
Analisis
Lupakan Corona, The Fed Berpeluang Bawa Emas ke US$ 1.600/oz
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 January 2020 16:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia menguat tipis pada perdagangan Rabu (29/1/2020) sore ini, setelah sempat melemah di awal perdagangan.
Pada pukul 15:43 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.568,51/troy ons, menguat 0,17$ di pasar spot. Sebelumnya di awal perdagangan emas melemah 0,2% ke US$ 1.562,7/troy ons.
Virus corona yang terus memakan korban jiwa masih menjadi perhatian pasar hari ini, tetapi sudah berfokus ke pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Kamis (30/1/2020) dini hari WIB.
Mengutip CNBC International, jumlah korban meninggal akibat virus corona hingga di China bertambah menjadi 132 orang, dan telah menjangkiti 5.974 orang. Selain itu sebanyak 103 orang dilaporkan sudah sembuh.
Virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan China, dan kini telah menyebar setidaknya ke 16 negara. Kota Wuhan dengan jumlah penduduk mencapai 11 juta jiwa sudah diisolasi oleh pemerintah China.
Jumlah korban meninggal yang bertambah banyak dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara tentunya membuat pelaku pasar dibuat semakin cemas, bahkan dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perekonomian China.
Hasil riset S&P menunjukkan virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,2%.
Ketika perekonomian China memburuk, maka kondisi ekonomi global akan turut menurun karena China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS.
Saat hal tersebut terjadi, aset-aset berisiko akan dihindari oleh pelaku pasar, dan aset safe haven menjadi target investasi.
Tetapi nyatanya harga emas justru melemah 1% pada perdagangan Selasa kemarin. Pergerakan tersebut menunjukkan emas menanti pengumuman kebijakan moneter The Fed.
Pada akhir tahun lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini, serta membanjiri likuditas di pasar melalui program repurchase agreement (repo). Banjir likuiditas di pasar tersebut menjadi salah satui alasan harga emas masih tetap menanjak di akhir 2019 meski bursa saham AS juga mencetak rekor tertinggi.
Program tersebut diluncurkan setelah pasar uang antar bank (PUAB) di AS sedang mengalami pengetatan, bahkan suku bunga overnight mencapai 10%, sebagaimana dilansir nasdaq.com.
Untuk mencegah gejolak finansial, The Fed melakukan operasi moneter dengan repo. Caranya, mereka membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah AS jangka pendek (Treasury Bill), efek beragun aset (EBA), dan surat berharga lain dari bank konvensional. Selanjutnya, bank konvensional bisa kembali membeli surat berharga itu beberapa hari atau minggu kemudian, dengan bunga lebih rendah.
The Fed dini hari hampir pasti akan mempertahankan suku bunga acuannya, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana ketua The Fed, Jerome Powell akan menjelaskan program repo tersebut, dan bagaimana kelanjutannya.
Emas merupakan aset yang sangat sensitif dengan suku bunga maupun tingginya likuiditas di pasar.
Logam mulai merupakan aset tanpa imbal hasil, suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnya, misalnya obligasi AS.
Selain itu emas secara tradisional juga dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi Ketika pasar dibanjiri likuiditas, maka inflasi kemungkinan akan naik, dan daya tarik emas akan meningkat.
Suku bunga yang tidak akan dinaikkan di tahun ini, dan kelanjutan program repo oleh The Fed akan membuka ruang emas untuk mendekati level US$ 1.600/troy ons.
Pada pukul 15:43 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.568,51/troy ons, menguat 0,17$ di pasar spot. Sebelumnya di awal perdagangan emas melemah 0,2% ke US$ 1.562,7/troy ons.
Virus corona yang terus memakan korban jiwa masih menjadi perhatian pasar hari ini, tetapi sudah berfokus ke pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Kamis (30/1/2020) dini hari WIB.
Virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan China, dan kini telah menyebar setidaknya ke 16 negara. Kota Wuhan dengan jumlah penduduk mencapai 11 juta jiwa sudah diisolasi oleh pemerintah China.
Jumlah korban meninggal yang bertambah banyak dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara tentunya membuat pelaku pasar dibuat semakin cemas, bahkan dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perekonomian China.
Hasil riset S&P menunjukkan virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,2%.
Ketika perekonomian China memburuk, maka kondisi ekonomi global akan turut menurun karena China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS.
Saat hal tersebut terjadi, aset-aset berisiko akan dihindari oleh pelaku pasar, dan aset safe haven menjadi target investasi.
Tetapi nyatanya harga emas justru melemah 1% pada perdagangan Selasa kemarin. Pergerakan tersebut menunjukkan emas menanti pengumuman kebijakan moneter The Fed.
Pada akhir tahun lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini, serta membanjiri likuditas di pasar melalui program repurchase agreement (repo). Banjir likuiditas di pasar tersebut menjadi salah satui alasan harga emas masih tetap menanjak di akhir 2019 meski bursa saham AS juga mencetak rekor tertinggi.
Program tersebut diluncurkan setelah pasar uang antar bank (PUAB) di AS sedang mengalami pengetatan, bahkan suku bunga overnight mencapai 10%, sebagaimana dilansir nasdaq.com.
Untuk mencegah gejolak finansial, The Fed melakukan operasi moneter dengan repo. Caranya, mereka membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah AS jangka pendek (Treasury Bill), efek beragun aset (EBA), dan surat berharga lain dari bank konvensional. Selanjutnya, bank konvensional bisa kembali membeli surat berharga itu beberapa hari atau minggu kemudian, dengan bunga lebih rendah.
The Fed dini hari hampir pasti akan mempertahankan suku bunga acuannya, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana ketua The Fed, Jerome Powell akan menjelaskan program repo tersebut, dan bagaimana kelanjutannya.
Emas merupakan aset yang sangat sensitif dengan suku bunga maupun tingginya likuiditas di pasar.
Logam mulai merupakan aset tanpa imbal hasil, suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnya, misalnya obligasi AS.
Selain itu emas secara tradisional juga dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi Ketika pasar dibanjiri likuiditas, maka inflasi kemungkinan akan naik, dan daya tarik emas akan meningkat.
Suku bunga yang tidak akan dinaikkan di tahun ini, dan kelanjutan program repo oleh The Fed akan membuka ruang emas untuk mendekati level US$ 1.600/troy ons.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular