Data Tenaga Kerja AS Buruk, Emas Melangkah Tegak Maju Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 January 2020 21:09
Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1%
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia berbalik menguat menjelang dibukanya perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) Jumat (10/1/2020) setelah sebelumnya tertekan sepanjang hari. Rilis data tenaga kerja AS yang mengecewakan membuat harga emas kembali mendapat suntikan tenaga untuk menguat.

Pada pukul 20:45 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.554,15/troy ons, menguat 0,12% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sebelumnya di awal perdagangan, emas melemah 0,46% di level US$ 1.545,07/troy ons. 



Departemen Tenaga Kerja AS pada pukul 20:30 WIB melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.

Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%. Rendahnya kenaikan rata-rata upah tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat, dan tentunya mempengaruhi prospek inflasi.

Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. The Fed akhir tahun lalu yang menyatakan suku bunga tidak akan dinaikkan di tahun ini.

Sikap The Fed tersebut menjadi salah satu alasan masih kuatnya harga emas di penghujung tahun 2019, meski ketika itu sentimen pelaku pasar sedang bagus-bagusnya dan bursa saham AS (Wall Street) terus mencetak rekor tertinggi. Di saat sentimen pelaku pasar sedang bagus dan bursa saham menguat, emas biasanya akan melemah.



Di pekan ini, harga emas mengalami volatilitas yang tinggi. Antiklimaks terjadi pada Rabu (8/1/2020) lalu. Saat itu di awal perdagangan, harga logam mulia ini melesat 2,35% ke level US$ 1,610,9/troy ons. Itu merupakan harga emas tertinggi sejak Maret 2013. Tetapi di akhir perdagangan kemarin, emas justru melemah 1,15% ke US$ 1.555,71/troy ons.

Penguatan tajam emas pada perdagangan Rabu kemarin berkat "bantuan" dari Iran yang menyerang pangkalan militer AS dengan rudal. Hal tersebut dilakukan sebagai balasan atas tewasnya Jenderal Qassim Soleimani lewat serangan pesawat tanpa awak AS di Bandara International Baghdad.

Dunia menjadi cemas akan pecahnya perang antara AS dengan Iran, dampaknya pelaku pasar mengamankan kekayaannya di emas, harganya pun melesat naik melewati US$ 1.600/troy ons.

Tetapi, Presiden AS, Donald Trump, mendinginkan suasana. Dalam pidatonya pada Rabu malam, Trump mengindikasikan tidak akan menggunakan kekuatan militer. Presiden AS ke-45 ini juga mengatakan membuka peluang bernegosiasi dengan Iran.

"Kita semua harus bekerja sama untuk mencapai kesepakatan dengan Iran yang membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman dan damai" kata Trump sebagaimana dilansir CNBC International. Risiko terjadinya perang kian mengecil, sentimen investor pulih dan mulai masuk ke aset berisiko sehingga emas pun jeblok 1,15% di akhir perdagangan Rabu.

Pelemahan emas masih berlanjut pada hari Kamis kemarin, sebesar 0,22%. Namun hari ini, dengan buruknya data tenaga kerja AS emas berpeluang besar mencatat penguatan, dan melangkah tegak maju menuju US$ 1,600 lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular