Produksi Batu Bara Mau Dibatasi, Saham Emiten Batu Bara Selow

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
09 January 2020 18:18
Saham-saham batu bara terlihat bergerak variatif.
Foto: Tambang batubara Maules Creek Whitehaven Coal di New South Wales, Australia (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham batu bara terlihat bergerak variatif menyikapi kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang akan mengontrol kuota produksi batu bara dan alokasi DMO (Domestic Market Obligation) yang porsinya akan diperbesar.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat dari 19 emiten yang sahamnya aktif ditransaksikan di bursa, 6 di antaranya melemah, 6 saham stagnan dan 7 saham menguat.

Saham PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) paling menguat setelah menyentuh level auto reject dengan penguatan 24,65% pada harga Rp 354/saham, nilai transaksinya 27 juta unit senilai Rp 9,19 miliar.


Sedangkan saham paling anjlok diderita PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS) dengan pelemahan 3,28%, perdagangan sahamnya terbilang kurang ramai hanya 1,65 juta unit senilai Rp 299,6 juta.

Sementara emiten berkapitalisasi besar pergerakannya cenderung variatif seperti: PT Bukit Asam Tbk (PTBA) stagnan di level Rp 2.670/saham, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melemah 0,66% pada harga Rp 1.495/saham, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) naik tipis 0,85% ke level Rp 11.825/saham.



Sejauh ini harga batu bara pada kontrak berjangka ICE Newcastle hari Rabu (8/1/2020) melemah tipis 0,36% ke level US$ 69,4/ton. Sejak awal tahun harga batu bara bergerak flat di rentang US$ 69/ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengakui realisasi produksi batu bara 2019 mencapai 610 juta ton, padahal target produksi 2019 di angka 489 juta ton.

ESDM pun optimistis menaikkan target produksi batu bara di 2020 jadi 550 juta ton. Bambang menekankan kementeriannya tidak ingin produksi besar-besaran di 2020, sebab bisa membuat harga batu bara secara global merosot dan berdampak pada pendapatan negara juga.

Selain itu, Bambang juga mengatakan akan mengawal ketat alokasi DMO untuk batu bara. "Kita akan kontrol betul pelaksanaan DMO," kata Bambang. Ia memperkirakan alokasi DMO di 2020 akan lebih besar porsinya mengingat adanya percepatan pembangunan beberapa pembangkit listrik.


Sebelumnya, ESDM juga menerbitkan aturan yang akan memberikan sanksi denda bagi pengusaha batu bara yang tidak memenuhi kewajiban penjualan batu bara untuk DMO.

"Kalau beleid sebelumnya hanya pemotongan kuota produksi di tahun berikutnya kali ini berupa kewajiban membayar kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan," ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi, Selasa, (7/01/2020).

Pemerintah melalui Kementerian ESDM memutuskan kelanjutan kebijakan DMO kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi Batu Bara, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara tahap Operasi Produksi minimal sebesar 25% dari rencana jumlah produksi batu bara tahun 2020.

"Komitmen Pemerintah tetap melanjutkan kebijakan ini didasari atas pertimbangan kebutuhan dalam negeri dan keberlanjutan usaha," imbuhnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]

 


(yam/tas) Next Article Baru juga Tembus US$ 85/ton, Batu Bara Akhirnya Balik Arah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular