1 triliun bagi bank umum, sementara untuk bank syariah likuiditas akan bertambah Rp 1,9 triliun.

Kala laju perekonomian sedang lesu seperti saat ini, wajar jika pelaku pasar saham Tanah Air berharap bahwa BI akan menyuntikkan stimulus moneter. Absennya stimulus moneter dari BI lantas membuat IHSG kian tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular