Virus Corona Bikin Pasar SUN Jalan di Tempat
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
24 January 2020 09:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar surat utang negara (SUN) diprediksi akan menguat tipis dan cenderung sideways dalam jangka pendek di tengah sentimen positif dan negatif yang akan memberi katalis yang variatif dari domestik dan global. Namun, dalam jangka menengah, pasar obligasi rupiah pemerintah masih dapat menguat.
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, dalam risetnya hari ini (24/1/20) menilai dalam jangka pendek, faktor yang akan membatasi penguatan SUN adalah kekhawatiran merebaknya virus corona.
Dalam jangka menengah, dia mengatakan faktor yang dapat mengangkat harga efek utang pemerintah adalah positifnya emiten global di Wall Street dan potensi penurunan suku bunga acuan domestik yakni 7DRRR ke depannya.
Selain itu, lanjutnya, ditetapkannya kembali suku bunga Uni Eropa pada 0% dan kebijakan stimulus fiskalnya dapat menarik minat investor asal Benua Biro ke pasar obligasi domestik. Menurut dia, porsi investor asal Eropa merupakan yang terbesar dibanding seluruh investor asing di pasar SUN.
"Bersamaan dengan potensi sideways dalam jangka pendrk dan masih terbuka potensi penguatan jangka menengah, maka seri FR0081, FR0082, FR0080, dan FR0083 masih tetap atraktif untuk menjadi pilihan investor," ujar Ariawan dan tim.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar tahun lalu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. Tahun ini, seri acuan baru adalah FR0081 untuk tenor 5 tahun, FR0082 10 tahun, FR0080 15 tahun, dan FR0083 20 tahun.
Pergerakan harga dan tingkat imbal hasil (yield) SUN saling bertolak belakang di pasar, dan yield lebih digunakan di pasar karena mencerminkan harga, kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Variatifnya katalis eksternal ini diperkirakan Ariawan juga dapat membatasi pergerakan yield di pasar surat utang Indonesia dalam jangka pendek, meskipun peluang penurunan yield dalam jangka menengah masih cukup terbuka ditengah likuiditas pasar yang meningkat dan pergerakan rupiah yang stabil.
Kemarin, harga obligasi rupiah pemerintah kembali ditutup menguat hari ini dan memperpanjang reli hampir beruntun sejak 7 Januari, membuat tingkat imbal hasil (yield) seri 5 tahun surut ke bawah level psikologis 6%, yaitu ke 5,96%, posisi terendah sejak April 2018.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.087,14 triliun SBN, atau 39,29% dari total beredar Rp 2.767 triliun berdasarkan data per 22 Januari.
Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih masuk ke pasar SUN senilai Rp 2,99 triliun sejak akhir pekan lalu, sedangkan sejak awal bulan dan awal tahun masih surplus Rp 25,28 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Laris Manis! RI Sukses Jual Surat Utang dalam Dolar dan Euro
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, dalam risetnya hari ini (24/1/20) menilai dalam jangka pendek, faktor yang akan membatasi penguatan SUN adalah kekhawatiran merebaknya virus corona.
Dalam jangka menengah, dia mengatakan faktor yang dapat mengangkat harga efek utang pemerintah adalah positifnya emiten global di Wall Street dan potensi penurunan suku bunga acuan domestik yakni 7DRRR ke depannya.
Selain itu, lanjutnya, ditetapkannya kembali suku bunga Uni Eropa pada 0% dan kebijakan stimulus fiskalnya dapat menarik minat investor asal Benua Biro ke pasar obligasi domestik. Menurut dia, porsi investor asal Eropa merupakan yang terbesar dibanding seluruh investor asing di pasar SUN.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar tahun lalu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun. Tahun ini, seri acuan baru adalah FR0081 untuk tenor 5 tahun, FR0082 10 tahun, FR0080 15 tahun, dan FR0083 20 tahun.
Pergerakan harga dan tingkat imbal hasil (yield) SUN saling bertolak belakang di pasar, dan yield lebih digunakan di pasar karena mencerminkan harga, kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Variatifnya katalis eksternal ini diperkirakan Ariawan juga dapat membatasi pergerakan yield di pasar surat utang Indonesia dalam jangka pendek, meskipun peluang penurunan yield dalam jangka menengah masih cukup terbuka ditengah likuiditas pasar yang meningkat dan pergerakan rupiah yang stabil.
Kemarin, harga obligasi rupiah pemerintah kembali ditutup menguat hari ini dan memperpanjang reli hampir beruntun sejak 7 Januari, membuat tingkat imbal hasil (yield) seri 5 tahun surut ke bawah level psikologis 6%, yaitu ke 5,96%, posisi terendah sejak April 2018.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.087,14 triliun SBN, atau 39,29% dari total beredar Rp 2.767 triliun berdasarkan data per 22 Januari.
Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih masuk ke pasar SUN senilai Rp 2,99 triliun sejak akhir pekan lalu, sedangkan sejak awal bulan dan awal tahun masih surplus Rp 25,28 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Laris Manis! RI Sukses Jual Surat Utang dalam Dolar dan Euro
Most Popular