
13 Bank BUKU 1 Terancam Turun Kelas, Seperti Apa Kinerjanya?

Hingga Oktober 2019, total aset dari bank umum di Indonesia (bank umum konvensional dan bank umum Syariah) adalah senilai Rp 8.344,89 triliun. Dari total aset bank umum yang senilai Rp 8.344,89 triliun tersebut, bank BUKU I (konvensional) hanya menyumbang senilai Rp 62,99 triliun atau setara dengan 0,75%.
Sementara itu, total aset dari bank BUKU II, BUKU III, dan BUKU IV masing-masing adalah senilai Rp 915,61 triliun, Rp 2.600,6 triliun, dan Rp 4.431,9 triliun. Jika dihitung secara persentase, bank BUKU II menguasai sebesar 10,97% dari total aset bank umum, bank BUKU III menguasai 31,16%, dan bank BUKU IV menguasai 53,11%.
Dari sisi penyaluran kredit, ternyata bank umum konvensional yang masuk kategori BUKU I menjadi yang paling tertekan. Jika dihitung secara tahunan hingga posisi akhir Oktober 2019, penyaluran kredit kepada pihak ketiga bukan bank dari bank BUKU I turun hingga 17,78%. Selain bank BUKU I, hanya bank BUKU III yang penyaluran kreditnya terkoreksi secara tahunan, itu pun hanya sebesar 3,67%.
Bisa dimaklumi jika penyaluran kredit dari bank BUKU I tertekan dengan signifikan pada tahun lalu. Pasalnya, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mereka juga berada di bawah tekanan yang signifikan.
Per akhir Oktober 2019, total DPK dari bank BUKU I tercatat jatuh hingga 11,62% secara tahunan, menjadikannya koreksi terparah setelah koreksi yang dibukukan bank-bank BUKU III yakni 2,3%. Untuk bank BUKU II dan IV, total DPK per akhir Oktober 2019 tercatat tumbuh masing-masing sebesar 11,47% dan 10,42% secara tahunan.
Sejatinya, dari sisi likuiditas bisa dikatakan bahwa likuiditas dari bank BUKU I terbilang longgar. Per akhir Oktober 2019, Loan to Deposits Ratio (LDR) dari bank BUKU I tercatat di level 77,24%, jauh lebih rendah dibandingkan posisi per Oktober 2018 yang sebesar 83,03%. Penurunan LDR dari bank BUKU I mencapai 579 basis poin (bps).
Untuk bank BUKU II dan III, LDR sejatinya juga mengendur, tapi masing-masing hanya sebesar 130 bps dan 144 bps. Untuk bank BUKU IV, likuiditasnya mengetat, ditunjukkan oleh kenaikan LDR sebesar 213 bps.
Sebagai informasi, LDR dihitung dengan membagi jumlah penyaluran kredit kepada pihak ketiga bukan bank dengan total dana pihak ketiga. Semakin rendah LDR, maka kondisi likuiditas sebuah bank bisa dikatakan semakin longgar. Sebaliknya, semakin tinggi LDR maka kondisi likuiditas sebuah bank bisa dikatakan semakin ketat.
Lantas, bisa diinterpretasikan bahwa kontraksi penyaluran kredit dari bank BUKU I tak hanya disebabkan oleh lemahnya penghimpunan DPK, melainkan juga pesimisme mereka dalam menatap kondisi perekonomian.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17%. Namun di tahun 2019, laju perekonomian begitu lesu.
Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Pada kuartal I-2019, perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.
Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.
Lantas, laju perekonomian untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk tumbuh menyamai atau melebihi capaian tahun 2018 yang sebesar 5,17%.
(ank/roy)
