
Dicecar DPR soal Jiwasraya-Asabri, Ini Jawaban Bos OJK

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR RI menggelar rapat bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Rabu hari ini (22/1/2020) membahas evaluasi industri jasa keuangan. Dalam rapat tersebut, DPR melontarkan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan pengawasan jasa keuangan oleh OJK.
OJK periode Wimboh Santoso yang menjabat Dewan Komisioner OJK ialah periode 2017-2022 yang dilantik Mahkamah Agung pada 20 Juli 2017.
Rapat ini digelar berkaitan dengan pembentukan Panja (panitia kerja) Pengawasan Kinerja Industri Jasa Keuangan, dengan prioritas pembahasan atas permasalahan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), AJB Bumiputera 1912, PT Asabri (Persero), PT Taspen (Persero) dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
![]() |
Dalam presentasinya, Wimboh menjelaskan kondisi terakhir industri pasar modal dan jasa keuangan.
"Bank-bank masih membukukan pembelian surat berharga. Peningkatan cukup besar jumlah. Korporasi membukukan kredit dari luar negeri. Dari pinjaman off shore Rp 130,4 triliun," kata Wimboh, di DPR, Rabu (22/1/2020).
Namun tak lama, interupsi datang dari anggota DPR yakni menegaskan langsung pada pokok persoalan. "Langsung saja, Waktu kita terbatas. Jadi lebih fokus," kata salah satu anggota Komisi XI.
Ketika menyoroti kasus yang terjadi yakni gagal bayar Jiwasraya, DPR mempertanyakan efektivitas pengawasan OJK.
Wimboh menjelaskan pengawasan sudah ada regulasi, sementara di perbankan pun sudah dilakukan reformasi. "Kita sudah pretest ada krisis financial dan reformasi untuk Indonesia. Ada gap lembaga keuangan ini, karena belum pernah reformasi [di sektor keuangan]," kata Wimboh. "Ada gap pengaturan bank dan non bank baik pengawasannya."
Dia menjelaskan perlu adanya reformasi lembaga keuangan non-bank, mengingat termasuk lembaga keuangan tertutup, bukan terbuka layaknya perusahaan di Bursa Efek Indonesia.
"Ketika detail, bisa kita lihat asuransi tidak melalui pasar modal atau melalui private placement, ini yang mesti kita reform. Perlu reform lembaga non keuangan. [Ini] lembaga keuangan tertutup."
Dalam kesempatan itu, Riswinandi, Kepala Eksekutif Pengawas Industry Keuangan Non-Bank merangkap Anggota Dewa Komisioner OJK, menjelaskan kronologis bagaimana awal mula Jiwasraya.
"Jadi Pak, 2018-2019 saat mulai bertugas, kami evaluasi memahami akun-akun industri di IKNB [industri keuangan non-bank]. Di akhir 2017 [kami] sudah melihat indikasi permasalahan, dan mulai dilakukan audit laporan keuangan 2017. Di situ pada kenyataannya gak bisa diselesaikan karena ada pencadangan," kata Riswinandi.
"[Lalu] terjadi perubahan manajemen, sesuai fit and proper pemegang saham dan lulus manajemen yang baru. Itu [manajemen baru] kita panggil, perusahaan bermasalah, direksi harus menyampaikan rencana penyehatan keuangan dan monitor 2018 menyelesaikan kewajiban termasuk review produk, bunga tinggi karena bunga yang berlaku hingga saat ini," jelas mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ini.
"2018 berjalan dan itu yang kita review, dan 2019 rencana penyehatan strategi partner, holding dan organik lainnya. Kita pada saat menunggu."
DPR pun mempertanyakan kapan OJK menemukan masalah belasan triliun ketika melakukan pengawasan Jiwasraya. "[OJK] hanya berenang di atas atau menyelam ke dalam? Tanya Anggota DPR.
"Waktu kami masuk [menjabat], sudah proses audit. Ada outstanding kewajiban pemegang polis. Oktober 2018 mulai tidak bisa bayar, dari data yang kita dapat," kata Riswinandi.
DPR pun mengejar lagi, "OJK sudah menemukan di Oktober 2018, dan gak pernah dilaporin ke Komisi XI?"
"Kan permasalahannya sudah mulai 2017 dan bicara diskusi ini belum terjadi," jawab Riswinandi. "Laporan triwulan tidak per individu dan jadi per industri."
Dia menjelaskan pengawasan ketentuan kesehatan IKNB termasuk asuransi, perusahaan pembiayaan, dan dana pensiun di luar PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero). "Indikator kesehatan dibagi; normal, waspada, siaga dan tidak normal."
"November 2019, asuransi normal semua [bisnisnya], pertumbuhan investasi, ekuitas, RBC [risk based capital, rasio kesehatan] untuk asuransi umum 345 persen dan asuransi jiwa 889 persen. Ini perlu kami sampaikan, ini ada satu perusahaan asuransi yang melakukan akuisisi, dana sudah masuk, tapi belum dilakukan perpindahan, jadi belum bisa dihitung asetnya."
Adapun soal Asabri, DPR mencecar lagi, "Kalau begini sulit mencermati, agar dilengkapi datanya. Itu Menkopolhukam [Mahfud MD] nemuin asuransi [dugaan kerugian] Rp 10,7 triliun, gimana tuh, kok aman-aman saja asuransi?
"Itu gak diawasi OJK Pak," jawab Riswinandi.
Dia juga menjelaskan peraturan OJK soal dana pensiun mengecualikan Taspen dan Asabri.
"Waktu kami masuk ada dokumen PP dan surat-surat Kemenkeu. Itu perlu ada pendalaman, mungkin saat ini gak ada pengawasan OJK untuk Asabri dan Taspen. Dana pensiun perusahaan ini iuran pasti dan manfaat pasti dan pensiun lembaga keuangan bisa dari lembaga keuangan atau perbankan."
Situs resmi OJK mencatat, tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor perbankan beralih dari BI ke OJK pada 31 Desember 2013 dan lembaga keuangan mikro pada 2015.
(tas/tas) Next Article Gegara Jiwasraya dkk, DPR Mau Evaluasi UU BI & OJK
