Tetap Paling Profitable, Saham BBRI Siap Cetak Rekor Lagi?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 January 2020 15:14
Tetap Paling Profitable, Saham BBRI Siap Cetak Rekor Lagi?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi salah satu saham bluechip yang paling oke performanya di sepanjang tahun 2019.

Sepanjang tahun lalu, harga saham BBRI melejit hingga 20,22%. Kinerja saham BBRI merupakan yang terbaik kedua jika dibandingkan dengan kinerja dari lima emiten perbankan lain yang juga masuk ke dalam kategori BUKUĀ 4 (bank dengan modal inti setidaknya Rp 30 triliun).



Di tahun 2020, saham BBRI belum juga kehabisan tenaga untuk menguat. Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir harga saham dari perusahaan pimpinan Sunarso tersebut tak henti ditutup di level tertinggi sepanjang sejarah.

Pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis (23/1/2020), harga saham BBRI ditutup di level Rp 4.740/unit, level tertinggi sepanjang sejarah.



Walau kembali ditutup di level tertinggi sepanjang sejarah, pelaku pasar terlihat belum memiliki niatan yang besar untuk melego saham BBRI dengan intensitas yang besar. Per akhir sesi satu perdagangan hari ini, Jumat (24/1/2020), harga saham BBRI hanya turun tipis 0,21%.

Lantas, ada indikasi bahwa harga saham BBRI bisa kembali mencetak rekor dalam waktu dekat.

Sentimen positif yang bisa membawa harga saham BBRI kembali mencetak rekor adalah rilis kinerja keuangan untuk periode 2019. Kinerja keuangan untuk periode 2019 dirilis oleh perusahaan kemarin sore, pasca perdagangan di bursa saham Tanah Air ditutup.

Sepanjang tahun lalu, perusahaan berhasil membukukan laba bersih senilai Rp 34,41 triliun, naik 6,15% jika dibandingkan capaian tahun 2018.

Pertumbuhan laba bersih perusahaan ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang mencapai 5,2%, dari Rp 77,67 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp 81,71 triliun pada tahun 2019.

Sepanjang tahun lalu, penyaluran kredit BRI tumbuh mencapai 8,4% menjadi Rp 908,88 triliun, dari yang sebelumnya Rp 838,14 triliun. Penyaluran kredit dari BRI terbilang tumbuh dengan pesat di tengah-tengah tekanan yang dihadapi oleh industri perbankan.

Melansir publikasi Statistik Perbankan Indonesia (SPI) edisi Oktober 2019 yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit dari bank umum konvensional kepada pihak ketiga bukan bank adalah senilai Rp 5.287,46 triliun (per Oktober 2019), naik 6,39% jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya (Oktober 2018).


Pertumbuhan tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan pertumbuhan pada Oktober 2018 yang mencapai dua digit, tepatnya sebesar 13,63%. Lantas, pertumbuhan penyaluran kredit BRI yang mencapai 8,4% pada tahun 2019 bisa dikatakan menggembirakan.

Penyaluran kredit yang tumbuh nyaris mencapai dua digit tersebut diimbangi oleh marjin bunga bersih atau net interest margin (NIM) yang relatif tinggi. Pada tahun lalu, NIM dari BRI berada di level 6,73%.

Lantas, sejauh ini BRI masih sukses mengokohkan posisinya sebagai bank BUKU 4 paling menguntungkan (profitable) di Tanah Air.

Sebagai informasi, NIM sendiri merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.

Tak berlebihan jika NIM dikatakan sebagai 'nyawa' dari operasional sebuah bank. Dengan NIM yang lebih besar, sebuah bank bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi kala menyalurkan kredit dalam besaran yang sama.

Dari emiten bank BUKU 4 lainnya yang sudah merilis kinerja keuangan untuk periode 2019 yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), NIM dari BRI jauh berada di atas kedua kompetitornya tersebut.

Pada tahun 2019, NIM dari BNI hanya berada di level 4,9%, sementara NIM dari Bank Mandiri berada di level 5,56%.

Seiring dengan keberhasilan perusahaan dalam menyalurkan kredit secara deras, di mana hal tersebut diimbangi dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, BRI kembali menjadi bank terbesar di Indonesia.

Per akhir tahun lalu, total aset dari BRI telah melampaui Rp 1.400 triliun, tepatnya di angka Rp 1.418,95 triliun. Sebagai perbandingan, aset dari BNI dan Bank Mandiri per akhir tahun 2019 masing-masing hanya senilai Rp 845,61 triliun dan Rp 1.318,25 triliun.

Secara manajemen risiko, terlihat bahwa perusahaan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Hal ini terlihat dari rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) yang masih berada di bawah level 3%, tepatnya 2,8%.

Penyaluran kredit yang terbilang prudent tersebut ikut dilengkapi oleh pencadangan yang juga tinggi, ditunjukkan oleh besaran NPL Coverage Ratio.

Untuk diketahui, NPL Coverage Ratio didapatkan dengan membagi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan jumlah kredit bermasalah. CKPN sendiri merupakan dana yang dialokasikan oleh perbankan guna menghadapi kemungkinan kredit yang disalurkannya tak mampu dilunasi oleh debitur.

Semakin tinggi NPL Coverage Ratio, maka perbankan akan semakin siap dalam menghadapi risiko memburuknya kualitas aset mereka. Melansir riset dari Mandiri Sekuritas, NPL Coverage Ratio dari BRI berada di level 160% pada tahun 2019.


Dari sisi permodalan, BRI bisa dikatakan semakin mumpuni. Di dunia perbankan, terdapat istilah yang dikenal sebagai rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR). CAR sendiri menggambarkan modal bank jika dibandingkan dengan risiko yang ditanggungnya.

