Tak Kapok Walau 'Disentil' Jokowi, Rupiah Kini Runner-Up Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 January 2020 14:24
Tak Kapok Walau 'Disentil' Jokowi, Rupiah Kini Runner-Up Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menunjukkan performa yang lumayan oke. Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyindir ada risiko ketika rupiah menguat terlalu cepat.

Pada Kamis (16/1/2020) pukul 13:50 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.660 di perdagangan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya alias stagnan.

Kala pembukaan pasar spot, rupiah melemah 0,11%. Namun kemudian rupiah mampu menguat dan kini berada di zona netral.

Walau rupiah stagnan saja, tetap masih lebih baik ketimbang mata uang utama Asia lainnya. Saat ini hanya yuan China yang mampu menguat, sementara mata uang lainnya melemah di hadapan greenback. Jadi rupiah yang stagnan mampu menjadi mata uang terbaik kedua di Benua Kuning.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap rupiah pada pukul 13:52 WIB:

 



Seperti halnya pasar valas, bursa saham Asia pun didominasi warna merah. Hanya bursa saham Singapura, Korea Selatan, dan Thailand yang masih bisa hijau.

Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada pukul 13:53 WIB:




Dini hari tadi waktu Indonesia, AS-China resmi menandatangani kesepakatan damai dagang Fase I. Washington diwakili langsung oleh Presiden Donald Trump sementara Beijing dikomandoi Wakil Perdana Menteri Liu He.

Salah satu poin dalam kesepakatan tersebut adalah China berkomitmen untuk membeli lebih banyak produk made in the USA. Dalam waktu dua tahun ke depan, China akan menambah pembelian produk AS senilai US$ 200 miliar, terdiri dari produk manufaktur, pertanian, energi, sampai jasa.


Kesepakatan Fase I juga belum mencakup penurunan apalagi pencabutan bea masuk yang diterapkan selama masa perang dagang. Sebagai informasi, AS telah mengenakan bea masuk terhadap importasi produk China senilai US$ 550 miliar. China membalas dengan membebankan bea masuk terhadap impor produk AS senilai US$ 185 miliar.

Jadi meski damai dagang AS-China sudah di taraf hitam di atas putih, tetapi bukan berarti ketidakpastian sirna begitu saja. Pelaku pasar masih menyimpang kekhawatiran bahwa China akan sulit memenuhi komitmen membeli begitu banyak produk AS. Bea masuk yang belum dicabut juga menjadi penghalang lancarnya arus barang antar kedua negara.

"Meski kesepakatan ini membuat pasar agak risk-on (berani mengambil risiko), tetapi kita masih harus waspada bahwa isu perdagangan, terutama yang melibatkan AS-China, masih akan menjadi faktor yang berpengaruh pada 2020," kata Hannah Anderson, Global Market Strategist di JP Morgan Asset Management yang berbasis di Hong Kong, seperti dikutip dari Reuters.

Perkembangan ini membuat investor belum berani untuk terlalu agresif. Masih ada sedikit rasa untuk bermain aman, yang membuat mata uang Asia melemah.



Namun ternyata rupiah masih cukup perkasa. Kala para tetangganya tumbang, rupiah masih bisa berdiri walau tidak bisa berlari.

Memasuki 2020, kinerja rupiah memang impresif. Sejak akhir 2019 atau year-to-date, rupiah sudah menguat 1,59% di hadapan dolar AS. Dalam periode yang sama, penguatan rupiah lebih tajam ketimbang yuan (1,06%), dolar Hong Kong (0,25%), rupee India (0,65%), sampai ringgit Malaysia (0,51%).




Dinamika rupiah sampai mengundang perhatian Presiden Jokowi. Dalam pidato di acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK), Jokowi berpesan penguatan rupiah juga harus disikapi dengan hati-hati.

"Nilai tukar kita menguat, kalau menguatnya terlalu cepat kita harus hati2-hati. Ada yang senang, ada yang tidak senang. Eksportir pasti tidak senang karena rupiah menguat sehingga daya saing menurun," tegas Jokowi.


Kala rupiah kuat, bahkan terlalu kuat, produk Indonesia jadi lebih mahal di pasar ekspor. Permintaan terhadap produk Indonesia bisa menurun sehingga membebani neraca perdagangan dan kemudian transaksi berjalan (current account).

Penguatan rupiah juga membuat harga produk dari negara lain lebih murah. Ini bisa menjadi insentif bagi importir, sehingga barang impor akan semakin membanjiri pasar domestik. Akibatnya, lagi-lagi neraca perdagangan dan transaksi berjalan kian tertekan.


Akan tetapi, 'sentilan' Jokowi ternyata tidak menggoyahkan keperkasaan rupiah. Walau belum bisa menguat, tetapi setidaknya rupiah tidak melemah dan menjadi runner-up Asia.


TIM RISET CNBC INDONESIA




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular