
Rupiah Stabil & AS-Iran Mulai Adem, Harga SUN Mulai Terangkat
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
09 January 2020 09:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi negara diprediksi masih akan menguat dalam jangka pendek pada perdagangan Kamis ini (9/1/2020) karena meredanya kekhawatiran global terkait konflik Amerika Serikat (AS)-Iran karena kedua negara siap membuka diri terhadap opsi perundingan damai.
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, menilai potensi penguatan juga ditambah sentimen positif dari data tenaga kerja AS periode Desember yang di atas prediksi dan likuiditas yang ramai di pasar surat utang negara (SUN) pada awal tahun ini.
Faktor positif lain, lanjutnya, adalah ramainya lelang obligasi pemerintah yang digelar Selasa kemarin yang mampu menarik minat dari peserta lelang terutama investor asing, serta faktor stabilnya nilai tukar rupiah.
"Karena adanya potensi penguatan harga SUN dalam jangka pendek, seri acuan pemerintah seperti FR0081, FR0082, FR0080, dan FR0083 masih tetap atraktif sebagai pilihan investor," tutur Ariawan dan tim dalam risetnya pagi ini (9/1/20).
Redanya ketegangan AS-Iran sesuai denagn prediksi Ariawan dalam kesempatan sebelumnya, semalam. Keyakinan Ariawan terhadap akan cepat rampungnya konflik AS-Iran belum membuatnya mengubah prediksi tingkat imbal hasil (yield) seri acuan 10 tahun pada 2020 pada 6,53%-6,73%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Dalam lelang rutin Selasa, pemerintah berhasil menarik minat calon investor hingga menghimpun permintaan yang mencapai Rp 81,54 triliun dan berhasil menerbitkan Rp 20 triliun. Nilai permintaan peserta lelang tersebut di atas rerata permintaan dalam lelang SUN sepanjang 2019 Rp 49,52 triliun/lelang dan 2018 Rp 41,6 triliun/lelang.
Dari nilai permintaan Rp 81,54 triliun, investor asing juga diketahui memiliki andil sebesar Rp 10,8 triliun hanya pada seri acuan 10 tahun, yaitu FR0082. Di sisi lain, investor asing juga diketahui memenangkan nilai SUN yang cukup besar yaitu Rp 5,7 triliun dari nilai penerbitan Rp 20 triliun itu, yang mencerminkan tingginya minat investor global pada pasar SUN rupiah.
Dengan momentum yang tepat itu pun, Ariawan memandang positif strategi pemerintah yang telah menerbitkan SUN dolar AS dan euro di awal tahun, atau yang biasa disebut dengan strategi front loading.
Kemarin, pemerintah juga baru rampung menerbitkan obligasi global denominasi dolar AS dan euro senilai US$ 2 miliar dan 1 miliar euro yang nilainya setara Rp 43,22 triliun. Kupon yang diberikan kepada investor dalam penerbitan tersebut juga rendah hingga mencetak rekor terkecil dalam sejarah penerbitan SUN global.
Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) menyatakan pemerintah sukses menerbitkan dua seri denominasi dolar AS, masing-masing seri RI-0230 dan RI-0250 yang bertenor 10 tahun dan 30 tahun.
Masing-masing seri yang laku itu diterbitkan senilai US$ 1,2 miliar dan US$ 800 juta. Kupon untuk seri RI-0230 dan RI-0250 itu ditetapkan masing-masing 2,85% dan 3,5% dengan tingkat imbal hasil (yield) 2,88% dan 3,55%.
Seri SUN euro diterbitkan melalui seri RIEUR-0227 yang bertenor 7 tahun dengan kupon 0,9% dan yield 0,953%.
"Dampak ke domestik juga positif karena adanya penerbitan global bond pada akhirnya nanti juga bisa mengurangi tekanan suplai SBN di dalam negeri," tambah Ariawan semalam.
(irv/tas) Next Article AS-China Mau Kopi Darat, Harga SUN Berpotensi Reli 4 Hari nih
Ariawan, Head of Fixed Income Research PT BNI Sekuritas, menilai potensi penguatan juga ditambah sentimen positif dari data tenaga kerja AS periode Desember yang di atas prediksi dan likuiditas yang ramai di pasar surat utang negara (SUN) pada awal tahun ini.
Faktor positif lain, lanjutnya, adalah ramainya lelang obligasi pemerintah yang digelar Selasa kemarin yang mampu menarik minat dari peserta lelang terutama investor asing, serta faktor stabilnya nilai tukar rupiah.
"Karena adanya potensi penguatan harga SUN dalam jangka pendek, seri acuan pemerintah seperti FR0081, FR0082, FR0080, dan FR0083 masih tetap atraktif sebagai pilihan investor," tutur Ariawan dan tim dalam risetnya pagi ini (9/1/20).
Redanya ketegangan AS-Iran sesuai denagn prediksi Ariawan dalam kesempatan sebelumnya, semalam. Keyakinan Ariawan terhadap akan cepat rampungnya konflik AS-Iran belum membuatnya mengubah prediksi tingkat imbal hasil (yield) seri acuan 10 tahun pada 2020 pada 6,53%-6,73%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Dalam lelang rutin Selasa, pemerintah berhasil menarik minat calon investor hingga menghimpun permintaan yang mencapai Rp 81,54 triliun dan berhasil menerbitkan Rp 20 triliun. Nilai permintaan peserta lelang tersebut di atas rerata permintaan dalam lelang SUN sepanjang 2019 Rp 49,52 triliun/lelang dan 2018 Rp 41,6 triliun/lelang.
Dari nilai permintaan Rp 81,54 triliun, investor asing juga diketahui memiliki andil sebesar Rp 10,8 triliun hanya pada seri acuan 10 tahun, yaitu FR0082. Di sisi lain, investor asing juga diketahui memenangkan nilai SUN yang cukup besar yaitu Rp 5,7 triliun dari nilai penerbitan Rp 20 triliun itu, yang mencerminkan tingginya minat investor global pada pasar SUN rupiah.
Dengan momentum yang tepat itu pun, Ariawan memandang positif strategi pemerintah yang telah menerbitkan SUN dolar AS dan euro di awal tahun, atau yang biasa disebut dengan strategi front loading.
Kemarin, pemerintah juga baru rampung menerbitkan obligasi global denominasi dolar AS dan euro senilai US$ 2 miliar dan 1 miliar euro yang nilainya setara Rp 43,22 triliun. Kupon yang diberikan kepada investor dalam penerbitan tersebut juga rendah hingga mencetak rekor terkecil dalam sejarah penerbitan SUN global.
Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) menyatakan pemerintah sukses menerbitkan dua seri denominasi dolar AS, masing-masing seri RI-0230 dan RI-0250 yang bertenor 10 tahun dan 30 tahun.
Masing-masing seri yang laku itu diterbitkan senilai US$ 1,2 miliar dan US$ 800 juta. Kupon untuk seri RI-0230 dan RI-0250 itu ditetapkan masing-masing 2,85% dan 3,5% dengan tingkat imbal hasil (yield) 2,88% dan 3,55%.
Seri SUN euro diterbitkan melalui seri RIEUR-0227 yang bertenor 7 tahun dengan kupon 0,9% dan yield 0,953%.
"Dampak ke domestik juga positif karena adanya penerbitan global bond pada akhirnya nanti juga bisa mengurangi tekanan suplai SBN di dalam negeri," tambah Ariawan semalam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article AS-China Mau Kopi Darat, Harga SUN Berpotensi Reli 4 Hari nih
Most Popular