Semakin tinggi CAR, maka permodalan sebuah bank bisa dikatakan semakin mumpuni. Pada tahun 2019, CAR dari BRI berada di level 22,77%, naik dari posisi pada tahun 2018 yang sebesar 21,35%. CAR yang mencapai 22,77% tersebut merupakan CAR tertinggi setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Jika dibagi berdasarkan segmen, penyaluran kredit dari divisi perbankan BRI yang mencapai Rp 859,56 triliun pada tahun lalu paling banyak didistribusikan ke segmen mikro, segmen yang sudah menjadi andalan perusahaan selama bertahun-tahun.

Pada tahun 2019, tercatat bahwa dana senilai Rp 307,7 triliun disalurkan untuk kredit segmen mikro, setara dengan 35,8% dari portofolio kredit perusahaan. Porsi penyaluran kredit ke segmen mikro yang mencapai 35,8% tersebut merupakan level tertinggi, setidaknya dalam lima tahun terakhir.

Pada tahun 2019, penyaluran kredit segmen mikro naik hingga 12,2% jika dibandingkan dengan posisi tahun 2018, menandai pertumbuhan tertinggi kedua jika dibandingkan dengan penyaluran ke segmen kredit lainnya.


Walaupun kredit ke segmen mikro seringkali dianggap memiliki risiko yang tinggi, ternyata rasio NPL dari segmen tersebut hanya sebesar 1,18%. Bahkan, penyaluran kredit ke perusahaan-perusahaan BUMN ternyata lebih berisiko. Pada tahun 2019, rasio NPL dari kredit yang disalurkan ke perusahaan-perusahaan pelat merah mencapai 1,73%.

Dalam lima tahun terakhir, rasio NPL dari kredit ke segmen mikro tak pernah menyentuh angka 1,2%.

Pada tahun 2022, BRI menargetkan bahwa penyaluran kredit ke segmen mikro akan mencapai 40% dari total penyaluran kredit.

Pada tahun depan, BRI memasang target yang cukup agresif. Melansir materi presentasi yang dipublikasikan di halaman resmi perusahaan, perusahaan menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 10%-11% pada tahun 2020, diikuti dengan NIM di kisaran level 7%.

Sementara itu, laba bersih dipatok tumbuh sebesar dua digit, yakni di rentang 10%-12%.

Saat ini, perusahaan tengah berada di jalur yang tepat untuk meluncurkan super-app pertama di Indonesia untuk sektor finansial.

Kalau di sektor transportasi, rasanya kita semua mengenal yang namanya Gojek. Berawal sebagai penyedia layanan pemesanan ojek berbasis aplikasi, Gojek dengan cepat merambah lini-lini lain di bidang transportasi. Tak hanya merambah moda transportasi roda empat, kini layanan pesan-antar makanan hingga paket pun bisa didapatkan dengan berapa kali sentuhan di aplikasi Gojek.

Saat ini, BRI diketahui memiliki berbagai anak usaha yang bergerak di sektor finansial yang sangat mungkin jika layanannya diintegrasikan ke dalam sebuah aplikasi.


Jika berbicara mengenai asuransi jiwa, BBRI memiliki BRI Life. Jika berbicara mengenai multifinance, BBRI memiliki BRI Multifinance Indonesia. Kemudian, BBRI kini merupakan pemegang saham mayoritas dari Danareksa Sekuritas selaku salah satu sekuritas papan atas di Indonesia. Masih ada banyak lagi anak usaha dari BRI yang layanannya bisa diintegrasikan ke dalam sebuah aplikasi.

Jika BRI memutuskan untuk meluncurkan super-app nantinya, pendapatan usaha dan pendapatan berbasis komisi (fee-based income) perusahaan akan berputar di antara BRI sebagai induk dan sejumlah anak usahanya. Di sisi lain, ada peluang yang besar untuk melakukan penghematan biaya lantaran sinergi antar anak usaha bisa menekan biaya seperti biaya pemasaran (marketing).

Dengan basis jumlah rekening nasabah BRI yang mencapai 70 juta, di mana 50 juta di antaranya tergolong aktif, maka pemasaran bisnis anak usaha seharusnya bisa dilakukan dengan lebih mudah. Sebaliknya, nasabah dari anak usaha juga memiliki peluang untuk ditarik menjadi nasabah BRI atau nasabah dari anak usaha lainnya.

Saat ini saja, layanan mobile banking dari BRI sudah menjadi mesin penting dalam menggenjot pertumbuhan transaksi. Pada tahun 2019, BRI mencatat bahwa terdapat 370,5 juta transaksi menggunakan layanan mobile banking, naik hingga 16,7% jika dibandingkan jumlah transaksi pada tahun 2018 yang hanya mencapai 317,6 juta.

Sementara itu, jumlah transaksi menggunakan layanan internet banking mencapai 1,17 miliar, meroket hingga 103,4% jika dibandingkan jumlah transaksi pada tahun 2018 yang hanya mencapai 574,9 juta.


Seiring dengan pesatnya pertumbuhan transaksi melalui layanan digital banking yang difasilitasi oleh BRI, fee-based income tumbuh sebesar 20,11% pada tahun lalu menjadi Rp 14,29 triliun, dari yang sebelumnya Rp 11,9 triliun pada tahun 2018.

Di tengah-tengah lesunya laju perekonomian seperti saat ini (yang akan menekan penyaluran kredit), memang fee-based income menjadi sangat penting dalam menopang kelangsungan usaha sebuah bank.

Pada tahun lalu, fee-based income menyumbang sebesar 10% dari total pendapatan BRI.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article H1-2021, BRI Cetak Laba Bersih Rp 12,54 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular